Syarat dan Ketentuan Dalam Pembukaan Rahasia Bank

SUDUT HUKUM | Ketentuan yang mengatur tentang pembukaan rahasia bank telah diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang ditambahkan lagi dari Bank Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/pbi/2000 tentang Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah pasal 40–45 Undang-undang 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu sebagai berikut:

Pasal 40

(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpanan dan simpananya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tersebut berlaku juga bagi pihak terafiliasi.

Pasal ini menjelaskan bahwa apabila nasabah penyimpanan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah penyimpanan. Walaupun demikian, pemberian data dan informasi kepada pihak lain dimungkinkan yaitu berdasarkan Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.

Pasal 41

(1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang untuk mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
(2) Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal kepentingan perpajakan, bank dapat menginformasikan keterangan-keterangan dan bukti-bukti tertulis atas permintaan Menteri Keuangan melalui Pimpinan Bank Indonesia, dan pengecualian ini merupakan paksaan hukum demi kepentingan umum.

Pasal 41 A

(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan.

Pasal ini menjelaskan bahwa untuk penyelesaian piutang bank yang diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitur.

Pasal 42

(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
(3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka /terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pasal ini menjelaskan bahwa untuk kepentingan pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa, atau hakim sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3).

Pasal 42 A

(1) Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A dan Pasal 42.

Pasal 43

(1) Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam hal perkara antara bank dan nasabahnya, maka bank dapat memberikan informasi keuangan nasabah yang dalam perkara terssebut serta keterangan lain bersangkutan sengan perkara tersebut tanpa izin dari Menteri.

Pasal 44

(1) Dalam tukar menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
(2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.

Pasal ini menjelaskan bahwa dalam rangka tukar-menukar informasi antar bank, maka direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain dengan tujuan untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna mencegah terjadinya kredit rangkap serta untuk mengetahui keadaan dan status dari suatu bank.

Pasal 44 A

(1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
(2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.

Pasal ini merupakan ketentuan yang baru ditambahkan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengatur mengenai penyelesaian kewarisan. Dimana atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan, maka bank diperbolehkan / dapat memberikan informasi mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tersebut apabila ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.

Pasal 45

(1) Pihak yang merasa dirugikan oleh keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43 dan Pasal 44, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan.

Pasal ini menjelaskan bahwa apabila permintaan pembetulan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat yang diberikan oleh bank, maka masalah tersebut dapat diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke Pengadilan yang berwenang. Terdapat beberapa ketentuan yang menjadi dasar hukum sebagai landasan bagi rahasia bank agar dapat berlaku secara yuridis formal.

Adapun yang merupakan dasar hukum berlakunya rahasia bank adalah sebagai berikut:
  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
  • Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undangundang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/pbi/2000 tentang Tata Cara Pemberian Perintah Atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank.