Dasar Hukum Wakaf Uang di Indonesia

Sudut Hukum | Dasar Hukum Wakaf Uang di Indonesia

Sumber dariAl Quran

” Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai, dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya ” (QS. Ali Imran : 92)


” Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” (Al- Baqarah : 261)


Sumber Dari Hadist

” Apabila anak adam meninggal dunia, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara : shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Ahmad)


” Diriwayatkan dari Ibnu Umar R.A bahwa Umar bin Khattab R.A memperoleh tanah ( kebun) di Khaibar, lalu ia dating kepada Nabi SAW untuk meminta petunjuk mengenai tanah itu, Ia berkata, “wahai Rasulullah SAW, saya memperoleh tanah di Khaibar yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut, apa perintah Engkau kepadaku mengenainya? Nabi SAW menjawab. “Jika kamu mau tahan pokoknya dan sedekahkan hasilnya” (HR. Bukhari)


Kedua hadist di atas merupakan dasar umum disyariatkannya wakaf dan juga dipakai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwa kebolehan wakaf uang. Hadist pertama mendorong manusia untuk menyisihkan sebagian rezekinya sebagai tabungan akhirat dalam bentuk sedekah jariyah. Uang merupakan sarana yang paling mudah untuk disedekahkan.

Pada hadist kedua, wakaf uang menjadikan hadist ini sebagai pijakan hukum karena menganggap bahwa wakaf uang memiliki hakekat yang sama dengan wakaf tanah, yakni harta pokoknya tetap dan hasilnya dapat dikeluarkan. Dengan mekanisme wakaf uang yang telah ditentukan, pokok harta akan dijamin kelestariannya dan hasil usaha atas penggunaan uang tersebut dapat dipakai untuk mendanai kepentingan umat.

Dari Pendapat Ulama

suduthukum.com2015/09/pengertian-wakaf.htmlHukum wakaf uang telah menjadi perhatian para ahli hokum Islam. Beberapa sumber hokum menyebutkan bahwa wakaf uang telah dipraktikkan oleh masyarakat yang menganut madhab Hanafi.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai hokum wakaf uang, Imam Bukhori (t.th/IX:330) mengungkapkan bahwa Imam Az-Zuhri (wafat 124 H) berpendapat bahwa dinar dan dirham boleh diwakafkan, caranya adalah dengan menjadikan dinar/dirham itu sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Wahbah az-Zuhaily juga mengungkapkan bahwa madhab hanafi membolehkan wakaf uang sebagai pengecualian, atas dasar istihsan bi al-urfi (adat istiadat) mempunyai kekuatan yang sama dengan hokum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks) ( VIII, 1985: 162). Dasar argument madhab Hanafi adalah hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud R.A :
“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin, maka dalam pandangan Allah pun buruk”.

Cara melakukan wakaf uang menurut madhab Hanafi adalah dengan menjadikannya modal usaha yang menguntungkan dan tidak keluar dari jalur syariat Islam, lemudian keuntungannya diberdayakan untuk kepentingan umat.

Selain ulama madhab Hanafi, ada juga sebagian ulama yang mengatakan bahwa madhab SyafiI juga membolehkan wakaf uang sebagaimana ditulis oleh al-Mawardi (t.th/VII:1299).

“Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam SyafiI tentang dibolehkannya wakaf dinar dan dirham”


Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga membolehkan wakaf uang (2003: 86). Fatwa komisi fatwa MUI itu dikeluarkan pada tanggal 11 Mei 2002. Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa:
  • wakaf uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai (cash).
  • Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
  • Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
  • Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara Syari
  • Nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.


Dasar Hukum dari Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 (tentang wakaf)

Pasal 16

(1) Harta benda wakaf terdiri dari:

a. benda tidak bergerak; dan

b. benda bergerak.

(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;

c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang.undangan yang berlaku;

e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

a. uang;

b. logam mulia;

c. surat berharga;

d. kendaraan;

e. hak atas kekayaan intelektual;

f. hak sewa; dan

g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.

Di Negara Indonesia, wakaf uang sudah diatur pelaksanaannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia NO 42 tahun 2006.