Hal-hal yang Makruh Dilakukan Saat Berwudhu

SUDUT HUKUM | Berikut adalah beberapa perbuatan yang hukumnya makruh atau kurang disukai ketika melakukan wudhu’ antara lain adalah:

1. Berbicara Saat Berwudhu

Hal-hal yang Makruh Dilakukan Saat Berwudhu

Para ulama memakruhkan wudhu’ bila dilakukan sambil berbicara, kecuali bila bicara itu untuk sesuatu hal yang sangat diperlukan atau sangat mendesak. Dalam hal ini Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa termasuk mustahab adalah meninggalkan percakapan ketika sedang berwudhu’. Dan mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah tegas menyebutkan bahwa makruh hukumnya bila bercakap-cakap sambil berwudhu’.

Bagaimana dengan memberi Salam dan Menjawabnya?

Dalam hal ini Ulama berbeda pendapat.

Sebagian ulama berpendapat bahwa bercakap-cakap berbeda dengan memberi atau menjawab salam. Menurut kelompok ini boleh memberi dan menjawab salam saat berwudhu, bahkan hukumnya tetap sunnah, sebagaimana praktek yang dilakukan oleh Rasulullah SAW:


أَنَّ أَمَّ هَانِئٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا سَلَّمَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَغْتَسِل ، فَقَال : مَنْ هَذِهِ ؟ قُلْتُ : أَمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ ، قَال : مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ

Bahwa Ummu Hani’ radhiyallahuanha memberi salam kepada Rasulullah SAW yang sedang mandi. Beliau SAW bertanya,”Siapakah Anda?”. Aku (Ummu Hani’) menjawab,”Saya Ummu Hani’ bintu Abi Thalib”. Beliau SAW menjawab,”Selamat datang wahai Ummu Hani’. (HR. Bukhari dan Muslim)


Namun ada juga pendapat yang tetap memakruhkan orang yang sedang berwudhu’ untuk memberi salam atau menjawabnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah Abu Al-Faraj dari kalangan ulama mazhab Al-Hanabilah.

2. Membasuh Leher


Umumnya para ulama berfatwa bahwa termasuk perkara yang makruh untuk dikerjakan oleh orang yang sedang berwudhu adalah membasuh leher.

Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah memandang bahwa perbuatan membasuh leher bukan termasuk bagian dari ritual wudhu’.

Al-Imam An-Nawawi menyebutnya sebagai bid’ah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah menyebutkan bahwa perbuatan itu termasuk ghuluw atau melebih-lebihkan agama, yang tidak ada dasarnya dari sunnah Rasulullah SAW.

Namun ada juga sebagian kecil ulama yang memandang bahwa membasuh leher termasuk bagian dari sunnah. Namun pandangan ini agak menyendiri dan tidak banyak disetujui oleh kebanyakan ulama.

3. Membasuh Kepala Tiga Kali


Yang disyariatkan dalam wudhu dalam mengusap kepala hanya satu kali usapan saja. Sehingga bila ada yang mengusapnya tiga kali atau lebih, hukumnya makruh menurut para ulama, karena tidak ada dasarnya.

Hal itu dituliskan dalam mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah serta Al-Hanabilah.

4. Boros Air


Meski pun seseorang berwudhu di sungai yang airnya berlimpah, namun sikap boros dan berlebihan dalam menggunakan air ketika wudhu tetap merupakan perbuatan yang makruh hukumnya. Apalagi bila dalam keadaan biasa atau malah kurang air.

Dasarnya adalah hadits berikut ini:


أَنَّ رَسُول اللَّهِ r مَرَّ بِسَعْدٍ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَقَال : ” مَا هَذَا السَّرَفُ ؟ ” فَقَال : أَفِي الْوُضُوءِ إِسْرَافٌ ؟ فَقَال : ” نَعَمْ وَإِنْ كُنْتَ عَلَى نَهْرٍ جَارٍ

Rasulullah SAW berjalan melewati Sa’d yang sedang berwudhu’ dan menegurnya,”Kenapa kamu boros memakai air?”. Sa’ad balik bertanya,”Apakah untuk wudhu’ pun tidak boleh boros?”. Beliau SAW menjawab,”Ya, tidak boleh boros meski pun kamu berwudhu di sungai yang mengalir. (HR. Ibnu Majah)


Hadits yang shahih menyebutkan bahwa Rasulullah SAW berwudhu tidak lebih dari satu sha’ air, yaitu kurang lebih 660 ml:

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Anas r.a dia berkata bahwa Rasulullah SAW berwudlu dengan satu mud air dan mandi dengan satu sha’ hingga lima mud air. (HR. Bukhari Muslim)


5. Wudhu di Tempat Yang Tidak Suci


Di antara perbuatan yang hukumnya makruh untuk dikerjakan pada saat berwudhu adalah berwudhu’ di tempat yang tidak suci. Sebab tujuan wudhu’ adalah bersuci, maka makruh hukumnya berwudhu tidak tempat yang tidak suci.

Para ulama dari empat mazhab sepakat memakruhkan wudhu di tempat yang tidak suci atau bernajis. Oleh karena itulah kita lebih sering menyaksikan bahwa tempat wudhu dibuatkan terpisah dari wc atau tempat buang air.

6. Mengeringkan Bekas Air Wudhu’


Para ulama sebenarnya berbeda pendapat tentang hukum mengeringkan bekas air wudhu. Sebagian memakruhkannya namun sebagain malah menganggapnya sunnah.

a. Makruh


Mereka yang berpendapat hukumnya makruh untuk mengeringkan bekas sisa air wudhu’ berhujjah bahwa nanti di hari kiamat, umat Nabi Muhammad SAW dikenali dari bekas sisa air wudhu’.

Dasarnya adalah hadits berikut ini:


إِنَّ أُمَّتِي يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيل غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَل

Sungguh ummatku akan diseru pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya karena bekas wudhu’nya. Maka siapa yang mampu melebihkan panjang sinar pada tubuhnya, maka lakukanlah. (HR. Bukhari dan Muslim).


Oleh karena itu, dalam pandangan mereka, bekas sisa air wudhu’ hukumnya makruh bila cepat-cepat dikeringkan.

Di antara para ulama yang memakruhkannya adalah mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah. Mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa meninggalkan bekas sisa air wudhu pada badan merupakan keutamaan.

b. Sunnah


Sebaliknya mazhab Al-Hanafiyah memandang bahwa menyeka atau mengeringkan bekas sisa air wudhu’ hukumnya sunnah. Dasarnya karena Rasulullah SAW pernah melakukannya.

أَنَّ النَّبِيَّ r تَوَضَّأَ ثُمَّ قَلَبَ جُبَّةً كَانَتْ عَلَيْهِ فَمَسَحَ بِهَا وَجْهَهُ

Bahwa Nabi SAW berwudhu kemudian beliau membalik jubbahnya dan mengusapkannya pada wajahnya. (HR. Ibnu Majah).


Rujukan:

  • Al-Fatawa Al-Hindiyah,
  • Al-Inshaf,
  • Ad-Durr Al-Mukhtar wa Ar-Radd Al-Muhtar, jilid 1
  • Asy-Syarhu Al-Kabir ma’a Hasyiatu Ad-Dasuqi, jilid 1
  • fiqihkehidupan.com