Kriteria perbuatan melawan hukum

Atas putusan mengenai perkara Lindenbaum Cohen dapat dirumuskan beberapa kriteria perbuatan melawan hukum yaitu:

Kriteria perbuatan melawan hukum



  • Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku

Suatu perbuatan dapat dikatakan telah tergolong menjadi perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut melanggar ketentuan umum yang mengikat dan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Bahwa ketentuan umum yang dimaksud tersebut pun dapat berupa hukum publik maupun hukum privat. Dengan demikian pelanggaran terhadap ketentuan hukum pidana tidak hanya bersifat melawan hukum dalam pengertian hukum pidana namun juga bersifat melanggar hukum dalam konsep perdata (Setiawan, 1992: 252).

Berdasarkan perkembangan yurisprudensi di negeri Belanda, suatu perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku tersebut tidak lantas menjadikan ia melakukan perbuatan melawan hukum, namun haruslah terdapat beberapa ketentuan lagi yaitu (Setiawan, 1992: 253):
  1. Bahwa kepentingan penggugat terkena atau terancam oleh pelanggaran (hukum) itu;
  2. Bahwa kepentingan penggugat dilindungi oleh kaidah yang dilanggar;
  3. Bahwa kepentingan itu termasuk dalam ruang lingkup kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh ketentuan Pasal 1401 BW (Pasal 1365 BW Indonesia);
  4. Bahwa pelanggaran kaidah itu bertentangan dengan kepatutan terhadap penggugat, satu dan lain hal dengan memperhatikan sikap dan kelakuan si penggugat itu sendiri; dan
  5. Bahwa tidak terdapat alasan pembenar menurut hukum.
Bahwa kemudian apabila persyaratan tersebut telah terpenuhi maka perbuatan pelaku tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum.

  • Melanggar hak subjektif orang lain

Berbeda dengan kriteria pertama mengenai suatu perbuatan melawan hukum yang ditinjau dari sisi pelaku, maka dalam hal melanggar hak subjektif orang lain dititikberatkan pada sisi korban (Setiawan, 1992: 260).

Hak-hak yang diakui sebagai hak subjektif menurut yurisprudensi yaitu (Setiawan, 1992: 260-261):
  1. Hak-hak kebendaan serta hak-hak absolut lainnya (eigendom, erfpacht, hak oktrooi dan sebagainya).
  2. Hak-hak pribadi (hak atas integritas pribadi dan integritas badaniah, kehormatan serta nama baik, dan sebagainya).
  3. Hak-hak khusus, seperti hak penghunian yang dimiliki seorang penyewa.
  4. Melanggar norma kesusilaan

Pasal 1335KUHPer dan Pasal 1337 KUHPer menjelaskan bahwa perjanjian yang bertentangan dengan norma kesusilaan tidak diperbolehkan dan tidak memiliki kekuatan hukum. Apabila dilakukan elaborasi secara komprehensif terhadap putusan Lindenbaum Cohen, perbuatan antara Cohen dengan pegawai Lendenbaum yang mengadakan perjanjian untuk membocorkan “rahasia dapur” dari perusahaan Lindenbaum merupakan suatu perjanjian yang bertentangan dengan norma kesusilaan. Tindakan Cohen tersebut dapat disimpulkan sebagai perbuatan melanggar hukum terhadap Lendenbaum (Setiawan, 1992: 266).
  • Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap kehatihatian

Kriteria perbuatan melawan hukum yang ke empat yaitu bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki sesorang dalam kehidupan bermasyarakat yang pada hakikatnya hal tersebut bersumber pada hukum tidak tertulis. Kriteria ini menjelaskan kewajiban sesorang dalam melakukan suatu perbuatan yaitu dilandasi dengan hati-hati, teliti dan memperhatikan norma kepatutan. Tindakan seseorang yang bertentangan dengan ketentuan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum (Setiawan, 1992: 266-267).

Kriteria kepatutan ketelitian dan sikap hati-hati adalah kriteria yang bersifat “karet” oleh karena itu hakim sebaiknya mengambil langkah-langkah sebagai berikut (Setiawan, 1992: 267):
  1. Menentukan suatu kriteria umum.
  2. Berdasarkan kriteria umum tadi hakim dapat menetapkan suatu kaidah tidak tertulis untuk suatu situasi konkret tertentu.Kaidah tidak tertulis tadi digunakan sebagai batu ujian bagi suatu situasi konkret tertentu, contoh: kaidah yang berbunyi: “kau tidak boleh mengambil manfaat dari kesalahan orang lain.”