Bantuan hukum Cuma-cuma

SUDUT HUKUM | Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[1]

Bantuan hukum diberikan untuk semua aspek kehidupan. Karena hukum itu mengatur manusia semenjak ia lahir ke dunia (bahkan sejak dari dalam kandungan) sampai ia meninggal dunia (bahkan setelah meninggal) maka bantuan hukum itupun seharusnya diberikan mencakup seluruh aspek kehidupan tersebut.

Pemberian jasa ini dapat dilakukan dalam bentuk membantu pembuatan kontrak-kontrak, sampai mempertahankan hak dimuka pengadilan, pemikiran apa yang harus dilakukan dalam lalu-lintas hukum dan sebagainya, sehingga sifatnya menjadi sangat luas sekali. Uraian dimaksud adalah berpangkal dari bantuan hukum menurut konsepsi dan alam pikiran Barat, karena memang menurut sejarahnya konsepsi tersebut adalah berasal dari negara Barat. Akan tetapi yang menjadi persoalan apakah konsepsi ini tidak dikenal dalam sistem budaya Indonesia. Adnan Buyung Nasution mencoba untuk mencari dasarnya dari sistem budaya Indonesia dan mengemukakannya sebagai berikut:[2]

Meneliti kultur Indonesia, timbul kesan bahwa barangkali dalam arti yang formal serta dalam bentuk yang paling sederhana, bantuan ini bisa ditemukan dalam situasi tolong-menolong yang ada dalam masyarakat tradisional Indonesia, atau secara populer disebut masyarakat gotong-royong.Dalam masyarakat serupa itu sangat menekankan pada nilai kehidupan yang harmonis, setiap perkara atau dalam arti luas setiap nilai-nilai harmonis tersebut. Oleh karena itu masyarakat cenderung untuk saling membantu menyelesaikannya. Dalam pengertian membantu menyelesaikan setiap perkara atau konflik tersebut kiranya adalah berhubungan erat dengan pengertian bantuan hukum. Hal itu dapat dilakukan oleh sesama anggota masyarakat bersangkutan atas dasar tolong-menolong, ataupun oleh pemuka masyarakat seperti kepala adat, kepala suku, pemuka agama, dan lain sebagainya yang dimasa itu karena masyarakat masih berorientasi vertikal menyerahkan penyelesaian setiap masalah kepadanya.”


Bantuan hukum Cuma-cumaBerdasarkan uraian diatas maka konsepsi tentang bantuan hukum bukan barang baru di negara kita karena dasar-dasar pemikirannya sudah ada dan malah merupakan ciri khas dari budaya kita. Namun masih perlu dipersoalkan apakah memang benar landasan konsepsional dari pada bantuan hukum di negara kita adalah ajaran tentang tolong menolong atau gotong royong, karena nilai-nilai gotong royong atau tolong menolong adalah dasar pemikiran yang berlandaskan ajaran komunal sedangkan bantuan hukum biasanya dikaitkan dengan masalah hak asasi yang landasannya adalah ajaran liberal dan individualistis. Karena itu masalah ini masih perlu penelitian lebih lanjut fungsi dan tujuan daribantuan hukum.

Apa sebenarnya yang menjadi fungsi dari bantuan hukum itu dalam masyarakat, serta apa pula yang menjadi tujuannya. Untuk itu sebenarnya sudah banyak pembahasan yang dibuat pakarnya, tetapi disini akan diangkat dari tulisan Adnan Buyung Nasution, sebagai berikut:[3]

Arti atau ratio dan tujuan program bantuan hukum adalah berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari suatu ke negara lainnya, melainkan juga dari suatu zaman ke zaman lainnya. Suatu penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum telah dilakukan oleh Dr. Mauro Cappelleti. Dari penelitian tersebut ternyata bahwa program bantuan hukum kepada si miskin telah dimulai sejak zaman romawi. Dari penelitian Cappelleti tersebut ternyata bahwa tiap zaman arti dan tujuanpemberian bantuan hukum kepada si miskin adalah erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku”.

