Jenis-jenis Delik aduan

SUDUT HUKUM | Pada umumnya delik aduan terbagi atas delik aduan yang absolut dan delik aduan yang relatif (nisbi).


1. Delik Aduan Absolut

Delik aduan absolut adalah delik aduan yang dalam keadaan apapun tetap merupakan delik aduan. Atau menurut kata-kata Vos : “Absolute zijn die, welke als regel allen op klchte vervolgbaar zijn ….”. Tindakan pengaduan di sini diperlukan untuk menuntut peristiwanya, sehingga semua yang bersangkutan dengan itu harus dituntut (Barda Nawawi Arief, 1984 ; 27).

Jenis-jenis Delik aduan

Delik aduan absolut terdapat pada beberapa pasal yang tersebar, antara lain delik penghinaan (Pasal 310 sampai dengan Pasal 319) dengan catatan bahwa penghinaan terhadap pejabat pada waktu ia sedang melakukan jabatan yang sah, dapat dituntut oleh Jaksa, beberapa delik kesusilaan (Pasal 284, 287, 293, dan 332) dan kejahatan membuka rahasia (Pasal 322 KUHP).



2. Delik Aduan Relatif

Delik aduan relatif adalah tiap kejahatan yang hanya dalam keadaan tertentu saja merupakan delik aduan, umumnya kejahatan itu bukanlah delik aduan melainkan kejahatan biasa. Pengaduan ini dilakukan bukan untuk menuntut peristiwanya tetapi karena itu merupakan delik aduan relatif (Nico Ngani, 1994 ; 261).

Kejahatan-kejahatan yang termasuk golongan kejahatan aduan ini adalah pencurian dalam keluarga (familie-diefstal). Pasal 367 dan delik-delik kekayaan (vermogensdelicten) yang kurang lebih sejenis, seperti pemerasan dan ancaman (Pasal 370 KUHP), penggelapan (Pasal 376), penipuan (Pasal 394 KUHP).

Adapun yang menjadikan alasan delik aduan relatif, sebagaimana yang ditetapkan dalam Wetboek van Strafrecht Belanda, Modderman, Menteri Kehakiman Belanda mengemukakan alasannya, yakni:

  • Alasan Susila, yaitu mencegah terjadinya pemerintah terpaksa menempatkan orang-orang yang mempunyai hubungan yang sangat dalam (intim) antara yang satu dengan yang lain berhadapan muka di depan Hakim Pidana.
  • Alasan Materiil (stoffelijk), yaitu de facto (feitelijk) ada semacam kondominium antara suami dan istri. (Barda Nawawi Arief, 1984 ; 28).