Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

SUDUT HUKUM | Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan. Teori- teori tersebut pada hakekatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahata, namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda antara satu teori dengan teori lainnya.
Teori-teorikriminologi tentang kejahatan, sebagai berikut:

Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan


1. Teori Klasik
Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan tersebar di Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik. Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang. Setiap manusia berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang mendatangkan kesenangan dan mana yang tidak.

Menurut Beccaria (Made Darma Weda, 1996 :15) bahwa :

Setiap orang yang melanggar hukum telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit yang diperoleh dari perbuatan tersebut. That the act which I do the ct wich I think will give me most pleasure”.

Lebih lanjut Beccaria (Darma Weda, 1996 : 21) menyatakan bahwa: “Semua orang yang melanggar UU tertentu harus menerima hukuman yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya miskinnya, posisi sosial dan keadaan-keadaan lainnya. Hukuman yang dijatuhakan harus sedemikian beratnya‟.
Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman.
Konsep keadilan menurut teori ini adalah suatu hukuman yang pasti untuk perbuatan-perbuatan yang sama tanpa memperhatikan sifat dari sifat si pembuat dan tanpa memperhatikan pula kemungkinan adanya peristiwa-peristiwa tertentu yang memaksa terjadinya perbuatan tersebut.
2. Teori Neo Klasik
Teori neo kalsik ini sebenarnya merupakan revisi atau perubahan teori klasik. Dengan demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari konsepsi-konsepsi umum tentang sifat-sifat manusia yang berlaku pada waktu itu. Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia mahluk yang mempunyai rasio yang berkehendak bebas karenanya bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa ketakutannya terhadap Ciri khas teori neo-klasik (Darma Weda, 1996 :30) adalah sebagai berikut:

a. Adanya perlunakan/perubahan pada doktrin kehendak bebas, kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:
1. Patologi, ketidak mampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain- lain. Keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya.
2. Premiditasi niat, yang dijadikan ukuran dari kebebasan kehendak, tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal yang aneh, sebab jika benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih bebas untuk memilh daripada residivis yang terkait dengan kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan berat.
b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang merubah ini dapat berupa fisik (cuaca, mekanis, dan seb againya). Keadaan- keadaan lingkungannya atau keadaan mental dan individu.
c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja. Sebab-sebab utama untuk mempertanggung jawabkan seseorang untuk sebagian saja adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.
d. Dimasukkan persaksian/keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk menentuakn besarnya tanggung jawab, untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo-klasik, tampak bahwa teori neo- klasik menggambarkan ditinggalkannya kekutan yang supra-natural, yang ajaib (gaib), sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya pelaksanaan Hukum Pidana. Dengan demikian teori-teori neo-klasik menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistik terhadap prilaku/tingkah laku manusia.

Gambaran mengenai manusia sebagai boneka yang dikuasai oleh kekuatan gaib digantinya dengan gambaran manusia sebagai mahluk yang berkehendak sendiri, yang berkehendak atas dasar rasio dan intelegensiadan karena itu bertanggung jawab atas kelakuannya.

3. Teori Kartografi/geografi
Teori ini berkembang di Perancis, Inggris, Jerman. Teori ini mulai berkembang pada tahun 1830 – 1880 M. Teori ini sering pula disebut sebagai ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara sosial.

Menurut teori ini, kejahatan merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain bahwa kejahatan itu muncul di sebabkan karena faktor dari luar manusia itu sendiri.

4. Teori Sosialis
Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih menekankan pada determinasi ekonomi. Menurut para tokoh ajaran ini, kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Berdasarakan pendapat tersebut diatas, maka untuk melawan kejahatan itu haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya kejahatan.

5. Teori Tipologis
Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan teori tipologis atau byo-tipologis. Keempat aliran tersebut mempunyai kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai asumsi bahwa terdapat perbedaan antara orang jahat dan orang yang tidak jahat. Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:

a. Teori Lombroso/mazhab Antropologis
Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut Lombroso, kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya (Yesmil Anwar, 2010:55).

