Pengertian Overmacht

SUDUT HUKUM | Overmacht dalam hukum pidana diatur dalam pasal 48 KUHP yang menyatakan:

Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.[1]


Menurut bunyi pasal tersebut, daya paksa (overmacht) menjadi dasar peniadaan hukuman. Undang-undang hanya menyebut tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan karena terdorong keadaan atau daya yang memaksa. Undang-undang tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan daya paksa (overmacht). Pengertian dan penjelasan tersebut diberikan oleh para sarjana hukum.

Kata “daya paksa” dalam pasal tersebut adalah salinan kata Belanda “overmacht”, yang artinya suatu keadaan, kejadian yag tidak dapat dihindarkan dan terjadi di luar dugaan (di luar kekuasaan manusia).[2]
Pengertian Overmacht
Moeljatno memberikan pengertian overmacht sebagai kekuatan atau daya paksa yang lebih besar.[3] Surjanatamihardja menerjemahkan kata overmacht dengan berat lawan, sedang Jusuf Ismail menerjemahkannya dengan terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan.[4]

Terdapat beberapa pendapat yang berbeda-beda mengenai penjelasan overmacht, yang bukan tidak mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman atau kebingungan, apabila tidak dijelaskan. Menurut Van Hammel, overmacht yaitu suatu keadaan yang menggambarkan adanya suatu ketidakmungkinan untuk memberikan perlawanan.[5]

Menurut Memorie van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 48 KUHP tersebut, overmacht disebut sebagai suatu yang datang dari luar yang membuat sesuatu perbuatan itu
menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya dan telah dirumuskan sebagai kekuatan yang datang bukan dari diri sendiri. Setiap paksaan, setiap tekanan dimana terhadap kekuatan, paksaan atau tekanan tersebut orang tidak dapat memberikan perlawanan.[6]

Overmacht ini merupakan kekuatan yang datang dari luar, yang disebabkan oleh alam lingkungan yang mengelilingi, atau juga yang dipaksa oleh orang lain. Overmacht dapat digambarkan sebagai peristiwa dimana seseorang karena ancaman bahaya, dipaksa melakukan suatu tindak pidana. Orang tersebut bisa melawan ancaman tersebut, tetapi apabila hal ini dilakukannya akan merupakan suatu perbuatan kepahlawanan atau perbuatan nekad yang berakibat fatal bagi dirinya. Misalnya seseorang yang diancam oleh orang lain dengan sebuah pistol, kemudian menembak mati orang lain, apabila hal ini dibenarkan dapat dianggap sebagai overmacht. Ia tidak dipidana karena tunduknya pada ancaman tersebut, diakui sebagai suatu yang dapat dimaafkan.



[1] Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm. 25.

[2] Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm. 118.

[3] Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 139

[4] Wirjono Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1981 hlm. 75

[5] Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru 1990, hlm 410

[6] Ibid, hlm 408