Apakah Suku “Mante” Dibebankan Hukum Syariat (Taklif)?

SUDUT HUKUM | Belakangan media sosial dihebohkan dengan penampakan suku mante yang dianggap sebagai suku asli Aceh sebelum masuknya pendatang. Bagi pihak yang meyakini keabsahan video yang beredar, mereka menganggap suku mante ini belum punah dan mereka hidup di pedalaman hutan.

Nah terlepas benar tidaknya informasi ini, menarik dikaji bagaimana status suku mante dalam pandangan syar’i andaikan suku ini benar masih ada dan mereka termasuk dari jenis manusia, apakah mereka juga dibebankan (taklif) hukum syariat seperti manusia lainnya? Atau mereka termasuk dalam golongan yang terlepas dari ikatan taklif hingga terlepas dari siksaan Allah di akhirat nanti.

Ternyata status suku Mante dalam tinjauan syariat sudah jauh-jauh hari dibahas secara lugas oleh Syeikh Ibrahim Al-Bajuri sebelum isu ini beredar dalam kitabnya Tuhfatul Murid, syarahan bagi nazam Matan al-Jauharah karya Syeikh Ibrahim al-Laqani.

Apakah Suku Mante Dibebankan Hukum (Taklif)


Syeikh Ibrahim Al-Bajuri menyebutkan ada 4 syarat baru seseorang ditaklifkan (dibebankan) hukum syariat, yaitu baligh, berakal, sampai dakwah dan memiliki indera yang sempurna. Keluar dari syarat ketiga orang-orang yang tidak sampai dakwah, yaitu mereka yang hidup di pedalaman hutan/pegunungan. Maka mereka tidak termasuk mukallaf berdasarkan pendapat yang kuat (Ashah).

Jadi dalam paparan Syaikh Ibrahim Al-Bajuri dapat dipahami bahwa suku Mante (menurut pendapat yang kuat) akan mendapatkan kelonggaran dan bebas dari tanggung jawab menjalankan hukum syariat disebabkan mereka tidak menerima dakwah. Wallahu A’lam…!!!