Pengertian Kekuasaan dan Sumber Kekuasaan

SUDUT HUKUM | Negara tanpa kekuasaan suatu hal tidak masuk akal, karena Negara tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan. Suatu Negara membutuhkan kekuasaan sebagai alat untuk meraih tujuan dari Negara tersebut.

Menurut Plato, kekuasaan adalah kesanggupan untuk meyakinkan (persuasi) orang lain agar orang lain yang telah diyakinkan itu melakukan apa yang telah diyakinkannya sesuai dengan kehendak orang yang melakukan persuasi.

Sedangkan Machiavelli berpandapat bahwasanya hukum adalah segala- galanya, beliau tidak setuju dengan pemikir-pemikir politik yang mengadakan pembatasan terhadap kekuasaan karena Negara ia menganggap bahwa hukum harus terlepas dari nilai-nilai etis , cultural dan religious. Negara harus benar- benar bebas (Negara kekuasaan).

Kemudian Aristoteles mengemukakan teori kekuasaannya yang berdasarkan konstitusi, yaitu dalam suatu Negara hukumlah yang memiliki kedaulatan yang tertinggi. Menurutnya inilah bentuk pemerintahan yang realitis dan praktis serta ideal terhadap suatu bangsa karena bersumberkan pada hukum berbeda dengan Plato yang menjadikan sumber kekuasaan adalah ide yang berasal dari pengetahuan seseorang sedangkan Machiavelli hanya meletakkan kekuasaan pada Negara, negaralah yang mengatur keseluruhan aspek kehidupan bernegara,

Negara itu sendirilah yang akan mencapai tujuannya, ada juga yang mengatakan bahwa sumber kukuasaan itu ada ditangan rakyat ini adalah pendapat penganut teori hukum alam yang dicetuskan oleh J.J. Rousseu (Negara demokrasi), sehingga yang memegang kekuasaan tertinggi adalah kedaulatan rakyat.

Pemikiran tentang Negara hukum telah muncul jauh sebelum terjadinya revolusi 1688 di Inggris, tetapi baru muncul kembali pada abad XVII dan mulai populer pada abad XIX. Latar belakang timbulnya pemikiran Negara hukum itu merupakan reaksi terhadap kesewenang-wenangan di masa lampau. Oleh karena itu unsur-unsur Negara hukum mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah dan perkembangan masyarakat dari suatu bangsa.

Negara-negara hukum di dunia memiliki latar belakang sejarah dan pemikiran yang berbeda-beda. Di Jerman, Rechtstaat adalah suatu bangunan hukum murni yang tidak berhubungan dengan politik. Teori Hans Kelsen yang dikenal “Reine Rechtslehre” (Ajaran Hukum Murni) memberikan landasan teori bagi konsep tersebut. Kelsen mengatakan, Negara adalah tidak lain suatu bangunan hukum. Dalam ajaran tersebut, teori Negara Hukum tidak lain berisi teori tentang hukum positif. Ajaran hukum murni tidak bicara mengenai suatu tatanan hukum yang spesifik melainkan suatu ajaran hukum yang bersifat umum.

Pemikiran Negara hukum pertama sekali dicetuskan oleh Plato dalam sebuah bukunya yang berjudul Nomoi dalam bukunya ini beliau mengemukakan bahwa penyelenggaraan Negara yang baik adalah berdasarkan pada pengaturan hukum yang baik. kemudian dilanjutkan oleh muridnya Aristoteles yang memberikan pemikiran bahwa yang memimpin dalam suatu Negara bukanlah manusia melainkan pemikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik atau buruknya suatu hukum. Oleh karena itu kepemimpinan yang ada dalam suatu Negara itu merupakan budaya, gaya hidup serta juga gambaran dari watak suatu bangsa.