Adapun beberapa proposisi yang dikemukakan oleh Lombroso (Made Darma Weda, 1996 : 16) yaitu :
  • Penjahat dilahirkan dan mempunyai tipe-tipe yang berbeda;
  • Tipe ini biasa dikenal dari beberapa ciri tertentu seperti : tengkorak yang asimetris, rahang bawah yang panjang,hidung yang pesek, rambut janggut yang jarang, dan tahan terhadap rasa sakit;
  • Tanda-tanda lahiriah ini bukn penyebab kejahatan tetapi merupakan tanda pengenal kepribadian yang cenderung mempunyai prilaku kriminal;
  • Karena adanya kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari melakukan kejahatan kecuali bila lingkungan dan kesempatan yang tidak memungkinkan;
  • Penganut aliran ini mengemukakan bahwa, penjahat seperti pencuri, pembunuh, pelanggar seks dapat dibedakan oleh ciri-ciri tertentu

Aliran Lombroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik dalam persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan kemudian membantah teori Tarde tentang theory of imitation (Le lois de’l imitation).
Teori Lombroso ini, dibantah oleh Goring dengan membuat penelitian perbandingan. Hasil penelitiannya tersebut, Goring menarik kesimpulan bahwa tidak ada tanda-tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penjahat, demikian pula tidak ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu tipe.

Menurut Goring ( Made Darma Weda, 1996 : 18) bahwa :

Kuasa kejahatan itu timbul karena setiap manusia mempunyai kelemahan/cacat yang dibawa sejak lahir, kelemahan/cacat inilah yang menyebabkan orang tersebut melakukan kejahatan”.

Dengan demikian Goring dalam mencari kuasa kejahatan kembali pada factor psikologis, sedangakan faktor lingkungan sangat kecil pengaruhnya terhadap seseorang.

b. Teori Mental Tester
Teori Mental Tester ini muncul setelah runtuhnya teori Lombroso. Teori ini dalam metodologinya menggunakan tes mental untuk membedakan penjahat dan bukan penjahat.
Menurut Goddard (Made Darma Weda, 1996:18) bahwa :

Setiap penjahat adalah orang yang otaknya lemah, karena otaknya orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum”.

Berdasarkan pendapat tersebut, teori ini memandang kelemahan otak merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab orang melakukan kejahatan.

c. Teori Sosiologis
Dalam member kuasa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran yang sangat bervariasi. Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis banyak dipengaruhi oleh teori kartografi dan sosialis. Teori ini menafsirkan kejahatan sebagai fungsi lingkungan social (crime as a function of social environment).

Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah, bahwa kelakuan jahat dihasilkan oleh proses-proses yang sama seperti kelakuan social. Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya.

d. Teori Lingkungan
Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab perancis. Menurut teori ini, seseorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor disekitarnya/lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, social, budaya, pertahanan keamanan termasuk pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi.

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku- buku serta film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan.
Menurut Tarde (Made Darma Weda, 1996:20) bahwa :

Orang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitation”.

Berdasarkan pendapat Tarde tersebut, seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut meniru keadaan sekelilingnya atau dalam artian karena adanya pengaruh negative dari lingkungan sekitar.

6. Teori Biososiologis
Teori dari aliran ini adalah A. D. Prins, Van Humel, D. Simons dan lain-lain. Aliran biososiologis ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aliran Antropologi dan aliran Sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis dan fisik dari penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

Faktor individu itu dapat meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya, keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, tempramen, kesehatan, dan minuman keras. Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu Negara misalnya meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan menghadapi siding MPR.

7. Teori NKK
Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang mencoba menjelaskan sebab terjadinya kejahatan di dalam masyarakat. Teori ini sering dipergunakan oleh aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyrakat.

Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah kerena adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak mungkin pula akan terjadi kejahatan.