Terjadinya Perjanjian Jual Beli

SUDUT HUKUM | Pada Pasal 1458 KUHPerdata dikatakan bahwa jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, seketika setelahnya orang- orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya, meskipun kebendaan itu belum diserahkan, maupun haraganya belum dibayar.


Pasal 1458 tersebut di atas, yang menjadi unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang yang akan dijual dan harga atas barang itu sendiri, dimana pada saat kedua pihak sepakat mengenai barang dan harga, maka pada detik itu juga lahir perjanjian jual beli yang sah. Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian dalam KUHPerdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga (Subekti, 2003: 2).

Terjadinya Perjanjian Jual Beli


Kemudian, yang menjadi alat pengukur bahwa telah tercapainya penyesuaian kehendak untuk sepakat bagi para pihak adalah pernyataan-pernyataan yang telah dilakukan secara timbal balik oleh kedua belah pihak.


Dari pernyataan-pernyataan kedua belah pihak ini juga dapat ditetapkan hak dan kewajiban secara timbal balik diantara mereka. Prof. Subekti mengatakan, bahwa menurut ajaran yang sekarang dianut dan juga menurut yurisprudensi, pernyataan boleh dipegang untuk dijadikan dasar kesepakatan, adalah pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya.


Pernyataan yang terlihat jelas dilakukan dengan tidak sungguh-sungguh atau yang terlihat jelas mengandung kekhilafan atau kekeliruan, tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar kesepakatan. Maka, sudah tepatlah bahwa adanya perjumpaan kehendak (consensus) itu diukur dengan pernyataanpernyataan yang secara timbal balik telah dikeluarkan, demikian menurut Prof. Subekti.