- Hendaknya memiliki kapabilitas untuk mengamban persaksian, telah baligh dan berakal.
- Dengan kehadiran mereka hendaknya terwujud makna pengumuman pernikahan.
- Hendaknya mampu menghargai pernikahan ketika menghadirinya.
- Berakal, tidaklah sah orang gila bersaksi dalam acara akad nikah, karena tujuan persaksian tidak terwujud, yaitu mengumumkan dan menetapkan pernikahan di masa datang ketika ada pengingkaran.
- Baligh, tidaklah sah persaksian anak kecil sekalipun sudah mumayyiz (tamyiz), karena kehadiran anak kecil tidak merealisasikan tujuan persaksian, yaitu mengumumkan dan menghargai prosesi pernikahan. Kedua syarat di atas sudah disepakati oleh para ulama‟. Kedua syarat tersebut dapat dikumpulkan dalam satu syarat, yaitu saksi harus orang yang mukallaf (mampu dibebani hukum)
- Berbilang, syarat ini telah disepakati oleh para ulama‟. Akad nikah tidak akan terlaksana dengan satu orang saksi saja.
- Laki-laki, ini merupakan syarat menurut mayoritas ulama‟ selain hanafiyah. Hendaknya saksi nikah itu dua orang lakilaki, pernikahan tidak sah dengan satu orang saksi perempuan.
- Merdeka, ini merupakan syarat menurut mayoritas ulama‟ selain Hanbilah. Hendaknya kedua saksi tersebut adalah orang yang merdeka, karena pernikahan tidak sah dengan persaksian dua orang budak laki-laki, karena budak tidak mempunyai hak wali terhadap dirinya sendiri.
- Adil, istiqamah dan senantiasa mengikuti ajaran-ajaran agama, sekalipun hanya secara lahiriyah. Yaitu orang yang melakukan tindakan kefasikan secara sembunyi-sembunyi.
- Islam, syarat ini telah disepakati oleh seluruh ulama‟. Kedua saksi harus dipastikan seorang muslim, tidak cukup dengan saksi yang Islamnya belum jelas. Syarat ini diberlakukan apabila kedua mempelai sama-sama Islam.
- Dapat melihat, ini syarat menurut ulama‟ Syafi‟iyyah dalam pendapat yang paling benar, oleh karena itu kesaksian orang buta ttidak dapat diterima. Argumen yang diajukan adalah bahwa perkataan atau ucapan tidak dapat diterima kecuali dengan dilihat secara langsung dan mendengarkannya.
- Dapat mendengar para pihak yang melakukan akad dan memahaminya.
Sebagaimana syarat-syarat saksi yang telah disebutkan sebelumnya, kemampuan saksi untuk melihat para pihak yang melakukan akad nikah tidak termasuk syarat. Oleh karena itu, akad nikah sah dengan dihadiri oleh saksi buta, karena alasan yang telah kami sebutkan dan bahwasanya orang buta tidak berpengaruh kecuali pada saat melakukan persaksian, karena sulit membedakan antara orang yang disaksikan (dua pihak yang melakukan akad). Ketahuilah, bahwa orang buta tidak tercela dalam bertindak sebagai wali nikah, tidak pula dalam qabul nikah untuk dirinya sendiri dan tidak dalam larangan untuk kebolehan menjadi saksi secara umum, maka orang buta termasuk orangorang yang tetap menjadikan sah nikah dengan kehadirannya.
Setiap orang yang layak atau sah menjadi wali dalam pernikahan dengan dirinya sendiri, maka dia patut untuk menjadi saksi.
Setiap orang yang memiliki qabul nikah untuk dirinya sendiri maka akad nikah sah dengan kedatangannya, apabila tidak memiliki qabul nikah untuk dirinya, maka tidak sah menjadi saksi.