Dasar Hukum Mahar

SUDUT HUKUM | Mahar adalah pemberian pria kepada wanita sebagai pemberian wajib, untuk memperkuat hubungan dan menumbuhkan tali kasih sayang antara kedua suami istri. Hal ini berdasarkan al-Qur’an dan hadits, sebagaimana yang tercantum dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 4 yang berbunyi :

Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.”

Ayat di atas menegaskan bahwa apabila seorang laki-laki ingin menikahi seorang perempuan untuk dijadikan sebagai istri wajib atasnya untuk memberikan mahar atau maskawin.

Ayat yang lain juga disebutkan dalam surat yang sama yaitu ayat 24 :

Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.’’

Ayat ini menegaskan bahwa kehalalan memperoleh kenikmatan dari seorang istri yang dinikahi menjadi sempurna apabila telah diberikan hak wanita tersebut yaitu berupa mahar. Allah juga berfirman dalam surat al-Maidah ayat 5 berkaitan dengan kewajiban seorang suami untuk memberikan mahar kepada calon istrinya :

Dan dihalalkan mangawini wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya.”

Landasan hukum juga terdapat dalam hadits Nabi SAW, yang memperkuat statemen tentang kewajiban memberikan mahar kepada calon istri yaitu:

Dari ‘Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: perempuan siapapun yang menikah dengan tanpa izin dari walinya, maka pernikahannya batal, apabila suami telah mendzukhulnya, maka wajib baginya memberikan mahar untuk menghalalkan farjinya, namun apabila walinya tidak mau menikahkannya, maka penguasa menjadi walinya.” (dikeluarkan oleh empat perawi kecuali Nasa’i, dan dishahihkan oleh Abu ‘Awanah dan Ibnu Hiban dan Hakim).

Firman Allah SWT dan hadits Nabi SAW di atas menunjukkan bahwa mahar sangat penting meskipun bukan sebagai rukun nikah, namun setiap suami wajib memberi mahar sebatas kemampuannya. Ayat tersebut juga menjadi indikasi bahwa agama Islam sangat memberi kemudahan dan tidak bersifat memberatkan.