Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat

SUDUT HUKUM | Menurut R. Supomo dalam bukunya yang berjudul Bab-bab tentang hukum adat dikatakan: Hukum adat adalah hukum non statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum agama. Hukum adat itupun melingkupi hukum-hukum yang berdasarkan keputusan hakim, yang berisi asas-asas hukum dan lingkungan, dimana ia memutuskan perkara. sedangkan pengertian hukum adat adalah sekelompok orang yang terkait oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Istilah hukum adat adalah terjemahan dari bahasa belanda: adatrecht.[1] Snouck hurgronje adalah orang pertama yang memakai istilah adatrecht itu.[2] Istilah adatrecht kemudian dikutip dan dipakai selanjutnya oleh van Vollehoven.[3] Sebelumnya, hukum adat itu dinyatakan dengan berbagai istilah seperti dalam perundang-undangan: godsdientige wetten, volksinstelingen en gebruiken Pasal 11AB.[4] Dalam perundang-undangan istilah adatrecht itu baru muncul pada tahun 1920, yaitu untuk pertama kali dipakai dalam Undang-Undang belanda.[5]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ciri pokok dari masyarakat hukum adat yaitu adanya kelompok manusia yang mempunyai batas wilayah tertentu dan kewenangan tertentu serta memiliki norma-norma atau aturan-aturan yang dipenuhi oleh kelompok manusia dalam wilayah tersebut.

Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat


Masyarakat hukum adat teritorial adalah masyarakat hukum berdasarkan lingkungan daerah, keanggotaan persekutuan seseorang tergantung pada tempat tinggalnya, apakah didalam lingkungan daerah persekutuan atau tidak. Sedangkan masyarakat hukum berdasarkan genealogis adalah persekutuan masyarakat hukum berdasarkan keturunan.


Ada tiga jenis masyarakat hukum adat yang structurnya bersifat teritorial:[6]
  1. Masyarakat hukum desa.
  2. Masyarakat hukum wilayah (persekutuan desa).
  3. Masyarakat hukum serikat bangsa (perserikatan desa).


Terdapat tiga jenis sistem kekeluargaan yang ada dalam masyarakat hukum adat indonesia:
  • Sistem Patrilineal, yaitu suatu masyarakat hukum dimana anggotanya menarik garis keturunanya keatas memalui bapak. Bapak dari bapak terus keatas sehingga dijumpai seorang laki-laki sebagai moyangnya.
  • Sistem Matrilineal, yaitu suatu sistem dimana masyarakat tersebut menarik garis keturunanya keatas melaui garis keturunan ke atas melalui garis ibu, ibu dari ibu terus keatas sehingga dijumpai seorang perempuan sebagai moyangnya.
  • Sistem Parental atau Bilateral adalah masyarakat hukum dimana para anggotanya menarik garis keturunan keatas melalui garis bapak dan garis ibu, sehingga dijumpai seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai nenek moyangnya.


Lingkungan hukum adat, dengan bagian-bagian lingkungan, suku, bangsa tempat kediaman dan daerahnya sebagaimana diuraikan tersebut berdasarkan kenyataan-kenyataan yang diketemukan atau diperkirakan dimasa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Dengan adanya perpindahan dari desa kekota, dari daerah satu kedaerah yang lain. Akibat pelaksanaan pembangunan secara besar-besaran, pencampuran penduduk dari berbagai suku bangsa dan sebagainya maka lingkungan hukum adat dan masyarakat hukum adat sudah banyak mengalami perubahan-perubahan.




[1] Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman pelajaran tata hukum Indonesia, 1961, hlm. 59-60 dan 66-67
[2] C. Snouck Hurgronye, De Atjehers, 1893-1894, hlm 16
[3] C. Van Vollenhoven, Het Adatrecht van Nederlandsch Indie, 1918, hlm. 7-9
[4] Singkatan dari Algemene Bepalingen van Wetgeving voo indonesie, Indisch Staatsblad (ind. stbl), 1847 nr 23
[5] Dikutip dari E. Utrecht, Pengantar dalam hukum Indonesia, 1959, hlm. 250 noot 49
[6] Prof. Bushar Muhammad, S. H. 2003. Asas-asas hukum adat, Jakarta: PT Pradnya Paramita, hlm 28