Pengertian Kekuasaan Kehakiman

Keberadaan kekuasaan kehakiman tidak dapat dilepaskan dari teori klasik tentang pemisahan kekuasaan, dalam mana legislatif, eksekutif, dan yudisial berada di tangan tiga organ yang berbeda. Tujuan diadakannya pemisahan kekuasaan ini adalah untuk mencegah jangan sampai kekuasaan pemerintah dalam arti eksekutif dilakukan secara sewenang-wenang, yang tidak menghormati hak-hak yang diperintahkan.48 Walaupun sejak saat berdirinya, indonesia tidak menganut teori pemisahan kekuasaan, akan tetapi dalam konstitusi-konstitusi di negara-negara besar yang berlaku dan pernah berlaku telah dianut adanya kekuasaan kehakiman yang terpisah dari kekuasaan-kekuasaan yang lain. Seperti diketahui, sejak berdirinya negara Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945:
  1. Undang-Undang Dasar 1945, antara 1945-1949;
  2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat, antara 1949- 1950;
  3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950, anatar 1950 – 1959;
  4. Undang-Undang Dasar 1945, sejak 5 Juli 1959 hingga kini beserta perubahannya melalui empat kali amandemen pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.

Pengertian Kekuasaan Kehakiman

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 kekuasaan kehakiman diatur dalam bab tersendiri, yaitu Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Bab IX ini terdiri dari dua pasal, yaitu Pasal 24 dan Pasal 25, yang berbunyi:

Pasal 24
  1. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
  2. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
  3. Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.

Dengan demikian, terhadap Pasal 24 dan Pasal 25 juga diberi penjelasan yang berbunyi sebagai berikut :

Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu, harus diadakan jaminan dalam undang-undang tentang kedudukan hakim.” Dari penjelasan tersebut nyatalah bahwa kekuasaan kehakiman dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah.

Menurut Philipus M. Hadjon, kedua pasal tersebut mengandung 3 (tiga) kaidah hukum, yaitu: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh badan-badan kehakiman (peradilan) yang berpuncak pada sebuah Mahkamah Agung; susunan dan kekuasaan kehakiman itu akan diatur lebih lanjut; syarat-syarat untuk menjadi hakim, demikian pula pemberhentiannya juga akan diatur lebih lanjut.