Pendapat tersebut menggambarkan bahwa banyak faktor yang turut berperan dalam menentukan apa sebenarnya yang menjadi tujuan dari suatu program bantuan hukum itu, sehingga oleh karenanya untuk mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan suatu program bantuan hukum perlu untuk diketahui bagaimana cita-cita moral yang menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut serta filsafat hukum yang melandasinya.

Menurut Cappelleti, arti dan tujuan program bantuan hukum di negara-negara berkembang adalah sulit ditentukan dengan jelas. Meskipun demikian, kiranya tidaklah salah apa yang dikatakan oleh Barry Metzger bahwa program bantuan hukum di negara-negara berkembang pada umumnya adalah mengambil arti dan tujuan yang sama seperti di Barat, yang pada dasarnya terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu : Pertama, bahwa bantuan hukum yang efektif adalah merupakan syarat yang mendasar untuk berjalannya dengan baik fungsi maupun integritas pengadilan. Kedua, bahwa bantuan hukum adalah merupakan tuntutan dari rasa perikemanusiaan.Bahkan lebih dari itu, Barry Metzger mencoba menambahkan alasan-alasan lain yang mungkin diberikan yaitu:[4]
  1. Untuk membangun suatu kesatuan sistem hukum nasional.
  2. Untuk melaksanakan yang lebih efektif daripada peraturan-peraturan kesejahteraan sosial untuk keuntungan si miskin.
  3. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar dari pejabat-pejabat pemerintah atau birokrasi kepada masyarakat.
  4. Untuk menumbuhkan rasa partisipasi masyarakat yang lebih luas ke dalam proses pemerintahan.
  5. Untuk memperkuat profesi hukum.

Lawasia Conference III (1973) telah merumuskan secara tepat sekali adanya 3 (tiga) fungsi daribantuan hukum di negara yang sedang berkembang yaitu:[5]
  1. Fungsi pelayanan
  2. Fungsi informasi
  3. Fungsi pembaharuan

