Hak Asasi Manusia di Indonesia

SUDUT HUKUM | Prof. Bagir Manan dalam bukunya “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” membagi perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan peniode setelah kemerdekaan (1945 – sekarang).

Periode sebelum kemerdekuan (1908-1 945)

Sebagai organisasi pergerakan, Boedi Oetomo telah menaruh perhatian terhadap masalah HAM. Dalam konteks pemikiran HAM, pam pemimpm Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada Pemerintah Kolonial maupun dalam tulisan yang dimuat surat kabar Goeroe Desa. Bentuk pemikiran HAM Budi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.

Selanjutnya, pemikiran HAM Pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir , Ahmad Soebardjo, A.A. Maramis dan sebagainya. Pemikiran HAM para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. Salah satu pemikiran dari Perhimpunan Indonesia seperti dalam pidato Mohammad Hatta:

Semenjak pasifik menunjukkan perkembangan ekonominya, sejak itu ia masuk pada pusat politik dunia. Pertentangan kekuasaan sudah mulai, yang akan berkembang menjadi drama-drama bangsa yang hebat, yang di masa sekarang kita belum dapat menggambarkannya. Karena apabila peperangan pasifik berdarah antara tinmr dan barat, tetapi juga akan menyudahi kekuasaan bangsa-bangsa kulit berwarna. Dimia akan memperoleh wajah baru yang lebih baik kalau dan pertempuran itu bangsa kulit berwarna mendapat kemenangan. Karena kelemah lembutan dan perasaan damainya bangsa kulit berwarna akan menjadi tanggungan untuk perdamaian dunia Dengan sendirinya perhubungan kolonial akan digantikan oleh masyarakat dunia yang di dalamnya hidup bangsa-bangsa merdeka yang berkedudukan sama “.

Selanjutnya, pemikiran HAM pada Sarekat Islam (organisasi kaum santri yang dimotori oleh H. Agus Salim dan Abdul Muis) menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang Iayak dan bebas dari penindasan dan diskriminasi rasial. Sedangkan pemikiran HAM dalam Partai Komunis Indonesia sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme Iebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi. Konsentrasi terhadap HAM juga ada pada Indische Partij. Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dari hak kemerdekaan. Sedangkan pemikiran HAM pada Partai Nasional Indonesia mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan (the right of self determination). Adapun pemikiran HAM dalam organisasi Pendidikan Nasional Indonesia ( organisasi yang didirikan Mohammad Hatta setelah Partai Nasional Indonesia dibubarkan dan merupakan wadah perjuangan yang menerapkan taktik non kooperatif melalui program pendidikan politik, ekonomi, dan social ) menekankan pada hak politik, yaitu hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum, serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan negara.

Pemikiran HAM juga terjadi dalam perdebatan di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohamad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Dengan demikian gagasan dan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian besar dan para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM, karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang sangat kuat.

Periode seielah kemerdekaan (1945-sekarang)Periode 1945-1950

Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih menekankan pada hak untuk merdeka (self determination), hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam Hukum Dasar Negara (konstitusi) yaitu UUD 1945. Bersamaan dengan itu pninsip kedaulatan rakyat dan negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagai sendi bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka.

Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang antara lain menyatakan:

  1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat;
  2. Pemenintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkanya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada Januari 1946.

Hal yang sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dan Sistem Presidensial (menurut UUD 1945) menjadi sistem Parlementer sebagaimana tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945.

Periode 1950-1959.

Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parmelenter. Pemikiran HAM periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu” kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata negara ini ada lima aspek.

  1. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing.
  2. Kedua, kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya.
  3. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dan demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, adil dan demokratis.
  4. Keempat, parlemen sebagal representasi kedaulatan rakyat melakukan kontrol yang semakin efektifterhadap eksekutif.
  5. Kelima, pemikinan HAM mendapatkan iklim yang kondusif dengan tumbuhnya kekuasaan membenikan ruang kebebasan.

Dalam perdebatan di Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang berbeda aliran dan ideologi sepakat tentang substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD serta menjadi bab tersendiri.

Periode 1959-1966.

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem Demokrasi Terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem Demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin), kekuasaan terpusat dan berada di tangan Presiden. Akibat dan sistem demokrasi terpimpm Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supra stuktur politik maupun dalam tataran infrastruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan hak politik seperti hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain telah tenjadi sikap restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan ) terhadap hak sipil dan hak politik warga.

Periode 1966-1998

Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM,

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970 sampai periode akhir tahun 1980, persoalan HAM di Indonesia mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemikiran Elit Penguasa pada masa ini sangat diwarnai oleh sikap penolakannya terhadap HAM sebagai produk Barat dan individualistik serta bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dan produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM. Selain itu, sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an tampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES No.50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Dampak dan sikap akomodatif pemerintah dan dibentuknya KOMNAS HAM sebagai lembaga independen adalah bergesernya paradigma pemerintah terhadap HAM dan partikularistik ke universalistik serta semakin kooperatifnya pemerintah terhadap upaya penegakan HAM di Indonesia.

Periode 1998-sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Demikian pula dilakukan pengkajian dan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Hasil dari pengkajian tersebut meriunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional, khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.

Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui tahap status penentuan yaitu telah ditetapkannya beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi negara (UUD 1945), Ketetapan MPR (TAP MPR), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Pada masa sekarang ini penghormatan dan pemajuan HAM mengalami perkembangan yang signifikan, dengan dirumuskan dalam amandemen UUD 1945 dari pasal 26 sampai pasal 34, kemudian terdapat sepuluh pasal khusus tentang HAM, yaitu pasal 28A sampai dengan pasal 28J, pada amandemen yang kedua tahun 2000.