Upaya Penanggulangan Kejahatan Narkotika

SUDUT HUKUM | Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan atau penanggulangan kejahatan narkotika termasuk bidang kajian “kebijakan kriminal”. Sudarto mengemukakan tiga arti kebijakan kriminal yaitu :
  • Dalam arti sempit, yakni keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana;
  • Dalam arti luas, yakni keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari Lembaga Pemasyarakatan;
  • Dalam arti paling luas, yakni keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan resmi yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Barda Nawawi Arief menjelaskan bahwa tujuan tersebut dapat di identifikasikan dalam hal-hal pokok sebagai berikut :
  1. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan menunjang tujuan (goal), kesejahteraan masyarakat/Social Welfare (SW) dan perlindungan masyarakat/Social Defence (SD). Aspek SW dan SD yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan/perlindungan masyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilai kepercayaan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
  2. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan harus dilakukan dengan pendekatan integral, ada keseimbangan sarana penal dan non penal. Di lihat dari sudut politik dan kriminal, kebijakan paling strategis melalui sarana “non penal” karena lebih bersifat preventif dan karena kebijakan “penal” memiliki kelemahan/keterbatasan (yaitu bersifat fragmentaris atau lebih bersifat represif dan harus didukung oleh infrastruktur dengan biaya tinggi).
  3. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan penal policy atau penal law enforcement policy yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya melalui beberapa tahap yakni tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi.

Berkaitan dengan uraian diatas maka pembentuk hukum dan perencana undang-undang dalam mempersiapkan peraturan hukum pidana harus berorientasi pada kepentingan masyarakat di masa mendatang dengan mengingat nilai-nilai sosial budaya dan struktural masyarakat.

Upaya Penanggulangan Kejahatan Narkotika


Suatu perumusan hukum pidana yang kurang baik akan berdampak pada kedua tahap berikutnya, sehingga tahap kebijakan formulatif atau legislative merupakan tahapan yang paling penting.

Upaya penanggulangan kejahatan ini dilakukan tidak semata-mata secara penal saja, tetapi juga dilakukan dengan upaya-upaya non penal agar lebih efektif dan efisien, dimana kedua upaya tersebut saling melengkapi dan saling mengisi satu sama lain. Dalam kerangka penanggulangan kejahatan ini tidak terlepas dari pemikiran bahwa hakekat dan tujuan penanggulangan kejahatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kejahatan (social defence policy), yang pada akhirnya guna mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare policy).

Dari sisi frekuensi, upaya penal bersifat temporal kondisional yang bekerja ketika suatu pelanggaran/kejahatan terjadi, sedangkan upaya non penal bersifat rutin atau continue yaitu tetap bekerja, baik pada saat tidak ada pelanggaran/kejahatan maupun setelah ada pelanggaran/kejahatan. Jika menbandingkan pola kerja keduanya tersebut, maka upaya penal merupakan ultimum remidium yang sebenarnya hanya mem-back-up upaya non penal saja.

Upaya penal lebih bersifat refresif yang bekerja setelah kejahatan terjadi dengan fokus utama pada pelakunya, sedangkan upaya non penal bersifat preventif yang bekerja sebelum kejahatan terjadi yaitu melakukan langkah-langkah antisipasi berupa tindakan pencegahan, yang diarahkan pada upaya menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

Pada dasarnya masalah strategi yang harus ditanggulangi menurut Barda Nawawi Arief, ialah menangani masalahmasalah atau kondisi sosial secara langsung atau tidak langsung yang dapat menumbuh suburkan kejahatan, ini berarti penanganan dan penggarapan masalahmasalah itu justru merupakan posisi kunci dan strategis dilihat dari sudut politik kriminal. Beberapa ahli hukum pidana berpendapat upaya non penal mempunyai
peranan kunci yang strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal atau politik hukum pidana dalam upaya pencegahan terjadinya suatu kejahatan.
Salah satu aspek yang patut mendapat perhatian adalah penggarapan masalah upaya penanggulangan kejahatan narkotika. Kejahatan narkotika merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan kerja sama multidisipliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten.
Kebijakan kriminal atau penanggulangan kejahatan pada hakekatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare) oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari politik kriminal adalah perlindungan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa politik kriminal pada hakekatnya juga merupakan bagian integral dari politik sosial.

Usaha penanggulangan kejahatan dapat dijabarkan sebagai berikut :
  • Pencegahan Penanggulangan Kejahatan (PPK) harus menunjang tujuan (goal), social welfare dan social defence. Di mana aspek social welfare dan social defence yang sangat penting adalah aspek kesejahteraan perlindungan masyarakat yang bersifat immaterial, terutama nilai kepercayaan, kebenaran, kejujuran/keadilan.
  • Pencegahan penanggulangan kejahatan dilakukan dengan pendekatan integral, ada keseimbangan sarana penal dan non penal.
  • Pencegahan penanggulangan kejahatan dengan sarana penal atau penal law enforcement policy yang fungsionalisasi/operasionalisasinya melalui beberapa tahap : formulasi (kebijakan legislatif), aplikasi (kebijakan yudikatif), dan eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).

Upaya non penal dengan menjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat dari faktor-faktor kriminogen, merupakan potensi yang dapat dicoba untuk menangkal kejahatan, termasuk kejahatan narkotika, sehingga perlu dikembangkan seluruh potensi dan dukungan dari masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kejahatan narkotika.

Tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran yang terdapat dalam suatu daerah dapat menjadi salah satu faktor kondusif yang mendorong terjadinya kejahatan narkotika, disamping adanya kemudahan untuk memperoleh uang dengan menjadi kurir, pengedar atau bandar narkotika. Mereka yang miskin atau menganggur lebih mudah menjadi pengedar. Sedangkan mereka yang mempunyai uang atau mereka yang mampu, cenderung untuk menjadi pengguna atau penyalahguna narkotika.
Selanjutnya juga Barda Nawawi Arief mengemukakan bahwa usaha non penal didalam penanggulangan kejahatan lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.
Rujukan:
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Universitas Diponegoro. Semarang, 2001,
Djisman Samosir, Fungsi Pidana Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Bina Cipta, Bandung, 1992,
Aminal Umam, Ketidakadilan Dalam Penanganan Kejahatan Narkoba, Masalah Hukum Varia Peradilan, Edisi No.303, Ikahi, Jakarta, 2011,
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung,1986.