Korelasi Iman, Islam, dan Ihsan

SUDUT HUKUM | Iman yang merupakan landasan awal, bila diumpamakan sebagai pondasi dalam keberadaan suatu rumah, sedangkan islam merupakan entitas yang berdiri di atasnya. Apabila iman seseorang lemah, maka islamnya pun akan condong, mungkin akan rubuh. Dalam realitanya mungkin pelaksanaan shalat akan tersendat-sendat, sehingga tidak dilakukan pada waktunya, atau malah mungkin tidak terdirikan, zakat tidak tersalurkan, puasa tak terlaksana, dan lain sebagainya. Begitu juga iman akan kokoh bila Islam seseorang ditegakkan.


Karena iman terkadang bisa menjadi tebal, kadang pula menjadi tipis, karena amal perbuatan yang mempengaruhi hati. Sedang hati sendiri merupakan wadah bagi iman itu. Jadi, bila seseorang tekun beribadah, rajin taqarrub, maka akan semakin tebal imannya, sebaliknya bila seseorang berlarut-larut dalam kemaksiatan, berlumur dosa, maka akan berdampak juga pada tipisnya iman.


Dalam hal ini, Sahabat Ali ra. pernah berkata, yang artinya: “Sesungguhnya iman itu terlihat seperti sinar yang putih, apabila seorang hamba melakukan kebaikan, maka sinar tersebut akan tumbuh dan bertambah sehingga hati (berwarna) putih. Sedangkan kemunafikan terlihat seperti titik hitam, maka bila seorang melakukan perkara yang diharamkan, maka titik hitam itu akan tumbuh dan bertambah hingga hitamlah (warna) hati”.


Adapun ihsan, bisa diumpamakan seperti hiasan rumah, rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah, sehingga menarik perhatian banyak orang. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlanya. Di sinilah hakikat dari ihsan.