Tindak Pidana Perbankan

SUDUT HUKUM | Pengertian istilah tindak pidana di bidang perbankan ialah tindak pidana yang terjadi di kalangan dunia perbankan, baik yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan maupun dalam perundang-undangan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah tindak pidana perbankan adalah tindak pidana yang hanya diatur dalam undang-undang perbankan, yang sifatnya intern. Beberapa kalangan berpendapat bahwa pengertian tindak pidana perbankan dan tindak pidana di bidang perbankan tidak perlu dibedakan mengingat tindak pidana perbankan merupakan kejahatan atau delik umum yang dilakukan di dalam lembaga perbankan.

Menurut Moch Anwar dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana di Bidang Perbankan membedakan pengertian tindak pidana perbankan dengan tindak pidana di bidang perbankan. Perbedaan tersebut didasarkan pada perlakuan peraturan terhadap perbuatan-perbuatan yang telah melanggar hukum yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha bank.

Selanjutnya dikatakan bahwa tindak pidana perbankan terdiri atas perbuatan- perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Tidak pidana di bidang perbankan terdiri atas perbuatan-perbuatan yang berhubungan dengan kegiatan dalam menjalankan usaha pokok bank, terhadap perbuatan mana dapat diperlakukan peraturan-peraturan pidana di luar Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, seperti KUHP.

Dari pengertian tersebut di atas maka dapat disimpulkan terdapat 2 pengertian yaitu:

  • Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan.
  • ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Perbankan, KUHP dan Peraturan Hukum Pidana Khusus seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 11 PNPS Tahun 1963 Tentang Subversi dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi.

Pasal 49 ayat (1)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pegawai Bank yang dengan sengaja:

  • membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ;
  • menghilangkan atau tidak memasukan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
  • mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
  • diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar rupiah).

Dalam Pasal 49 ayat (1) ini terdapat 3 delik yang merupakan TP Usaha Bank yaitu:

  • Membuat pencatatan palsu dalam pembukuan/laporan/rekening suatu bank (Window Dressing)
  • Menghilangkan atau tidak memasukan pencatatan dalam pembukuan/ laporan/ rekening suatu bank
  • Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan /laporan /rekening suatu bank

Pelaku Tindak Pidana Bank

Pada umumnya pelaku tindak pidana perbankan dibagi dalam beberapa kategori, yaitu :18

  • Perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang atau pun badan hukum yang melakukan praktik perbankan tanpa seizin Menteri Keuangan. Praktik perbankan yang dimaksud misalnya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro,deposito, sertifikat deposito, tabungan dan lain-lain (Pasal 46 UU No. 10 Tahun 1998).
  • Perbuatan pidana yang di lakukan oleh pegawai bank, komisaris ataupun direksi yang dengan sengaja ataupun lalai membuat laporan kepada Bank Indonesia mengenai usahanya mau pun neraca untung rugi secara berkala sesuai dengan tatacara yang ditentukan Bank Indonesia (Pasal 48 No. 10 Tahun 1998).
  • Perbuatan pidana yang di lakukan oleh komisaris, direksi ataupun pegawai bank dengan cara merusak, menghilangkan, mengaburkan, memalsukan, mengubah menjadi tidak benar segala sesuatu yang menyangkut “segala dokumen perbankan” (Pasal 49 Ayat 1 No. 10 Tahun 1998).
  • Perbuatan pidana yang dilakukan oleh komisaris, direksi atau pegawai bank yang menguntungkan diri sendiri atau keluarganya (karena menerima komisi/menerima sogok) dalam rangka pencairan kredit atau pemberian kredit yang melebihi batas, bank garansi dan segala macam yang menyangkut transaksi perbankan (Pasal 49 Ayat 2 No. 10 Tahun 1998).
  • Perbuatan pidana yang dilakukan oleh para terafiliasi karena kesengajaan yang membiarkan terjadinya pelanggaran undang-undang perbankan ataupun peraturan lainnya (Pasal 50 No. 10 Tahun 1998).

Pada umumnya dalam pelaksanaan tindak pidana yang terorganisir ini terdapat pembagian tugas di antara mereka yaitu sebagai koordinator, sponsor, ahli pemalsu warkat, ahli pemalsu tanda tangan, ahli pencukil nomor seri, ahli pemalsu identitas, nasabah bank baik dalam maupun di luar negeri. Tindak pidana yang telah terorganisir rapi ini pada umumnya menggunakan cara ”cut out” yaitu di antara para pelaku tidak saling kenal.

Keterlibatan Orang Dalam Bank

Dengan kemunculan bank-bank baru maka terjadilah persaingan yang ketat antar bank di dalam menjaring dan menyalurkanya kepada masyarakat. Dalam persaingan ini bank-bank menawarkan produk baru dengan pelayanan serta prosedur yang mudah dan cepat, sehingga tanpa disadari kurang diperhatikan aspek keamananya. Hal-hal yang demikian segera dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu untuk melakukan tindak pidana di bidang perbankan Disamping itu, mengingat pula kesadaran hukum masyarakat masih sangat rendah. Terjadinya tindak pidana di bidang perbankan, baik bank sebagai sarana maupun bank sebagai sasaran.

Pelaku tindak pidana perbankan merupakan orang bank itu sendiri yang dalam hal ini, karena hampir tidak akan terjadi pembobolan bank tanpa adanya keterlibatan orang dalam bank itu sendiri.19 Hal tersebut merupakan faktor kesalahan dari internal yang pada dasarnya dapat dicegah agar tidak terjadi. Sebaliknya kejadian eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar yang tidak mungkin dapat dihindari. Peristiwa menyebabkan timbulnya risiko bagi Bank yang bersumber dari eksternal seperti bencana alam, bencana akibat manusia seperti kerusuhan, krisis ekonomi global, krisis ekonomi lokal.