Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Sudut Hukum | Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

Selamat malam para pembaca blog sudut hukum, pada malam ini kita akan membahas sedikit tentang bagaimana perkembangan Hukum Islam (fiqh) pada masa dinasti Abbasiyah. ini merupakan sedikit paparan tentang masalah tarikh tasyri’, selamat membaca.
Setelah pemerintahan Dinasti Umayah runtuh, kekuasaan khilafah jatuh ke tangan Bani Abbasiyah, keturunn Bany Hasyim dari suku Quraisy sebagaimana Bany Umayah juga dari suku Quraisy. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Al-Abbas seorang keturunan dari paman Nabi Muhammad SAW, Al-Abbas bin Abd al-Muthalib bin Hasyim. Nama lengkapnya Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas bin Abd al-Muthalib. Berdirinya Dinasti Abbasiyah ini merupakan hasil perjuangan gerakan politik yang dipimpin oleh Abu al-Abbas yang dibantu oleh kaum syi’ah. Gerakan politik ini berhasil menjatuhkan Dinasti Umayah di tahun 750 M . Pada tahun ini juga Abu al-Abbas diangkat menjadi khalifah di Kufah (750-754 M).
Pada masa Dinasti Abbasiyah Islam benar-benar mencapai puncak keemasan kebangkitan kebudayaan dan peradaban, Islam mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dan spektakuler terhadap perkembangan peradaban dunia. Hampir semua perkembangan Ilmu pengatahuan dasar-dasarnya telah di temukan pada masa dinasti ini. Kemajuan pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menjadikan masyarakat dinasti Abbasiyah hidup makmur sejahtera, tentram, perekonomian berjalan stabil, situasi politik stabil, para khalifahnya dapat mengatasi musuh-musuhnya, masyarakatnya hidup aman tidak ada kekacuan yang berarti. Demikianlah kemajuan ilmu pengetahuan yang membuat dinasti ini berhasil mencapai kemajuan hampir disemua sektor kehidupan.Dan pada masa ini pula banyak terjadi kemajuan dibidang hukum islam,diantaranya digalakkannya penerjemahan buku-buku asing,berdirinya sekolah,dan salah satu karya terbesar adalah berdirinya Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Perkembangan dan kemajuan hukum Islam pada masa ini di tandai dengan kemajuan di bidang ilmu fiqih yang menunjukkan dinamika ummat Islam dalam menjawab tantangan dan masalah yang dihadapinya. Sejak Rasulullah SAW wafat keputusan hukum-hukum baru berkembang pesat, ini dikarenakan sejak kekuasaan Islam di tangan Bani Ummaiyyah dan Abbasiyah terus mengalami perluasan.
Pada masa dinasti Bani Ummayyah mahzab-mahzab fiqih belum terbentuk meskipun sebagian imam pendiri mahzab yang empat hidup pada masa Dinasti Ummayyah. Ketika Dinasti Abbasiyah menguasai pusat-pusat peradaban dan mengambil khasanah atau kekayaan warisan budaya yang dimiliki bangsa-bangsa itu, maka muncullah cara-cara baru membuat ijtihad hukum. Ijtihad hukum adalah upaya mencari ketetapan hukum suatu masalah dengan mendasarkan pada ayat-ayat Alqur’an dan Hadits-hadits.
Perkembangan Hukum Islam Pada Masa Bani AbbasiyahSetelah dilakukan pengumpulan Hadits Nabi Muhammad SAW pada masa Umar bin Abdul Aziz dari Khalifah Bani Umayyah, maka pada masa Al-Manshur dari Khalifah Bani Abbasiyah merintahkan para ulama untuk menyusun kitab tafsir dan hadits. Kemudian lahirlah mazhab-mazhab dalam bidang fiqh pada pertengahan abad ketujuh masehi yaitu Abu Hanifah (w. 767 M) yang dikenal dengan tokoh Ahlul Ra’yi di Iraq dan mazhab ini telah melahirkan al-Auza’i (w.774 M) dan al-Zahiri (w.883 M). Kemudian Imam Malik bin Anas (w.795 M) sebagai ulama mazhab Madinah dari kalangan muhadditsin dan fuqoha’ dengan karya monumentalnya al-Mutawattho’. Kemudian Imam Muhammad bin Idris Al-Syafi’i (w.820 M) yang muncul sebagai jalan tengah antara mazhab Irak yang liberal dan Mazhab Madinah yang konservatif dan mendominasi daerah Mesir. Selanjutnya lahir pula Ahmad bin Hanbal (w.855 M) yang ahli dalam bidang fiqh dan hadits.
Secara umum empat mazhab tersebut yang menjadi sumber putusan hakim dari mulai Dinasti Abbasiyah sampai dengan sekarang ini.Dan oleh karena itu, masa Abbasiyah ini dikenal dalam sejarah sebagai masa Imam-Imam Mazhab dan pada masa ini pula disusun ilmu Ushul Fiqh untuk menjadi pedoman bagi hakim dalam menggali hukum dari al-Quran dan al-Sunnah. Sebenarnya perkembangan suatu hukum memiliki hubungan antara madzhab fiqh dengan penguasa politik sangat erat. Artinya, bahwa kebutuhan penguasa terhadap suatu bentuk sistem hukum negara yang berdasarkan syara’ cukup memacu perkembangan hukum fiqh. Sebaliknya, suatu aturan atau pembatasan-pembatasan yang dibuat oleh para mujtahid tidak serta merta dilaksanakan oleh mujtahid lain sebelum ada tekanan atau pemberlakuan secara resmi oleh penguasa.
Oleh karena itu, sesunggguhnya perkembangan suatu hukum tergantung kepada kebutuhan praktis masyarakat, yang dalam hal ini terformulasi dalam bentuk pengusa. Apabila penguasa menghendaki suatu hukum tertentu, maka jadilah. Begitu pula sebaliknya, bila penguasa bermaksud menghapus suatu hukum tertentu, maka gugurlah hukum itu.[*]