Terhadap kesimpulan dari konferensi Lawasia tersebut dapat diberikan beberapa komentar sebagai berikut:[6]
  1. Konferensi Lawasia telah memberikan suatu penegasan yang sangat fundamental tentang makna dan arti daribantuan hukum terhadap golongan miskin, sebagaimana ternyata dari kesimpulannya yang menyatakan bahwa persoalan tentang bantuan hukum bagi si miskin bukanlah semata-mata perkara “amal” akan tetapi adalah suatu hak yang dapat dituntut pemenuhannya. Adalah merupakan hak bagi si miskin untuk mendapatkan bantuan hukum ini sebagaimana si kaya mendapatkannya. Hal yang demikian sebenarnya sudah tersimpul juga di dalam peraturan yang mengatur tentang bantuan hukum seperti tercantum dalam lafal peraturan berbunyi “Setiap orang berhak untuk mendapatkan bantuan hukum”. Sekalipun persoalan tentang bantuan hukum ini dianggap sebagai suatu hak, namun tidak setiap orang yang merupakan pemegang hak dapat menuntut pemenuhan hak yang ada pada dirinya sendiri (seperti kemiskinan itu sendiri, kebodohan dan ketidak beranian) juga pada faktor-faktor eksternal (kebijaksanaan pemerintah, sistem peradilan. Tenaga pemberi bantuan hukum dan lain sebagainya)”
  2. Penegasan tentang tri fungsi dari bantuan hukum yang mencakup fungsi pelayanan dan fungsi pembaharuan, perlu untuk dijabarkan secara lebih khusus, karena selama ini dalam prakteknya di negara kita bantuan hukum ini dalam kebanyakan hal hanya melaksanakan fungsi pelayanan dalam arti memberikan bantuan (terutama kepada golongan miskin) untuk menuntut apa yang menjadi haknya. Fungsi informasi masih belum begitu berkembang padahal fungsi ini mempunyai arti yang sangat penting, begitu pula halnya dengan fungsi pembaharuan karena untuk mengembangkan usaha pembaharuan hukum melalui sektor swasta bukanlah suatu hal yang mudah di negeri ini dan pasti akan selalu menghadapi benturan dengan berbagai pihak.
  3. Bantuan hukum bagi golongan miskin (sebagai golongan mayoritas) harus diberikan prioritas utama akan tetapi pelaksanaan bantuan hukum itu sendiri jangan sampai terikat pada pembatasan yang demikian itu saja, akan tetapi juga tetap memberikan pelayanan kepada mereka yang mampu dan mereka yang termasuk golongan menengah.
  4. Keterlibatan para dosen fakultas hukum dan mahasiswa hukum dalam program pemberian bantuan hukum mempunyai arti penting terutama bagi negara yang masih mempunyai pengacara dalam jumlah yang sangat minim sebagaimana halnya di negara kita. Kita masih melihat angka perbandingan yang sangat menyolok antara jumlah penduduk dengan pemberi bantuan hukumnya. Idealnya memang pemberi bantuan hukum itu harus profesional, tetapi dengan adanya kendala tersebut diatas akan sulit sekali dipenuhi maka keterlibatan para dosen dan mahasiswa fakultas hukum untuk beberapa waktu mendatang masih tetap diperlukan dengan bimbingan dan pengarahan dari para legal profesional. Disamping itu juga pelaksanaan bantuan hukum oleh fakultas-fakultas hukum mengandung aspek-aspek edukatif dalam rangka pendidikan klinis hukum.
  5. Penggalian sumber-sumber dana untuk bantuan hukum sangat diperlukan untuk memberikan dukungan bagi kelancaran pemberian bantuan hukum itu sendiri. Kelemahan yang dihadapi oleh lembaga-lembaga dan biro-biro bantuan hukum yang ada di negara kita sekarang ini adalah dalam hal dana sehingga pengembangan program tidak dapat dilakukan dengan baik. Yang sangat diperlukan sekali disini adalah dana dari pihak pemerintah berupa suatu alokasi anggaran khusus untuk bantuan hukum yang benar-benar memadai disamping pengembangan swadaya dari lembaga-lembaga bantuan hukum hukum.

Disini terlihat bahwa bantuan hukum mempunyai fungsi sebagai sarana dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan kemungkinan melakukan penuntutan apa yang menjadi haknya, memberikan beberapa informasi agar supaya timbulnya kesadaran hukum masyarakat, dan sebagai sarana untuk mengadakan pembaharuan. Adnan Buyung Nasution mengatakan:[7]

Bagi Indonesia, arti dan tujuan program bantuan hukum setidak-tidaknya sudah jelas yeng hendak dicapai sebagaimana dicantumkan dana Anggaran Dasar Lembaga bantuan hukum hukum. Berbeda dengan umumnya program bantuan hukum di Asia, Lembaga bantuan hukum hukum berambisi untuk mendidik masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dengan tujuan menumbuhkan dan membina kesadaran akan hak-hak sebagai subyek hukum. Lembaga bantuan hukum hukum juga berambisi untuk turut serta mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hukum di segala bidang. Ketiga tujuan dari Lembaga bantuan hukum hukum tersebut adalah merupakan aspek-aspek saja dari problema hukum yang besar yang dihadapi bangsa dan negara kita. Oleh karena itu pembangunannya harus juga dilakukan secara serentak sebagai suatu kesatuan policy di dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan bantuan hukum di Indonesia.”

Apa yang merupakan tujuan dari program bantuan hukum di Indonesia sebagaimana dikemukakan di atas sebenarnya tidak begitu berbeda dari apa yang telah dirumuskan dalam Lawasia Conference tersebut yaitu memberikan pelayanan kepada warga masyarakat yang memerlukannya, memberikan penerangan dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum dan pembaharuan (hukum).

Untuk memperoleh bantuan hukum secara cuma-cuma, pencari keadilan mengajukan permohonan tertulis yang ditujukan langsung kepada advokat atau melalui organisasi advokat atau melalui lembaga bantuan hukum hukum. Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:[8]
  • Nama, alamat, dan pekerjaan pemohon.
  • Uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuanhukum.

