Zakat atas Hasil Pertanian

SUDUT HUKUM | Di dalam al-Qur’an hanya beberapa macam saja yang disebutkan sebagai harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, seperti: emas dan perak, tanaman hasil bumi dan buah-buahan, binatang ternak, harta dagang, barang-barang tambang, dan kekayaan yang bersifat umum.

Dalam hal hasil pertanian, bahwa nishabnya adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg (gabah kering). Ausuq jamak dari wasaq, 1 wasaq = 60 sha’, sedangkan 1 sha’ = 2,176 kg, maka 5 wasaq adalah 5 x 60 x 2,176 = 652,8 kg. Apabila hasil pertanian tersebut termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dan lain-lain, maka nishabnya adalah 653 kg.

Zakat atas Hasil Pertanian



Jika hasil pertanian itu selain itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dan lain-lain, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di Indonesia makanan pokoknya adalah beras). Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata air (pengairan alami) adalah 10 %, sedangkan apabila diari dengan disirami/irigasi, maka zakatnya 5 %.

Menurut kesepakatan ulama, empat jenis tanaman yang wajib dizakati, yaitu jagung, gandum, kurma, dan anggur. Menurut sebagian ulama, hanya empat jenis itu yang wajib dizakati. Ini yang dianut oleh Ibnu Abi Laila,

Syufyan Tsauri, dan Ibnul Mubarak. Sedang menurut Malik dan Syafi’i, yang wajib dizakati adalah segala hasil tanaman yang dapat disimpan lama dan menjadi makanan pokok. Abu Hanifah berpendapat bahwa semua tanaman wajib dizakati, kecuali rumput, kayu bakar, dan bambu.

Perbedaan pendapat tersebut, yakni antara ulama yang mewajibkan zakat pada tanaman tertentu dengan ulama yang mewajibkan zakat pada segala tanaman yang menjadi makanan pokok, disebabkan oleh sudut pandang yang berbeda, yaitu apakah kewajiban zakat tersebut karena wujud benda, atau karena ciri khas nilai gunanya.

Ulama yang memandang zakat tersebut diwajibkan berdasar wujud bendanya berpendapat bahwa yang wajib dizakati hanyalah tanaman tertentu yang disebut dalam nash al-Qur’an dan hadis. Sedangkan ulama yang memandang zakat tersebut diwajibkan berdasar nilai gunanya berpendapat bahwa bukan tanaman yang disebut dalam nash itu saja yang dizakati, namun segala tanaman yang menjadi tanaman pokok. Adapun perbedaan pendapat antara ulama yang mewajibkan zakat pada segala jenis tanaman selain rumput, kayu bakar, dan bambu disebabkan oleh pertentangan qiyas dengan bunyi nash yang bermakna umum.

Hadis yang bermakna umum adalah:

telah mengabarkan kepada kami dari Sa’id bin Abu Maryam dari Abdullah Bin wahb dari Yunus bin Yazid dari az-Zugri dari Salim bin Abdilah dari Bapaknya ra dari Nabi Saw. bersabda: sesuatu (tanaman) yang diairi dengan hujan, zakatnya 1/10%, dan sesuatu (tanaman) yang diairi dengan upaya tenaga, zakatnya 1/20%.” (HR. Bukhari)


Kata “maa” dalam hadis itu bermakna umum. Ayat al-Qur’an yang bermakna umum adalah:

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang bersusunsusun dan yang tidak bersusun-susun, pohon kurma, tanam tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan berikanlah haknya (zakatnya) pada saat panennya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS. al-An’am: 141).


Adapun qiyasnya adalah bahwa zakat itu hanya dimaksudkan untuk menutup kebutuhan hidup yang mendesak, sedangkan kebutuhan hidup yang mendesak pada umumnya adalah makanan pokok.

Apabila qiyas ini dipergunakan untuk mentakhsis nash yang umum di atas, maka yang wajib dizakati hanyalah tanaman yang menjadi makanan pokok. Namun, apabila qiyas ini dikalahkan oleh nash yang umum itu, berarti yang bukan makanan pokok juga wajib dizakati. Hanya rumput, kayu bakar, dan bambu saja yang tidak wajib dizakati.

Ulama yang mewajibkan zakat pada makanan pokok, suatu saat berbeda pendapat dalam menentukan hukum zakat untuk suatu tanaman. Hal itu disebabkan oleh apakah tanaman tersebut dianggap makanan pokok atau tidak. Contohnya adalah buah zaitun. Sedangkan Malik berpendapat bahwa buah zaitun wajib .dizakati karena dianggap makanan pokok. Sedangkan Syafi’i berpendapat bahwa buah zaitun tidak wajib dizakati karena dianggap bukan makanan pokok seperti pendapatnya yang dikemukakan saat ia berada di Mesir. Pendukung Malik, sebagian mewajibkan zakat buah zaitun dan sebagian yang lain tidak mewajibkannya.

Ibnu Habib berpendapat bahwa ayat yang berbunyi: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang bersusun-susun dan yang tidak bersusun-susun.” (QS. al-An’am: 141) menunjukkan bahwa yang wajib dizakati adalah buah yang selain zaitun, namun pendapat in) lemah.