Sanksi Hukum Money Politic

Dalam pemaparan berikut sanksi hukum money politic adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang adanya sanksi terhadap tindak pidana money politic. Tindak pidana money politic itu sendiri juga merupakan tindak pidana jenis pelanggaran terhadap Undang-undang yang telah disusun oleh KPU. Dan tindak pidananya merupakan delik aduan. Karena money politic adalah delik aduan maka pelanggaran tersebut hanya bisa ditindak lanjuti apabila ada pihak yang dirugikan.

Maka berdasarkan asas hukum Lex Specialis De raget Lex Generalis, artinya bahwa peraturan khusus dapat mengenyampingkan peraturan umum dan juga atas pertimbangan tujuan lahirnya Undang-Undang yang baru (Undang-Undang Pemilu), maka terhadap Tindak Pidana Pemilu yang setelah Undang-Undang Pemilu lahir (sejak tanggal 17 Desember 1969, untuk pertama sejak Orde Baru), yang akan diterpkan adalah Undang-Undang Pemilu, bukan KUHP.

Sanksi Hukum Money Politic


Hubungan antara ketentuan pidana dalam Pemilu dan tindak pidana yang diatur dalam KUHP; Jikalau Undang-Undang diubah setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya “berarti jika perbuatan dilakukan setelah Undang-Undang yang baru lahir, tidaklah perlu dipertimbangkan ketentuan yang mana yang lebih menguntungkan si tersangka. Sejalan dengan asas hukum Lex Posteriori Derogat Lex Priori, yang artinya Undang-Undang yang datangnya kemudian boleh menyimpang dari Undang-Undang yang dahulu.

Dari keterangan diatas kita dapat mengetahui bahwa perlu adanya hukuman yang lebih berat bagi pelanggar tindak pidana. Hal ini sesuai dengan peristiwa yang terjadi di Desa Jungsemi, Kec. Kankung, Kab. Kendal. Pelanggaran terhadap tindak pidana pemilu legislatif 2004 ini yang dilanggar
adalah Undang-Undang pemilu pasal 139 ayat (2) UU RI No. 12 tahun 2003 tentang pemilu di dalam ketentuan pidana. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua bulan) atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Dalam ketentuan administratif pasal 77 UU No.12 tahun 2003 tentang pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD yang menyatakan bahwa calon anggota DPRD/DPD (pasangan calon presiden dan/atau tim kampanye yang terbukti menjanjikan dana dan /atau memberi materi lainnya untuk untuk mempengaruhi pemilih dapat dibatalkan pencalonannya oleh KPU, sedangkan ketentuan pidananya pasal 139 ayat 2 UU No.12 tahun 2003 menyatakan, bahwa “setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam pidana 2-12 bulan penjara dan/atau denda Rp 1 – Rp 10 juta” .

Dalam Materi Sosialisasi Persiapan Pelaksanaan Pemilu 2004 Kabupaten Kendal juga menyebutkan “Selama masa kampanye sampai dilaksanakan pemungutan suara, calon anggota DPD, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran tersebut dinyatakan batal sebagai calon oleh KPU/KPU Provinsi/KP Kabupaten/Kota. (UU No. 12 Tahun 2003 Pasal 77 ayat 1-2) tentang kampanye pemilihan umum.

UU RI No 23 tahun 2003 Pemilihan Umum Presidan dan Wakil Presiden 2004 tentang kampanye dan dana kampanye dalam pasal 42 ayat 1 yang intinya menyebutkan bahwa “Pasangan calon dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih”. Dan diperjelas ayat 2 yang dimaksudkan apabila terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon.

Dalam pasal berikutnya yaitu pasal 90 ayat 2 Bab XII Ketentuan Pidana UU RI No.23 pemilihan umum presiden dan wakil presiden berbunyi

Setiap orang yang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih pasangan calon tertentu, atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya menjadi tidak sah, diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan atau paling lama 12 (dua belas) bulan dan atau denda paling sedikit RP 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau paling banyak Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)”.

Pasal 149 KUHP pada Bab IV tentang kejahatan terhadap melakukan kewajiban hak dan kenegaraan, menyebutkan “Barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dan pada ayat 2 nya pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap.

Cara tersebut ini biasanya berupa memilih seorang yang dicalonkan oleh yang menyuap itu. Pasal diatas diperjelas lagi oleh KUHP pasal 103 yang menyebutkan”pasal-pasal dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

Kesimpulan diatas, selain undang-undang khusus (lex specialis) yang telah disusun oleh KPU, dalam KUHP juga diperjelas oleh pasal diatas. Dari segi hukum kasus money politic belum tentu dapat dipersalahkan karena harus dibuktikan dari pengadilan, tetapi ada kaidah normatif yang mengagnggap money politic sesuatu yang negatif karena dapat merusak sistemdemokrasi yang sedang dibangun.

Menurut Romo Mudji money politic bukan saja secara moral salah dan menurut agama dilarang. Tetapi juga memiliki dampak kedepan yang sangat berbahaya untuk kepentingan bangsa ini. Jika yang dihasilkan adalah kekecewaan rakyat, maka sesungguhnya yang akan mengadili adalah rakyat
sendiri.