Dalam permohonan, pencari keadilan harus melampirkan keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma dapat diajukan bersama-sama oleh beberapa pencari keadilan yang mempunyai kepentingan yang sama terhadap persoalan hukum yang bersangkutan. pencari keadilanyang tidak mampu menyusun permohonan tertulis,permohonan dapat diajukan secara lisan. Permohonan yang diajukan secara lisan dituangkan dalam bentuk tertulis yang ditandatangani oleh pemohon dan advokat atau petugas pada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum yang ditugaskan untuk itu. Permohonan bantuan hukum yang diajukan langsung kepada advokat, tembusan permohonan disampaikan kepada organisasi advokat.

Advokat, organisasi advokat, atau lembaga bantuan hukum hukum wajibmenyampaikan jawaban terhadap permohonan kepada pemohon dalam waktupaling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak permohonan diterima. Dalam hal kejelasan mengenai pokok persoalan yang dimintakan bantuan hukum belum jelas maka advokat, organisasi advokat, atau lembaga bantuan hukum hukum dapat meminta keterangan tambahan kepada pemohon dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam hal permohonan diajukan kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum maka organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum tersebut menetapkan advokatyang ditugaskan untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma advokat yang ditugaskan namanya dicantumkan dalam jawaban terhadap permohonan.

Keputusan mengenai pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma ditetapkan secara tertulis dengan menunjuk nama advokat. Keputusan pemberian bantuan hukum disampaikan kepada pemohon dan instansi yang terkait denganpelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma harus memberikan perlakuan yang sama dengan pemberian bantuan hukum yang dilakukan dengan pembayaran honorarium. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kode etik advokat, dan peraturan organisasi advokat. Pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma dilaporkan oleh advokat kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum.

Advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dalam hal terjadi penolakan permohonan pemberian bantuan hukum, pemohon dapat mengajukan keberatan kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum yang bersangkutan. advokat dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma dilarang menerima atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari pencari keadilan.
Advokat yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 dan Pasal 13 tentang pengawasan, dijatuhi sanksi oleh organisasi advokat. Sanksi sebagaimana dimaksud dapat berupa:[9]
  • Teguran lisan;
  • Teguran tertulis;
  • Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 (tiga) sampaidengan 12 (dua belas) bulan berturut- turut;
  • Pemberhentian tetap dari profesinya.

Sebelum advokat dikenai tindakan, kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri. Ketentuan mengenai tata cara pembelaan diri dan penjatuhan sanksi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam organisasi advokat.
Organisasi advokat mengembangkan program bantuan hukum secara cuma-cuma dapat bekerja sama dengan lembaga bantuan hukum hukum. Untuk melaksanakan program, organisasi advokat membentuk unit kerja yang secara khusus mengenai bantuan hukum secara cuma-cuma. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja unit kerja diatur dengan peraturan organisasi advokat.

Dalam hal organisasi advokat dan lembaga bantuan hukum hukum belum memilikiunit kerja, penanganan permohonan dan pelaksanaan bantuan hukum secara cuma-cuma dilakukan oleh unit kerja lain yang ditetapkan oleh organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum.

Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma yang sedang ditangani advokat, dilaporkan kepada organisasi advokat atau lembaga bantuan hukum hukum. Unit kerja harus sudah ditetapkan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak peraturan pemerintah ini diundangkan.[10]

[1] Alkostar Artidjo, Peran dan Tantangan Advokat dalam Era Globalisasi (Yogyakarta : FH UII Press, 2010), h.239
[2] Abdurrahman, Aspek-Aspek Bantuan hukum Di Indonesia (Jakarta : Cendana Press, 1983), h.23
[3] Ibid., h.24
[4] Ibid., h.25
[5] Ibid., h.26
[6] Ibid., h..144-146
[7] Ibid., h.27
[8] PP No.83 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma.
[9] PP No.83 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma
[10] PP No.83 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma