Konsep Keadilan Restoratif

SUDUT HUKUM | Konsep dan teori pemidanaan terus mengalami perkembangan mulai dari teori keadilan tradisonal seperti retributive justice hingga teori keadilan moderen seperti restorative justice. Eva Achjani Zulfa menyatakan:

Tidak mudah untuk memberikan definisi restorative justice, sebab banyak variasi model dan bentuk yang berkembang dalam penerapannya. Oleh karena itu, banyak terminologi yang digunakan untuk menggambarkan konsep restorative justice, seperti communitarian justice (keadilan komunitarian), positive justice (keadilan positif), relational justice (keadilan relasional), reparative justice (keadilan reparatif), dan comunitty justice (keadilan masyarakat).”

Muladi, dalam tulisannya menguraikan tentang substansi restorative justice atau keadian restoratif yang diartikan sebagai:

Penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan.”

Istilah restorative justice diciptakan oleh seorang psikolog Albert Eglash pada tahun 1977, dalam tulisannya tentang ganti rugi atau pampasan. Keadilan restoratif ini sangat peduli dengan usaha membangun kembali hubungan-hubungan setelah terjadinya tindak pidana, tidak sekedar memperbaiki hubungan antara pelaku dan masyarakat.

Keadilan restoratif dikatakan oleh Sarre yaitu:

sebagai pertanda (hallmark) dari sistem peradilan pidana modern. Keadilan restoratif tidak semata-mata menerapkan keputusan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam sistem peradilan pidana yang bersifat permusuhan/perlawanan (adversarial system), proses keadilan restoratif mencari suatu fasilitas dialog antara segala pihak yang terdampak oleh kejahatan termasuk korban, pelaku, para pendukungnya, dan masyarakat secara keseluruhan.”

Hal ini dapat dikatakan bahwa proses yang melibatkan semua pihak yang berisiko dalam kejahatan tertentu secara bersama-sama berusaha untuk menyelesaikan secara kolektif bagaimana menangani setelah terjadinya kejahatan dan implikasinya di masa depan.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak bahwa:

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.”

Dari definisi yang disampaikan di atas maka dapat kita mengetahui karakteristik dari restorative justice. Muladi secara rinci menyatakan beberapa karakteristik dari restorative justice, yaitu:

  • Kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seorang terhadap orang lain dan diakui sebagai konflik,
  • Titik perhatian pada pemecahan masalah, pertanggung jawaban, dan kewajiban pada masa depan,
  • Sefat normatif dibangun atas dasar dialog dan negosiasi,
  • Restitusi sebagai sarana perbaikan para pihak, rekonsiliasi dan restorasi sebagai tujuan utama,
  • Keadilan dirumuskan sebagai hubungan-hubungan hak, dinilai atas dasar hasil,
  • Sasaran perhatian pada perbaikan kerugian sosial,
  • Masyarakat merupakan fasilitator di dalam proses restorative,
  • Peran korban dan pelaku tindak pidana diakui, baik dalam masalah maupun penyelesaian hak-hak dan kebutuhan korban, pelaku tindak pidana didorong untuk bertanggung jawab,
  • Pertanggung jawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak permohonan terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan yang terbaik,
  • Tindak pidana dipahami dalam konteks menyeluruh, moral, sosial dan ekonomi, dan
  • Stigma dapat dihapus melalui tindakan restoratif.

Lebih lanjut Muladi mengatakan bahwa :

Tujuan utama restorative justice adalah pencapaian keadilan yang seadil-adilnya terutama bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya, dan tidak sekadar mengedepankan penghukuman. Keadilan yang saat ini dianut, yang oleh kaum abolisonis disebut sebagai keadilan retributif, sangat berbeda dengan keadilan restoratif.”


Menurut keadilan retributif, kejahatan dirumuskan sebagai pelanggaran seseorang terhadap orang lain. Selain itu, keadilan retributif berpandangan bahwa pertanggungjawaban si pelaku tindak pidana dirumuskan dalam rangka pemidanaan, sedangkan keadilan restoratif berpandangan bahwa pertanggungjawaban si pelaku dirumuskan sebagai dampak pemahaman terhadap perbuatan dan untuk membantu memutuskan mana yang paling baik. Di lihat dari sisi penerapannya, keadilan retributif lebih cenderung menerapkan penderitaan penjeraan dan pencegahan, sedangkan keadilan restoratif menerapkan restitusi.