Maqashid Menurut Imam al-Thufi (wafat th 716 H)

SUDUT HUKUM | Najm al-Din al-Thufi lahir pada 667 disebauh desa bernama Tuf yang berdekatan dengan bahdad. Dikalangan ulama ushul, al-Thufi sebagai pengikut fiqh Hambali dikenal pemberani sekaligus kontorversi, semua itu karena gagasanya tentang maslahat atau ri’ayah al-maslahah. Inti pemikiran al-Thufi terdapat dalam al-Ta’yin fi Syarh al-arba’in yang secara khusus menjelaskan maksud hadits La dlarara wala dlirara.
Secara garis besar al-Thufi memeberi prioritas pada ri’ayah almaslahah dari pada Nash. Adapun dasar argumen yang digunakan adalah hadits La dlarara wala dlirara selain lebih kuat dari nash dalil ri’ayah almaslahah juga lebih kuat dari pada ijma salah satu alasannya menurut al-Thufi: ijma adalah produk dari ketidak sepakatan atas suatu hal kemudain dijadikan satu kesepakatan, berbeda dengan .ri’ayah al-maslahah yang sedari awal sudah menjadi kesepakatan. Bagi al-Thufi berpegang pada kesepakatan di awal itu lebih baik dari pada telah berselisih semenjak awalnya (ijma’).[1]
Konsep Ri’ayah al-Maslahah al-Thufi bebrbeda dengan konsep al-Maslahah al-Mursalah sebagai mana dikenal umumnya dalam madzhabmadzhab fiqh, terutama madzhab maliki pada dasarnya konsep ri’ayah almaslahah al-thufi dibangun berdasar nash (al-Qur’an dan al-Hadits) dan ijma untuk wilayah Ibadat, dan bersandar pada pertimbangan maslahat untuk wilayah mu’amalat dasar inilah yang menurut al-Thufi lebih kuat dari pada yang ada dalam al-maslahah al-mursalah. pada kesimpulanya ri’ayah al-maslahah yang memiliki dasar nash dan ijma itu lebih kuat dari pada yang tidak memiliki dasar. inilah letak perbedaan antara ri’ayah almaslahah dan al-maslahah al-mursalah.
Secara umum al-Thufi pengikut al-Ghozali. Penjelasanya tentang Maqashid al_syari’ah hampir mirip dengan al-Ghozali diamana al-Ghozali membagi maqashid menjadi ukhrawi dan duniawi sedangkan al-Thufi membaginya menjadi syara’ dan adat. Kemudian pada tingkatan maqashid primer, skunder dan suplementer, berikut tentang lima macam hak primer: agama, jiwa, akal, keturunan, harta. Konsep yang dikembangkan al-Thufi masih kental dengan nuansa warisan al-Ghozali.



[1] Najm al-Din al-Thufi, al-Ta’yin fi Syarh al-Arba’in, Diterjemah Oleh : Ahmad Haj Muhammad Usman (Muassah al-Rayan,1998) Hal 237-238