Sistem Pengawasan Kehakiman

SUDUT HUKUM | Kekuasaan kehakiman sebagai instrumen utama dalam sistem berhukum bangsa, patutlah tercipta independensi yang bebas dan merdeka (independency of judiciary). Hal ini harus mendapat jaminan konstutisional yang kuat agar hakim bebas dari tekanan luar, bujukan, gangguan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini berkaitan dengan tugas dan wewenang seorang hakim sebagai pencipta keadilan bagi masyarakat.

Sebagai unsur yang menggerakkan syaraf-syaraf keadilan hakim, independensi adalah juga paradigma, sikap, etos dan etika sehingga keseluruhan totalitas fisik dan non fisik hakim sebagai wakil Tuhan penegak keadilan di muka bumi memiliki legalitas moral, sosial dan spiritual.

Sistem Pengawasan Kehakiman

Agar independensi dapat diemban dengan baik dan benar, hakim harus memiliki kendali pikiran yang bisa memberikan arahan dalam berpikir dan bertindak dalam menjalankan aktifitas kehakimannya, yaitu falsafah moral (moral philosophy). Faktor falsafah moral inilah yang penting untuk menjaga agar kebebasan hakim sebagai penegak hukum benar-benar dapat diterapkan sesuai dengan idealisme dan hakekat kebebasan tersebut. Dalam pengertian lain, independensi peradilan harus juga diimbangi dengan pertanggungjawaban peradilan (judicial accountability).

Demi menjaga kewenangan hakim di muka pengadilan tanpa mengusik independensi hakim serta menjaga perilaku dan martabat hakim, diberlakukan sistem pengawasan terhadap hakim.

Pengawasan Internal

Pengawasan Internal adalah pengawasan dari dalam lingkungan peradilan sendiri, yang merupakan salah satu fungsi pokok manajemen untuk menjaga dan mengendalikan agar tugas-tugas yang harus dilaksanakan dapat berjalan sebagaimana mestinya sesuai dengan rencana dan aturan yang berlaku.

Berdasarkan Surat Keputusan MA tersebut, dinyatakan bahwa Pengawasan Internal dimaksudkan untuk:

  • Untuk memperoleh informasi apakah penyelenggaran teknis peradilan, pengelolaan administrasi peradilan, dan pelaksanaan tugas umum telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • Untuk memperoleh umpan balik bagi kebijaksanaan, perencanaan, dan pelaksanaan tugas-tugas peradilan
  • Untuk mecegah terjadinya penyimpangan, mal administrasi, dan ketidakefisienan penyelenggaraan peradilan
  • Untuk menilai kinerja.
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Ketua MA RI No. : KMA/ 080 / SK / VIII / 2006, pada dasarnya Pengawasan Internal itu ada 2 (dua) jenis, yaitu Pengawasan Melekat dan Pengawasan Fungsional.

1. Pengawasan Melekat

Pengawasan Melekat adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus, dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara preventif dan represif, agar pelaksanaan tugas bawahannya tersebut berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada Pengadilan Tingkat Pertama yang berwenang dan bertanggungjawab dalam melaksanakan fungsi Pengawasan Melekat adalah:

  • Pimpinan Pengadilan Tingkat Pertama
  • Seluruh Pejabat Kepaniteraan
  • Seluruh Pejabat Struktural.

2. Pengawasan Fungsional

Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang khusus ditunjuk untuk melaksanakan tugas tersebut dalam satuan kerja tersendiri yang diperuntukkan untuk itu. Dilingkungan peradilan, pengawasan fungsioanal ini dilaksanakan oleh Badan Pengawasan MA RI.

Pengawasan Eksternal

KY adalah lembaga pengawas eksternal terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh badan peradilan dan hakim. Menurut A. Ahsin Thohari, argumen utama bagi terwujudnya (raison d’atre) KY di dalam suatu Negara hukum, adalah:

  • KY dibentuk agar dapat melakukan monitoring yang intensif terhadap kekuasaan kehakiman dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat dalam spektrum yang seluas-luasnya dan bukan hanya monitoring secara internal
  • KY menjadi perantara (mediator) atau penghubung antara kekuasaan pemerintah (executive power) dan kekuasaan kehakiman (judicial power) yang tujuan utamanya adalah untuk menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman dari pengaruh kekuasaan apapun juga khususnya kekuasaan pemerintah
  • Dengan adanya Komisi Yuidisial, tingkat efisiensi dan efektivitas kekuasaan kehakiman (judicial power) akan semakin tinggi dalam banyak hal, baik yang menyangkut rekrutmen dan monitoring hakim agung maupun pengelolaan keuangan kekuasaan kehakiman.
  • Terjaganya konsistensi putusan lembaga peradilan, karena setiap putusan memperoleh penilaian dan pengawasan yang ketat dari sebuah lembaga khusus (KY)
  • Dengan adanya KY, kemandirian kekuasaan kehakiman (judicial power) dapat terus terjaga, karena politisasi terhadap perekrutan hakim agung dapat diminimalisasi dengan adanya KY yang bukan merupakan lembaga politik, sehingga diasumsikan tidak mempunyai kepentingan politik.
Pengaturan kehadiran KY sebagai lembaga pengawasan eksternal perilaku hakim ditegaskan dalam pasal 34 ayat (3) UUKK 2004 yang sekaligus mengamanatkan kembali untuk membuat undang-undang khusus dalam menjalankan wewenang tersebut. Artinya, menggunakan teori pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam undang-undang Nomor 10 tahun 2004, kehadiran undang-undang KY yang bersifat lex spesialis dalam pengawsan hakim menjadi logis dan cukup mempunyai pijakan yuridis. Dan UUKY sebagai lex spesialis pengawasan perilaku hakim secara expressis menyebutkan bahwa KY mempunyai wewenang menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim dengan cara melakukan pengawasan.