Perkembangan Hukum Udara Indonesia

SUDUT HUKUM | Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan bertujuan mewujudkan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat, memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional, membina jiwa kedirgantaraan, menjunjung kedaulatan negara, menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional, menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional, memperkokoh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara, meningkatkan ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa, serta berasaskan manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan.

Sumber-Sumber Hukum Penerbangan di Indonesia antara lain:

  • Perjanjian-perjanjian internasional sebagai sumber hukum udara dan hukum penerbangan tidak dapat diabaikan juga di Indonesia. Misalnya ordonansi pengangkutan udara yang sebagaimana dikatakan diatas merupakan salah satu peraturan penerbangan yang terpenting adalah berdasarkan, kalau hendak dikatakan hampir merupakan turunan semata-mata dari pada perjanjian warsawa yaitu perjanjian yang lebih dikenal dengan nama warsa convenstion. Sebagai sumber hukum penerbangan ketiga di Indonesia persetujuan-persetujuan pengangkutan. Sebagai suatu organisasi internasional, dalam man tergabung sebagian besar dari pada pengangkutan-pengangkutan udara seluruh dunia ang besar-besar, maka IATA (international Air Transport Association) mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap anggota-anggotanya.
  • Sumber hukum terakhir ialah ilmu pengetahuan. Telah menjadi suatu pendapat yang umum dalam dunia ilmu hukum, bahwa ilmu pengetahuan merupakan suatu sumber hukum.

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, beberapa peraturan yang mengatur tentang penerbangan dan yang berhubungan diantaranya adalah:

  1. Undang Undang No. 15 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
  2. Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan KeselamatanPenerbangan
  3. Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
  4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan
  5. Undang-undang Penerbangan yang disahkan pada tanggal 17 Desember 2008.
Untuk itu diperlukan adanya Undang-Undang negara untuk mengantisipasinya baik ruang udara di wilayah ruang udara Indonesia secara keseluruhan maupun ruang udara diatas ALKI; a. Kedaulatan negara di ruang udara, wilayah kedaulatan, zona tambahan, ZEE dan landas kontinen; 1) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, pada Bab III Kedaulatan Atas Wilayah Udara pada: a) Pasal 4 menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah udara Republik Indonesia.

Sebagai negara berdaulat, Republik Indonesia memiliki kedaulatan penuh dan utuh di wilayah udara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional. Ketentuan dalam Pasal ini hanya menegaskan mengenai kewenangan dan tanggung jawab negara Republik Indonesia untuk mengatur penggunaan wilayah udara yang merupakan bagian dari wilayah dirgantara Indonesia sedangkan mengenai kedaulatan atas wilayah Republik Indonesia secara menyeluruh tetap berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia.

Pasal 5 menyatakan bahwa dalam rangka penyelenggaraan kedaulatan negara atas wilayah udara Republik Indonesia, Pemerintah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab pengaturan ruang udara untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, penerbangan dan ekonomi nasional.

Wilayah udara yang berupa ruang udara di atas wilayah daratan dan perairan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional sehingga harus dimanfaatkan bagi sebesar – besar kepentingan rakyat, bangsa dan negara;

Pasal 6 menyatakan bahwa: (1) Untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara serta keselamatan penerbangan, pemerintah menetapkan kawasan udara terlarang. Kewenangan menetapkan kawasan udara terlarang merupakan kewenangan dari setiap negara berdaulat untuk mengatur penggunaan wilayah udaranya, dalam rangka pertahanan keamanan negara dan keselamatan penerbangan. Kawasan udara terlarang dalam ketentuan ini mengandung dua pengertian yaitu: (a) Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat tetap (prohibited area) karena pertimbangan pertahanan dan keamanan negara serta keselamatan penerbangan. (b) Kawasan udara terlarang yang larangannya bersifat terbatas (restricted area) karena pertimbangan pertahanan keamanan dan keamanan atau keselamatan penerbangan atau kepentingan umum misalnya pembatasan ketinggian terbang, pembatasan waktu operasi dan lain lain.

Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang dan terhadap pesawat udara yang melanggar larangan dimaksud dapat dipaksa untuk mendarat di pangkalan udara atau Bandar udara di dalam wilayah Republik Indonesia.

Penegakan hukum terhadap ketentuan ini dilakukan dengan menggunakan pesawat udara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang pertahanan dan keamanan. Pasal 7 menyatakan: (1) fungsi ruang udara sebagai wilayah kedaulatan, batas ketinggian ruang udara nasional sampai 110 (seratus sepuluh) kilometer dari permukaan laut di atas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penetapan batas ruang udara nasional sampai ketinggian 110 (seratus sepuluh) kilometer dari permukaan laut didasarkan pada sifat fisik ruang udara dan antariksa. Penetapan batas ruang udara nasional merupakan wujud dari pelaksanaan Pasal 25A UUD 1945; (2) Fungsi ruang udara sebagai lingkungan, merupakan ruang atau wadah bagi keberlang-sungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya; (3) Fungsi ruang udara untuk kepentingan sosial dan ekonomi, pemanfaatannya ditujukan untuk kemakmuran rakyat serta pertahanan negara.

Fungsi ruang udara untuk kepentingan sosial dan ekonomi, antara lain untuk:

  • Penerbangan sebagai media penerbangan, alur atau pelintasan penerbangan, dan media telekomunikasi berkenaan penerbangan;
  • Telekomunikasi sebagai media jaringan telekomonikasi, sarana telekomunikasi, dan jalur dan jaringan telekomunikasi;
  • Frekuensi sebagai media jaringan frekuensi;
  • Kenavigasian sebagai media kenavigasian untuk sarana bantu navigasi, telekomunikasi pelayaran, hidrologi, alur atau pelintasan, pemandu keselamatan pelayaran;
  • Sumber energi listrik dan sebagai media untuk jaringan listrik;
  • Industri sebagai bahan baku utama dan/atau penolong industri;
  • Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai sarana dan prasarana laboratorium ruang udara;
  • Pendidikan sebagai media untuk menunjang sarana dan prasarana dalam pelaksanaan proses belajar jarak jauh;
  • Pemetaan sebagai media untuk kegatan pemetaaan tentang kondisi daratan dan perairan;
  • Perekaman udara sebagai media untuk kegiatan perekaman untuk mendapatkan data dan informasi keadaan ruang udara nasional, daratan, dan perairan;
  • Survei sebagai media untuk melakukan survei dari udara berkenaan dengan kegiatan penelitian yang dilakukan di udara;
  • Pengindaraan jauh sebagai media untuk pengindaraan jauh tentang keadaan geologi, geodesi, topografi pertanian, kehutanan, dan perikanan laut;
  • Bangunan dan bangunan gedung, sebagai media untuk berdirinya bangunan jembatan, bangunan gedung, menara, dan sejenisnya;
  • Pemantauan dan/atau perubahan cuaca, sebagai media untuk melakukan pemantauan dan/atau perubahan cuara tentang keadaan cuaca dan/atau perkembangannya;
  • Olahraga udara sebagai media untuk melakukan kegiatan olahraga udara;
  • Wisata udara sebagai media untuk kegiatan wisata udara;
  • Periklanan.
Ketentuan mengenai penetapan kawasan udara terlarang dan tindakan pemaksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kedaulatan negara ruang udara di atas ALKI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan.

Pasal 4 menyatakan bahwa:

     Perkembangan Hukum Udara Indonesia

  • Kapal dan pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus melintas secepatnya melalui atau terbang di atas alur laut kepulauan dengan cara normal, semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung, cepat, dan tidak terhalang.
  • Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan, selama melintas tidak boleh menyimpang lebih dari 25 (dua puluh lima) mil laut ke kedua sisi dari garis sumbu alur laut kepulauan, dengan ketentuan bahwa kapal dan pesawat udara tersebut tidak boleh berlayar atau terbang dekat ke pantai kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) jarak antara titik-titik yang terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur laut kepulauan tersebut.
  • Kapal dan pesawat udara asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik Republik Indonesia, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas Hukum Internasional yang terdapat dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
  • Kapal perang dan pesawat udara militer asing, sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan, tidak boleh melakukan latihan perang-perangan atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi.
  • Kecuali dalam keadaan force majeure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia.
  • Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah
  • Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.

2) Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang hak dan kewajiban kapal dan pesawat udara asing dalam melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan yang ditetapkan, menyatakan bahwa:

  • Pesawat udara sipil asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus : (1) menaati peraturan udara yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional mengenai keselamatan penerbangan; (2) setiap waktu memonitor frekuensi radio yang ditunjuk oleh otorita pengawas lalu lintas udara yang berwenang yang ditetapkan secara internasional atau frekuensi radio darurat internasional yang sesuai.
  • Pesawat udara negara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan harus: (1) menghormati peraturan udara mengenai keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat a) huruf (1); (2) memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat a) huruf (2) dalam menegakkan kedaulatan dan hukum terhadap pelanggaran wilayah udara nasional, TNI Angkatan Udara mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk melakukannya.

Untuk penerapan tugas dan tanggung jawab tersebut Komando Pertahanan Udara Nasional (KOHANUDNAS) bertindak sebagai pelaksana operasi pertahanan udara aktif dan operasi pertahanan udara pasif Sesuai dengan Pasal 10 UU No 34 Tentang Tentara Nasional Indonesia yaitu:

  • Melaksanakan tugas TNI matra udara dibidang pertahanan
  • Menegakkan hukum dan menjaga keamanan wilayah udara yuridiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi
  • Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara
  • Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.
Undang-undang Penerbangan yang disahkan pada tanggal 17 Desember 2008 sangat menjanjikan terhadap pertumbuhan transportasi udara di Indonesia, karena undang-undang tersebut secara komprehensif mengatur pengadaan pesawat udara sebagaimana diatur dalam konvensi Cape Town 2001, berlakunya undang-undang secara extra-teritorial, kedaulatan atas wilayah udara Indonesia, pelanggaran wilayah kedaulatan yang lebih dipertegas, produksi pesawat udara, pendaftaran dan kebangsaan pesawat udara, kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, keselamatan dan keamanan di dalam pesawat udara, asuransi pesawat udara, independensi investigasi kecelakaan pesawat udara, pembentukan majelis profesi penerbangan, lembaga penyelenggara pelayanan umum yang sering disebut badan palayan umum (BLU), pengadaan pesawat udara sebagaimana diatur di dalam Konvensi Cape Town 2001, berbagai jenis angkutan udara baik niaga maupun bukan niaga dalam negeri maupun luar negeri, kepemilikan modal harus single majority tetap berada pada warga negara Indonesia , perusahaan penerbangan minimum mempunyai 10 (sepuluh) pesawat udara, 5 lima dimiliki dan 5 dikuasai, komponen tarif yang dihitung berdasarkan tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi dan biaya tambahan, pelayanan bagi penyandang cacat, pengangkutan barang-barang berbahaya (dangerous goods), ekspedisi dan keagenan, tanggung jawab pengangkut, konsep tanggung jawab pengangkut, asuransi tanggung jawab pengangkut, tanggung jawab pengangkut terhadap pihak ketiga (third parties liability), tatanan kebandarudaraan baik lokasi maupun persyaratannya, obstacles, perubahan iklim yang menimbulkan panas bumi, sumber daya manusia baik di bidang operasi penerbangan, teknisi bandar udara maupun navigasi penerbangan, fasilitas navigasi penerbangan, otoritas bandar udara, pelayanan bandar udara, keamanan penerbangan, lembaga penyelenggara palayanan navigasi penerbangan (single air service provider), penegakan hukum, penerapan sanksi administratif yang selama ini tidak diatur, budaya keselamatan penerbangan, penanggulangan tindakan melawan hukum dan berbagai ketentuan baru guna mendukung keselamatan transportasi udara nasional maupun internasional.