Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Keluarga yang Harmonis

Sudut Hukum | Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terciptanya Keluarga yang Harmonis
Dalam kitab Uqudullijain, telah diatur hak dan kewajiban antara suami dan istri. Adanya hal tersebut disesuaikan dengan syari’at agar dalam mengarungi bahtera rumah tangga, suami, istri dan anak-anak dapat merasakan kehidupan yang bahagia dan tentram, yaitu keluarga yang harmonis yang sangat diidam-idamkan oleh semua pasangan suami-istri. Hak dan kewajiban tersebut terbagi dalan dua garis besar, yaitu yang dhahir dan bathin. Kedua-duanya harus terpenuhi, untuk menjadikan dan merealisasikan keluarga yang dicita-citakan, yaitu hidup bahagia di dunia maupun akhirat.

suduthukum.com/2015/06/pengertian-cerai-gugat.html

Apabila dijabarkan lebih mendalam tentang isi dari Uqudullijain maka akan diperoleh sebuah penjelasan yang sangat lengkap khususnya dalam hal menciptakan sebuah keluarga yang harmonis, baik sebelum atau setelah melakukan pernikahan yaitu:

  1. Memilih jodoh yang tepat.
  2. Perkawinan didahului dengan peminangan.
  3. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan perempuan.
  4. Perkawinan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  5. Ada persaksian dalam akad nikah.
  6. Perkawinan tidak ditentukan oleh waktu tertentu.
  7. Ada kewajiban membayar mas kawin bagi suami.
  8. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah.
  9. Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami.
  10. Ada kewajiban bergaul dengan baik dalam kehidupan rumah tangga (Basyir, 1995:14-15).
Dalam penjelasan yang lain di dalam Uqudullijain dijelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keharmonisan keluarga, yaitu:

  1. Perhatian yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga baik kepada pasangan atau kepada anak-anak.
  2. Pengetahuan yaitu setiap pasangan dianjurkan untuk mengetahui akan beban/posisi tanggung jawab masing-masing serta menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk memperluas wawasan dalam menjalani kehidupan keluarga, seperti mengetahui perubahan tingkah laku, kebiasaan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam anggota keluarganya, hal ini bertujuan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dari setiap anggota keluarga.
  3. Saling mengenal hal ini berarti pengenalan terhadap diri sendiri, serta mengenal akan karakter dari seluruh anggota keluarga, hal ini bertujuan untuk menimbulkan rasa saling memahami, pengertian serta agar dapat saling berkomunikasi dengan baik.
  4. Sikap saling menerima. Ini merupakan hal yang sangat penting yang mana masing- masing anggota keluarga, dituntut bersama-sama belajar untuk bisa saling menerima dalam berbagai aspek seperti kelemahan, kekurangan, dan kelebihan dari masing-masing anggota keluarga. Apabila ini dapat terlaksana maka akan menumbuhkan sikap dan pikiran yang positif yang akan membuat suasana dalam keluarga semakin hangat dan mengurangi potensi timbulnya kesalahpahaman diantara anggota keluarga.
  5. Peningkatan usaha dan bersyukur. Maksudnya meningkatkan kualitas dari hal-hal di atas serta selalu bersyukur atas apa yang dikaruniakan. Hal ini tentunya juga harus disesuaikan dengan setiap kemampuan masing-masing individu, tujuannya yaitu agar tercipta perubahan-perubahan dan menghilangkan keadaan atau suasana yang membosankan dalam keluarga serta mendapat ridho dari Allah (An-nawawi, 2000: 11, 12, 16, 28, 42).
Selain dari hal di atas untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis atau keluarga bahagia juga perlu diperhatikan beperapa faktor, antara lain :

  1. Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu minimnya tingkat peselisihan yang ada dalam keluarga yang dapat menimbulkan pertengkaran, dan percekcokan. Saling mengasihi, saling membutuhkan, saling tolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan dan pelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan indikator-indikator dari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
  2. Faktor kesejahteraan fisik. Artinya tingkat kesehatan fisik dari anggota keluarga harus diperhatikan karena hal itu dapat mengurangi dan menghambat tercapainya kesejahteraan dalam keluarga.
  3. Faktor Ekonomi. Artinya besar kecilnya tingkat kemampuan dalam keluarga untuk merencanakan masa depan hidup mampu menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran dalam keluarga.
Selain itu juga dalam membentuk keluarga harmonis hendaknya di niatkan untuk menciptakan kehidupan keluarga yang penuh dengan semangat mawaddah-warahmah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan mendambakan keridhaanNya, limpahan hidayah dan taufiq-Nya. Kehidupan keluarga yang didasari oleh niat dan semangat beribadah kepada Allah, insya Allah keluarga yang demikian akan selalu mendapatkan perlindungan dalam mendapatkan tujuan-tujuannya yang penuh dengan keluhuran dan semua itu bisa diperoleh bila masing-masing pasangan memiliki bekal ilmu yang cukup, khususnya bekal ilmu yang berkaitan dengan kehidupan berumah tangga (Ihwan, http://ilhamihwan.blogspot.com/2012/17/05/faktor-yang-mempengaruhi keharmonisan. htm).
Kasih sayang yang tertanam dalam hati dan menjadi kelembutan dalam sikap, tindakan dan ucapan akan memberikan hamba tersebut ketenangan kalbu. Karenanya pasangan yang tingkah lakunya lembut akan mendapatkan banyak kebahagiaan dalam kehidupannya bukan hanya dalam kehidupan dalam rumah tangga tetapi juga dalam semua aspek kehidupan dalam pergaulan di manapun dan kapanpun karena orang yang kehidupanya penuh dengan kelembutan dan cinta akan banyak di sukai oleh setiap mahluk, tetapi juga para malaikat. Cinta yang berakar pada tempramen yang lembut pada siapapun yang dicintai. Begitu pula dalam keluarga, jika suami mempunyai sikap lembut pada istrinya, terhadap keluarga, terhadap masyarakat, maka suasana akan dirasa nyaman, keluarga menjadi harmonis, punya banyak teman, disukai dan dihormati oleh masyarakat. Firman Allah dalam Q.S Ali-Imran ayat 159:

“… Maka berkat rahmat dari Allah-lah, engkau(Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya …”. (Tim Syaamil Al-Qur‟an, 2010: 71).