Lauddin Marsuni, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andi Djemma Palopo Sulawesi Selatan mengatakan, pemilihan kepala daerah melalui DPRD itu bertentang dengan UUD NRI 1945 yang menganut paham pemilihan langsung. Berdasarkan argumentasi konstitusional melalui pendekatan ilmu hukum dengan menggunakan penafsiran sistematis, terlihat UUD NRI 1945 menganut paham pemilukada. UUD NRI 1945 dalam penafsirannya terlihat pemilihan secara langsung untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan langsung anggota legislatif (DPR, DPD dan DPRD), pemilihan langsung Kepala Daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) serta pemilihan langsung kepala desa.
Lebih lanjut Lauddin Marsuni mengatakan pemilihan Kepala Daerah melalui DPRD sebagaimana diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2014 yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI, merupakan suatu yang inkonstitusional atau bertentangan dengan alinea IV Pembukaan UUD NRI 1945, Pasal 1 Ayat (2) dan Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945. Secara teoritis kedaulatan rakyat bermakna kekuasaan yang dimiliki oleh individu warga negara RI dalam hal penentuan pemerintahan negara dan bersifat tunggal, absolut, tertinggi, tidak terbagi-bagi dan tidak diwakilkan. Ia mengemukakan, kata demokratis sebagaimana tercantum pada Pasal 18 Ayat (4) UUD NRI 1945 secara sistematis dan gramatikal adalah merupakan turunan dan penjabaran dari kata kedaulatan rakyat, yakni suatu bentuk atau mekanisme dalam sistem pemerintahan negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat.
Dengan adanya UU Pilkada ini sama dengan menghilangkan dan mencabut hak konstitusional warga negara Indonesia. Warga negara kehilangan hak dalam Pilkada untuk dipilih menjadi Kepala Daerah maupun hak untuk memilih karena kedua hak tersebut telah dirampas oleh DPR RI dan diserahkan ke DPRD. Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan oleh Hamdan Zoelva “Makna demokratis di sini tidak harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui pemilu”. Dari perbedaan dua pendapat ini dapat kita lihat adanya pro dan kontra ketika UU ini diundangkan, meskipun pada akhirnya presiden Susilo Bambang Yodhoyono mengeluarkan perpu Nomor 1 Tahun 2014 sebagai pengganti UU ini.
Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD dapat kita lihat mekanismenya sesuai dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014. Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD diselenggarakan melalui dua tahapan yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi;
- penyusunan program, kegiatan, dan jadwal Pemilihan
- pengumuman pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, dan bakal calon walikota;
- pendaftaran bakal calon gubernur, bakal calon bupati, dan bakal calon walikota;
- penelitian persyaratan administratif bakal calon gubernur, bakal calon bupati, dan bakal calon walikota; dan
- uji publik tahap pelaksanaan meliputi;
- penyampaian visi dan misi;
- pemungutan dan penghitungan suara; dan
- penetapan hasil pemilihan.
- bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan tingkat atas atau sederajat;
- telah mengikuti uji publik;
- berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk calon gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk calon bupati dan calon walikota;
- mampu secara jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di atas 5 (lima) tahun.
- tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
- tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
- menyerahkan daftar kekayaan pribadi;
- tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
- tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
- memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan memiliki laporan pajak pribadi;
- belum pernah menjabat sebagai gubernur, bupati, dan/atau walikota selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
- berhenti dari jabatannya bagi gubernur, bupati, dan walikota yang mencalonkan diri di daerah lain.
- tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota;
- tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.
- memberitahukan pencalonannya sebagai gubernur, bupati, dan walikota kepada Pimpinan DPR, DPD, atau DPRD bagi anggota DPR, DPD, atau DPRD;
- mengundurkan diri sebagai anggota TNI/Polri dan PNS sejak mendaftarkan diri sebagai calon.
- berhenti dari jabatan pada Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah; dan
- tidak berstatus sebagai anggota Panlih gubernur, bupati, dan walikota
Pengisian wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota dilaksanakan paling lambat 1 (satu) bulan setelah pelantikan gubernur, bupati, dan walikota. Masa jabatan wakil gubernur, wakil bupati, dan wakil walikota berakhir bersamaan dengan masa jabatan gubernur, bupati, dan walikota. Wakil gubernur,