Perubahan dan Perilaku Sosial

SUDUT HUKUM | Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan perubahan, baik mencolok atau tidak, terbatas maupun luas, lambat dan cepat. Kecendrungan seseorang melakukan perubahan, umumnya mengarah ke yang lebih baik, setidaknya untuk dirinya sendiri, walau juga dapat diterapkan untuk masyarakat yang lebih luas.

Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial sebagai perubahan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat, (dalam Soerjono Soekanto, 2006: 262). Sedangkan Gillin Gillin mengemukakan bahwa Perubahan perubahan sosial sebagai suatu variasi dari cara cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan karena kondisi geografis, kebudayaan materil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya disfungsi atau penemuan penemuan baru dalam masyarakat.

Secara singkat Samuel Koenig (1957: 279) mengatakan bahwa perubahan sosial menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi pada pola pola kehidupan manusia yang terjadi karena sebab sebab intern maupun sebab sebab ekstern. Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap, dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok masyarakat (Selo Soemardjan, 1964 : 486-497).

Menurut Soerjono Soekanto (2006 : 304) melemahnya norma-norma dan nilainilai dalam masyarakat dapat terjadi karena adanya perubahan yang menyebabkan masalah sosial, atau merupakan penyimpangan terhadap norma norma kemasyarakatan yang merupakan persoalan bagi masyarakat. Suatu masalah sosial adalah peranan- peranan sosial khusus yang dimiliki oleh individu di dalam masyarakat atas dasar tradisi, juga peranan atas dasar perbedaan kelamin yang dalam suatu proses perubahan mengalami kegoyahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang dapat melakukan penyimpangan norma-norma sosial untuk mencapai status (kedudukan) sosial yang lebih baik.

Menurut Soerjono Soekanto (2006: 210), secara umum kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam lingkungan pergaulannya, prestise nya, hak-hak serta kewajibannya, atau disebut juga tempat seseorang dalam pola tertentu.
Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan, yaitu sebagai berikut:
  • Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan, yang diperoleh berdasarkan kelahiran. Pada umumnya kedudukan seperti ini terdapat pada masyarakat yang tertutup, misalnya kerajaan, feodal.
  • Achieved status, kedudukan seseorang yang dicapai dengan usaha usaha yang disengaja, dan tidak diperoleh berdasarkan kelahiran. Kedudukan seperti ini bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari masing-masing individu dalam mengejar serta mencapai tujuannya.

Selain itu dapat dibedakan lagi satu macam kedudukan, yakni assigned status , yang merupakan kedudukan yang diberikan oleh seseorang atau lembaga tertentu. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi, terkadang kedudukan tersebut diberikan seseorang yang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu.

Hubungan dari berbagai macam kedudukan tersebut, biasanya yang selalu menonjol hanya satu kedudukan yang utama. Atas dasar itu, yang bersangkutan digolongkan ke dalam kelas kelas tertentu dalam masyarakat. Adakalanya, antara kedudukan yang dimiliki seseorang timbul pertentangan-pertentangan atau konflik (status conflict). Kedudukan seseorang atau kedudukan yang melekat padanya dapat terlihat pada kehidupan sehari-harinya melalui ciri ciri tertentu yang disebut prestise-symbol (status-symbol) (Soerjono Soekanto, 2006 : 212).

Gejala lain yang dewasa ini tampak dalam batas-batas waktu tertentu adalah gelar kesarjanaan. Gelar kesarjanaan mendapat tempat tertentu dalam sistem penilaian masyarakat. Karena gelar tersebut membuktikan bahwa yang memperolehnya telah memenuhi beberapa persyaratan tertentu dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersifat khusus. Hal ini mendorong terjadinya akibat yang negatif, yaitu yang dikejar bukanlah ilmu pengetahuannya, tetapi gelar kesarjanaannya. Dengan memiliki gelar tersebut menjadikannya status symbol tanpa mengiraukan bagaimana klasifikasi sesungguhnya.