Tata Urutan Atau Hirarki Peraturan Perundang-Undangan

SUDUT HUKUM | Pengaturan tentang tata urutan perundang-undangan dulunya diatur dalam Tap MPRS No. XX Tahun 1966 dimana bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia terdiri dari:
  • UUD RI 1945
  • Ketetapan MPR
  • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden dan
  • Peraturan-peraturanPelaksanaan lainnya seperti:

  1. Peraturan Menteri;
  2. Instruksi Menteri;
  3. dan lain-lainnya.

Diubah ke dalam Tap MPR No. III Tahun 2000 yang memuat tata urutan Perundang-undangan sebagai berikut:
    Tata Urutan/hirarki Peraturan Perundang-Undangan

  • Undang-Undang Dasar 1945
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI
  • Undang-Undang
  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden

Tap MPR No. III Tahun 2000 itu pun mengalami perubahan menjadi UU Nomor 10 Tahun 2004 yang bentuk dan susunannya terdiri dari:
  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
  2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
  3. Peraturan Pemerintah
  4. Keputusan Presiden
  5. Peraturan Daerah Provinsi

Saat ini hierarki perundang-undangan yang berlaku adalah UU Nomor 12 tahun 2011Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, yang tata urutannya adalah:
  • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
  • Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
  • Undang-Undang /Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
  • Peraturan Pemerintah
  • Keputusan Presiden
  • Peraturan Daerah Provinsi
  • Peraturan Daerah Kabupaten / Kota

Teori yang paling banyak mendapat perhatian dalam membahas mengenai hirarki perundang-undangan adalah teori Hans Kelsen. Teori tersebut kemudian dikembangkan oleh murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Melalui teori tersebut dapat memudahkan dalam memahami hirarki struktur hukum di Indonesia dari aspek hukum Indonesia. Hirarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Teori stufenbau des recht atau the hierarchy of norms yang dikemukakan Hans Kalsen dapat dimaknai sebagai beriikut:
  1. Peraturan perundang-udangan yang lebih rendah harus bersumber atau memiliki dasar hukum atau validasi dari suatu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
  2. Isi atau materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh minyimpangi atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Terkait dengan subtansi norma dasar, Hans Kalsen membedakan dua jenis norma atau sistem norma. Keduanya adalah sistem norma statis (the static system of norm) dan sistem norma dinamis (the dinamic system of norm). Sistem norma statis adalah sistem yang melihat suatu norma dari segi isi atau materi muatan norma itu sendiri. Isinya menunjukan kualitas yang terbukti secara langsung menjamin validitasnya. Sedangkan, sistem norma dinamis adalah sistem yang melihat suatu norma yang pembentukannya sesuai dengan prosedur oleh yang ditentukan konstitusi. Dengan perkataan lain norma dalam perspektif sistem norma dinamis adalah norma yang dilahirkan oleh pihak yang berwenang untuk membentuk norma tersebut yang tentu saja bersumber dari norma yang lebih tinggi.

Teori Nawisaky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung. Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
  1. Norma fundamental negara
  2. Aturan dasar negara
  3. Undang-undang formal. dan
  4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom.

Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara. Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari konstitusi suatu negara.

Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai staatsgrundnorm melainkan Staatsfundamentalnorm, atau norma fundamental negara. Teori Nawiasky tersebutdapat dibandingkan dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia. Melalui perbandingan antara kedua teori tersebut menunjukkan bahwa struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan menggunakan teori Nawiasky adalah:
  • Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945).
  • Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi Ketatanegaraan.
  • Formell gesetz: Undang-Undang.
  • Verordnung en Autonome Satzung: Secara hierarkis mulai dari Peraturan Pemerintah hingga Keputusan Gubernur, Bupati atau Walikota.

Pancasila dilihatnya sebagai cita hukum (rechtsidee) merupakan pengemudi. Hal ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide yang tercantum dalam Pancasila, serta dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari apa yang tercantum dalam Pancasila.Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staats-fundamentalnorm berarti menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jika demikian, Pancasila tidak termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi.