Tindak Pidana Penculikan Bayi

Beberapa alasan penculikan bayi terjadi antara lain karena kesulitan ekonomi merupakan salah satu alasan terjadinya penculikan. Ada beberapa payung hukum yang melindungi anak dari penculikan, misalnya dapat kita lihat Pasal 330 ayat (1) dan (2 ) KUHP yang menyebutkan:
“(1) barang siapa dengan sengaja mencabut orang yang belum dewasa dari orang yang sah atasnya atau dari penjagaan orang yang dengan sah menjalankan penjagaan itu, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun,

(2) dijelaskan dijatuhkan hukuman selama-lamanya sembilan tahun jika perbuatan itu dilakukan dengan memakai tipu daya, kekerasan atau ancaman kekerasan atau kalau orang yang belum dewasa umurnya dibawah dua belas tahun.”

Namun, Pasal 330 KUHP tersebut tidak digunakan lagi, karena ada asas dalam hukum yang bunyinya sebagai berikut “ lex specialis derogat legi generalis” artinya Undang-Undang atau peraturan yang khusus mengenyampingkan yang umum. Dengan demikian, Pasal yang mengatur tentang penculikan bayi yang ada di Undang-Undang Perlindungan Anak tersebut yang akan diberlakukan jika penculikan terjadi.

Tindak Pidana Penculikan Bayi


Pengaturan hukum pidana terhadap berbagai bentuk kejahatan terhadap anak-anak tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tertulis pada bagian “Menimbang”, salah satu konsiderans pembentukan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah bahwa setiap anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia, perlu dilakukann upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejateraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hakmya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.

Di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak terhadap ketentuan pidana yang tercantum dalam XXI, yang mana didalamnya memuat tentang ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan terhadap anak. Ketentuan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan sebagai berikut:

Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidan penjara paling lama 15 tahun (lima belas ) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah). Jika dilihat dari sanksi yang ada pada Undang-Undang ini bersifat kombinasi antara pidana penjara dengan denda, juga diatur batas maksimum dan minimum dari sanksi pidana yang dijatuhkan.”

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait34 mengatakan setidaknya ada empat tujuan mengapa pelaku melakukan penculikan:
  • Penculikan yang bertujuan untuk praktik adopsi ilegal;
  • Latar belakang untuk tebusan,
  • Eksploitasi ekonomi, dan;
  • Penculikan anak yang nanti dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK) anak.

Tidak hanya itu untuk tujaun yang pertama yaitu praktik adopsi ilegal, penculikan anak dalam kasus ini, dilakukan oleh sindikat jaringan perdagangan manusia, terorganisir, sasarannya anak berusia dibawah satu tahun, untuk kasus praktik adopsi ilegal ini, biasanya penculikan bayi terjadi di klinik, rumah sakit bersalin, serta pusat keehatan masyarakat (puskesmas).