Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut.Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya.Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut objek, materi atau pokok sengketa.

Kewenangan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.

Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara


Kompetensi absolut dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara seseorang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara akibat dikeluarkannya suatu keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian (Pasal 1 angka 10 UU No. 51 Tahun 2009) dan tidak dikeluarkannya suatu keputusan yang dimohonkan seseorang sampai batas waktu yang ditentukan dalam suatu peraturan perundang-undangan, sedangkan hal itu merupakan kewajiban badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan (Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986).

Dengan demikian kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara minimal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  • Yang bersengketa (pihak-pihak) adalah orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
  • Objek yang disengketakan adalah Keputusan Tata Usaha Negara yakni penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
  • Keputusan yang dijadikan objek sengketa itu berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara;
  • Keputusan yang dijadikan objek sengketa itu bersifat konkrit, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Kompetensi relatif adalah kompetensi Pengadilan ditentukan berdasarkan wilayah hukum yang menjadi wilayah kewenangannya.Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.71 Ini artinya bahwa dalam pengajuan gugatan ke peradilan harus melihat subjek yang berperkara yaitu tergugat dan penggugat untuk menentukan Peradilan Tata Usaha Negara mana yang memiliki kompetensi untuk mengadili.Untuk Pengadilan Tata Usaha Negara, kompetensi relatifnya diatur dalam Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 tahun 2009 menyatakan:
  1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediamanpara pihak, yakni pihak Penggugat atau pihak Tergugat, diatur tersendiri di dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 sebagai berikut:
  1. Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat;
  2. Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara;
  3. Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan;
  4. Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat;
  5. Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta;
  6. Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan Tergugat.