Kewajiban Shalat Jum’at dalam Pasal 8 dan Pasal 21 Qanun NAD

SUDUT HUKUM | Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syari’at Islam bidang aqidah, ibadah dan syi’ar Islam, disebutkan dalam pasal 8 dan pasal 21 yaitu tentang kewajiban melaksanakan

shalat Jum’at:

Pasal 8 Berbunyi :1. Setiap orang Islam yang tidak mempunyai uzur syar’i wajib menunaikan shalat Jum’at2. Setiap orang, instansi pemerintah, badan usaha dan atau institusimasyarakat wajib menghentikan kegiatan yang dapat menghalangi atau mengganggu orang Islam melaksanakan shalat Jum’at.


Pasal 21 Berbunyi :1. Barangsiapa tidak melaksanakan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar’i sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara paling lama enam bulan atau dicambuk di muka umum paling banyak tiga kali.2. Perusahaan pengangkutan umum yang tidak memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa untuk melaksanakan shalat jum’at sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) di Pidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan izin usaha.


Dalam pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang Islam yang tidak mempunyai uzur wajib untuk melaksanakan shalat Jum’at, kewajiban melaksanakan shalat Jum’at diwajibkan untuk orang Islam yang tidak mempunyai uzur syar’i, uzur syar’i ini adalah keadaan yang menurut fiqh membolehkan seseorang tidak menghadiri shalat Jum’at, seperti musafir, sakit atau melakukan tugas “Darurat “ seperti perawat atau dokter Jaga.

Kewajiban Shalat Jum’at dalam Pasal 8 dan Pasal 21 Qanun NAD



Akan tetapi bila mempunyai uzur boleh meninggalkan shalat Jum’at karena sakit yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan shalat Jum’at, musafir yaitu orang yang dalam bepergian jauh yang dalam bepergiannya di bolehkan oleh syara’ untuk meninggalkan shalat Jum’at dengan mengganti shalat Dzuhur, atau dalam tugas “darurat” yang tidak mungkin untuk ditinggalkan untuk melaksanakan shalat Jum’at seperti perawat atau dokter jaga.

Sedangkan dalam pasal 8 ayat (2) disebutkan bahwa instansi pemerintah adalah instansi sipil dan militer, kantor pemerintah dan swasta serta badan usaha wajib memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan shalat Jum’at, lebih dari itu semua kegiatan harus dihentikan kecuali yang menyangkut kepentingan umum dan “Darurat” (emergency), dan masjid-masjid dianjurkan untuk menyediakan tempat shalat Jum’at bagi orang Perempuan.

Pasal tersebut berhubungan erat dengan pasal 21 ayat (2) menyatakan bila badan usaha seperti perusahaan pengangkutan umum tidak memberi kesempatan kepada pengguna jasa dan fasilitas untuk melaksanakan shalat fardu atau shalat Jum’at sebagaimana dalam pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa perusahaan umum wajib memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa untuk melaksanakan shalat jum’at atau fardu maka dalam pasal 21 ayat (2) menyatakan sebagai pidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan izin usaha.

hal tersebut menandai ketika adzan shalat Jum’at dikumandangkan, maka segala jenis kegiatan di Propinsi Nangroe Aceh Darusalam harus dihentikan, kecuali hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan darurat, sebagaimana yang dilakukan oleh warga Banda Aceh yang dilakukan oleh kaum perempuan yang tak tinggal diam bila melihat kaum laki-laki tidak segera melaksanakan shalat Jum’at, beberapa rombongan kaum ibu dengan dengan mengendarai truk lengkap dengan pentungan merazia dan menghardik orang laki-laki yang tengah asik di kedai kopi sementara adzan shalat Jum’at dikumandangkan.

Sedangkan dalam pasal 21 ayat (1) menyebutkan setiap orang Islam yang dengan sengaja tanpa uzur meninggalkan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut dihukum dengan hukuman ta’zir yaitu hukuman penjara selama enam bulan atau di cambuk tiga kali di muka umum, Maksud ta’zir ini adalah hukuman yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran syari’at Islam selain hudud atau qhisos atau diyat seperti judi, khalwat, dan meninggalkan shalat Jum’at.

Penjatuhan hukuman ta’zir ini dapat dilaksanakan setelah melalui proses peringatan oleh Wilayatul Hisbah, dan dengan mempertimbangan keadaan lingkungan sosial dari orang yang bersangkutan, hukuman ta’zir ini dimaksudkan untuk pendidikan dan pembinaan dan bukan semata-mata penghukuman dan atau penjara saja.

Wilayatul Hisbah ini adalah badan yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan syari’at Islam yang bertujuan untuk membina dan memelihara keimanan dan ketaqwaan individu dan masyarakat dari pengaruh ajaran sesat di samping untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ibadah serta penyediaan fasilitas yang akan menghidupkan dan menyemarakkan kegiatankegiatan guna meningkatkan suasana dan lingkungan yang Islami.