Akibat Hukum Akta Notaris

Akta notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka yang membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya perjanjian harus dipenuhi. Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat obyektif yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.

Akibat Hukum Akta Notaris


Akibat hukum tertentu jika syarat subyektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan sepanjang sepanjang ada permintaan oleh orang-orang tertentu atau yang berkepentingan. Syarat obyektif ini jika tidak dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum, tanpa perlu ada permintaan dari para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak mengikat siapa pun.

Syarat subyektif perjanjian dicantumkan dalam akta notaris dalam awal akta dan syarat obyektif dicantumkan dalam badan akta sebagai isi akta, Isi akta merupakan perwujudan dari Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai kebebasan berkontrak dan memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada para pihak mengenai perjanjian yang dibuatnya. Dengan demikian, jika dalam awal akta, terutama syarat-syarat para pihak yang menghadap notaris tidak memenuhi syarat subyektif, maka atas permintaan orang tertentu tersebut dapat dibatalkan. Jika dalam isi akta tidak memenuhi syarat objektif, maka dianggap membatalkan seluruh badan akta, termasuk membatalkan syarat objektif.

Syarat subjektif ditempatkan sebagai sebagai bagian dari awal akta, dengan alasan meskipun syarat subyektif tidak dipenuhi sepenjang tidak ada pengajuan pembatalan dengan cara gugatan dari orang-orang tertentu, maka isi akta yang berisi syarat objektif tetap mengikat para pihak, hal ini berbeda jika syarat objektif tidak dipenuhi, maka akta dianggap tidak pernah ada. Akta notaris wajib dibuat dalam bentuk yang sudah ditentukan oleh undang-undang hal ini merupakan salah satu karakter akta notaris. Kerangka notaris harus menempatkan syarat subyektif dan syarat objektif akta notaris yang sesuai dengan makna dari suatu perjanjian dapat dibatalkan dan batal demi hukum, oleh karena itu kerangka akta notaris harus terdiri:
  • Kepala atau awal akta, yang memuat :

  1. judul akta;
  2. nomor akta;
  3. pukul, hari, tanggal, bulan dan tahun; dan
  4. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris dan wilayah jabatan notaris (Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUJN);
  5. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedidikan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
  6. keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap; baik untuk diri sendiri, kuasa, selaku orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk anaknya yang belum dewasa, selaku wali, selaku pengampu, curator (kepailitan), dan dalam jabatannya.
  7. nama lengkap, tempat tanggal lahir serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.

  • Badan atau isi akta; memuat kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan yang diterangkan atau dinyatakan di hadapan notaris atau keterangan-keterangan dari notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan. Isi badan akta otentik ini hanya berisi satu perbuatan hukum saja. Akta notaris yang di dalamnya memuat lebih dari satu akta notaris yang demikian tidak memiliki eksekutorial dan tidak sah.
  • Penutup atau akhir akta, yang memuat:

  1. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7);
  2. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta bila ada;
  3. nama lengkap, tempat kedudukan dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta, dan
  4. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan atau penggantian.