Organisasi Kejaksaan

Peraturan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor X/MPR/1998 tentang “Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.” Ditegaskan bahwa agenda yang harus dilaksanakan oleh pemerintah antara lain dengan meningkatkan dukungan perangkat, sarana, dan prasarana hukum yang lebih menjamin kelancaran dan kelangsungan berperannya hukum sebagai pengatur kehidupan nasional. Sedangkan dalam reformasi di bidang hukum adalah meningkatkan supermasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat.

Menegakan supermasi hukum mengandung makna, bahwa semuanya baik warganegara maupun penyelenggara negara atau lembaga/badan-badan kekuasaan negara, wajib mematuhi hukum sehingga asas “bersamaan kedudukan di hadapan hukum” benar-benar direalisasikan dan bukan semata berupa motto maupun slogan belaka. Bersamaan kedudukan di hadapan hukum berarti penegakan hukum terlaksana tanpa memihak, terlepas dari pengaruh-pengaruh pihak mana pun, dan untuk itu maka aparat penegak hukum bebas dari segala pengaruh.

Organisasi Kejaksaan


Kondisi objektif demikian menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Kejaksaan Republik Indonesia untuk mengoptimalisasi pelaksaan tugas penegakan hukum dalam menegakkan supermasi hukum, menyongsong era modernisasi.Dalam praktek kenegaraan sejak berlakunya kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berdasarkan Dekrit Presiden Tahun 1959, kedudukan Jaksa Agung selalu dipersamakan dengan Menteri. Bahkan pada permulaan Tahun 1960-an, Jaksa Agung adalah juga seorang Menteri dengan sebutan Menteri Jaksa Agung.

Melalui praktek kenegaraan seperti itu, pengertian Pasal 17 Ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, telah diperluas sehingga Jaksa Agung turut masuk didalamnya.

Sebenarnya melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dapat ditelusuri kedudukan Jaksa Agung dalam perUndang-Undangan yang berlaku saat UUD 1945 ditetapkan. Pasal II Aturan Peralihan menyatakan bahwa segala badan negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan UUD dan belum diadakan yang baru menurut UUD ini. Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie (RO) (Stlbd. 1847-33) adalah perUndang-Undangan yang masih berlaku yang mengatur pokokpokok kekuasaan kehakiman di Indonesia berdasarkan aturan peralihan tersebut.

Pasal 180 RO menentukan bahwa Procureur General (Jaksa Agung) adalah Kepala Kepolisian Kehakiman di seluruh Indonesia dan dalam kedudukannya demikian berkewajiban dengan segera melaksanakan dengan penuh kewibaanya segala ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam hukum acara pidana. Ketentuan tentang kedudukan, tugas dan wewenang Jaksa Agung dalam RO ini kemudian menjadi dasar dari kedudukan Kejaksaan sebagai koordinator penyidik dalam sistem hukum acara pidana menurut HIR. Kemudian dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan RI, kedudukan sebagai koordinator penyidik ini ditegaskan kembali dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa, dalam kedudukannya sebagai alat negara penegak hukum, Kejaksaan mempunyai tugas mengadakan penyidikan lanjutan terhadap kejahatan dan pelanggaran, serta mengawasi dan mengkoordinasikan alat-alat penyidik menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan lain-lain peraturan negara.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), didasarkan pada konsep spesialisasi dan kompartemenisasi dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system), Polri ditentukan sebagai penyidik tunggal dan sebagai koordinator Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS); maka berakhirlah kedudukan Kejaksaan sebagai koordinator penyidik yang disebut terdahulu.

Maka kedudukan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang terutama bertugas sebagai penuntut umum digantikan dengan kedudukan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Sedang kedudukan Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi, dihapuskan. Lebih Jauh, dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 antara lain dinyatakan bahwa diberlakukannya Undang-Undang ini adalah untuk pembaharuan Kejaksaan RI, agar kedudukan dan peranannya sebagai lembaga pemerintahan lebih mantap dan dapat mengemban kekuasaan Negara di bidang penuntutan, yang bebas pengaruh dari pihak manapun. Dalam pengertian lain Kejaksaan dalam melaksankan tugasnya hendaknya merdeka dan terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan lainnya dalam upayanya mewujudkan kepastian hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan, serta wajib menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara 2 (dua) orang atau lebih yang bekerjasama serta secara formal terikat dalam rangka pencapaian sesuatu tujuan yang telah dibentuk dalam kaitan mana terdapat seorang atau beberapa orang orang yang disebut atasan dan seorang/sekelompok orang yang disebut bawahan.11 Maka, organisasi adalah wadah serta proses kerjasama sejumlah manusia yang terikat dalam hubungan formal dalam rangka rangkaian hirarki untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Penyusunan aparatur Pemerintah, dipergunakan asas-asas pokok pengorganisasian dengan tujuan dapat dicapai suatu Aparatur Pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna. Asas-asas pokok tersebut, antara lain:

  • Asas Koordinasi

Setiap instansi Pemerintah perlu menyerasikan, memadukan dan penyelarasan kegiatan, waktu, maupun perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pemrograman dan pengang-garan, pengendalian serta pengawasan tugas dan fungsi yang diembannya.
  • Asas Akordion

Menentukan bahwa organisasi dapat berkembang atau mengecil sesuai dengan ketentuan tugas dan beban kerjanya.
  • Asas Keluwesan

Menghendaki agar organisasi selalu mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan keadaan sehingga dapat dihindarkan dalam pelaksanaan tugasnya.
  • Asas Jalur dan Staf

Asas yang menentukan dalam penyusunan organisasi perlu dibedakan antara satuan-satuan organisasi yang melaksanakan tugas pokok instansi dengan satuan-satuan organisasi yang melaksanakan tugas-tugas bantuan.

Berkaitan dengan tugas dan fungsi Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai tugas pokok di bidang penegakan hukum. Organisasi Kejaksaan yang sekarang masih bisa dirasakan berorientasi lebih pada manajemen lini (hirarki) untuk memudahkan pengendalian dan koordinasi aktivitas sekelompok orang (bawahan/staf) oleh orang lainnya (atasan). Struktur yang demikian terlalu menonjolkan peran atasan, dan bawahan/staf tidak dapat dipercaya dan kurang kreatif. Sedangkan sementara itu proses pemberian petunjuk (directive) atasan ke bawahan, demikian pula permintaan persetujuan (consultative) bawahan kepada atasan, melalui hirarki menjadi yang sangat panjang sesuai eselonering yang berlaku.