Teori Pendekatan Seni dan Intuisi

SUDUT HUKUM | Penjatuhan hukuman oleh hakim merupakan kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana atau dalam perkara perdata, hakim akan melihat keadaan pihak yang berperkara, yaitu penggugat dan tergugat, dalam perkara perdata, dan pihak terdakwa atau Penuntut Umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh Instink atau Intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.


Dalam praktik peradilan, kadangkala teori ini dipergunakan hakim dimana pertimbangan akan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara perdata, di samping dengan minimum 2 (dua) alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim.

Akan tetapi, kayakinan hakim adakalanya sangat bersifat subjektif, yang hanya didasarkan pada Instink atau naluri hakim saja. Padahal hakim sebagaimana manusia biasa pada umumnya, dipengaruhi oleh keadaan jasmani dan rohani yang kadangkala menempatkan Instink atau naluri hakim menjadi sesuatu yang tidak benar, sehingga dikuatirkan terjadi kekeliruan atau kesesatan dalam putusan yang dijatuhkan oleh hakim tersebut, sehingga akan menjadi putusan yang salah atau yang sesat, yang dapat menimbulkan polemik yang berkepanjangan dalam masyarakat, yang pada akhirnya putusan tersebut akan banyak mudharatnya daripada manfaatnya. Oleh karena itulah, hakim harus berhati-hati dalam menggunakan teori ini, yang hanya mengandalkan pada seni dan Intuisi semata dari hakim sendiri.