Metode Bayani

SUDUT HUKUM | Metode Bayani merupakan topik inti dalam Ilmu Ushul. Karena seorang Mujtahid ketika beristimbath tidak akan lepas dari teks. Memahami teks harus mengetahui makna kata, struktur kebahasaan, bagaimana dalalah sebuah kata, dan macam dalalah serta kuat dan lemahnya dalalah tersebut. Dua hal yang menjadi fokus utama kajian ini adalah kata dan makna.
Metode kebahasaan yang dipakai oleh Ushuliyah berbeda dengan ahli tata bahasa (Al-Nuhat). Karena ahli tata bahasa hanya mencari struktur kata dan makna. Sedangkan Ahli Ushul tidak hanya mencari makna kata dari yang tampak – karena makna tersebut terkadang bukan yang diinginkan Syari’ – tetapi juga juga makna yang lain, Ushuliyah ingin mengungkap maksud Syari’.

Metode BayaniMetode ini menjadi sangat signifikan karena nash keislaman adalah berbentuk teks Arab. Maka untuk memahami dan beristimbath harus dengan struktur lisan arab (struktur kata). Ada dua cara yang dikembangkan Ahli Ushul dalam memahami makna teks, yaitu:
  1. Memahami struktur teks arab
  2. Keterangan dari Rasul tentang makna ayat Al-Qur’an.

Dalam kajian kebahasaan ushul ada istilah al-Dalalah yaitu adanya sesuatu menunjukkan adanya sesuatu yang lain, petunjuk dan yang ditunjuk. Atau memahami sesuatu berdasarkan sesuatu yang lain. Dalalah ada kalanya berupa Dalalah Wadl’i (hubungan antara kata dan makna) dan Ghairu Wadl’i.
Dalalah Wadl’i terbagi menjadi tiga; pertama, ketika lafad digunakan untuk menunjukkan seluruh (apa yang terkandung) makna yang diciptakan untuknya disebut Dalalah Muthabiq. Kedua, ketika suatu kata digunakan untuk menunjukkan kepada sebagian makna disebut Dalalah Tadhamun. Ketiga, ketika lafad digunakan untuk menunjukkan kepada makna selain yang diciptakan untuknya, tetapi mempunyai ketersangkutan secara rasio atau Adat antara makna yang diciptakan untuknya dengan makna yang lain, disebut Dalalah Iltizam.
Kajian ini sangat erat kaitannya dengan kata-kata dan makna. Ushuliyin membagi lafad-lafad (kata) berdasarkan beberapa kriteria. Antara lain:
  1. Berdasarkan makna yang diciptakan untuknya (kata)
  2. Berdasarkan pemakaian kata (makna yang dipakai)
  3. Berdasarkan jelas dan tidaknya makna kata
  4. Berdasarkan cara penunjukkan kata kepada makna

Rujukan:

  • Imam Ghazali, Al-Mustashfa min Ilmi al-Ushul, Mesir: Maktabah al-Jindan, t.th.
  • Dr. Fathi al-Darini, Al-Manahij al-Ushuliyah fi al-Ijtihad bi al-Ra’yi fi Tasyri’I al- Islamy, Damaskus: Dar al-Kitab al-Hadits, 1975,
  • M. Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr al-‘Azali, t.th.
  • Muhammad Mustafa Syalaby, Ushul al-Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Nahdah al- “Arabiah, t.th.