Gagasan Negara hukum tersebut masih bersifat samar-samar dan tenggelam dalam waktu yang sangat panjang, kemudian muncul kembali secara lebih eksplisit pada abad ke-19, yaitu dengan munculnya konsep rechtstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh Imanuel Kant. Menurut Stahl, unsur- unsur Negara hukum adalah:
  • Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia,
  • Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu,
  • Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan,
  • Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Namun, masing-masing Negara hukum di dunia memiliki perbedaan unsur dari Negara hukum yang diterapkan, hal tersebut disebabkan sejarah dan latar belakang masyarakat Negara yang berbeda-beda. Sehingga melahirkan berbagai tipe Negara hukum, diantaranya Negara polisi, Negara hukum liberal, Negara hukum formal, dan Negara hukum materiil.

Dalam perkembagannya terdapat kolerasi yang jelas antara Negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Dengan kata lain, Negara harus ditopang dengan sistem demokrasi. Demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas Negara Hukum.

Dalam kajian historis, perkembangan tipe Negara hukum membawa konsekuensi terhadap peranan hukum administrasi Negara. Semakin sedikit campur tangan Negara dalam kehidupan masyarakat akan semakin kecil pula peranan hukum administrasi Negara di dalamnya. Sebaliknya dengan semakin intensifnya campur tangan Negara akan semakin besar pula peranan hukum administrasi Negara.

Secara teoritik asal kekuasaan Presiden dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
  1. Kekuasaan yang berasal dari pemberian pengakuan kekuasaan,
  2. Kekuasaan yang diperoleh melalui pelimpahan kekuasaan.

Dengan melihat teori tersebut di atas, kita dapat menarik pada bangsa kita sendiri yang kekuasaannya diberikan oleh rakyat kepada pemegang pemerintahan berdasarkan pada UUD 1945. Pemberian oleh rakyat tersebut menjadikan Indonesia adalah Negara yang berkedaulatan rakyat, sedangkan berdasarkan UUD 1945 ialah pernyataan bahwasanya Indonesia adalah Negara hukum. Indonesia adalah penganut paham teori kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat yang sumber kekuasaannya adalah hukum dan rakyat.
Oemar Senoadji berpendapat bahwa Negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri khas Indonesia. Karena pancasila harus diangkat sebagai dasar pokok dan sumber hukum, maka Negara hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara hukum pancasila. Salah satu ciri pokok dalam Negara hukum pancasila ialah adanya jaminan terhadap Freedom Of Religions atau kebebasan beragama. Tetapi kebebasan beragama di Negara hukum pancasila selalu dalam konotasi positif, artinya tiada tempat bagi ateisme atau propaganda anti agama di bumi Indonesia.

Padmo Wahyono menelaah Negara hukum pancasila dengan bertitik pangkal dari asas kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945. Dalam asas kekeluargaan maka yang diutamakan adalah rakyat banyak, namun harkat dan martabat manusia tetap dihargai. Pasal 33 UUD 1945 mencerminkan secara khas asas kekeluargaan ini. Dalam pasal ini ada suatu penjelasan bahwa yang penting adalah kemakmuran masyarakat.

Kedua pendapat ahli hukum diatas memberikan sumbangan bahwa Negara hukum Indonesia memiliki sistem yang berbeda dengan negara-negara lain yaitu Negara hukum pancasila yang di dalamnya terkandung makna bahwasanya Indonesia membebaskan kepada warga negaranya untuk memeluk agama yang diyakini oleh pemeluknya namun kebebasan itu juga tidak membenarkan adanya propaganda dalam kerukunan hidup beragama.

Kemudian Negara hukum Indonesia juga berdasarkan asas kekeluargaan. Pada dasarnya watak, adat kebiasaan suatu masyarakat tentulah terbentuk dari lingkup yang paling kecil sekali yaitu keluarga, oleh karena itu Indonesia menjadikan asas kekeluargaan yaitu dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat sebagai dasar untuk membentuk Negara hukum berdasarkan demokrasi di Indonesia.