Tinjauan Hukum Kesehatan

Berbicara tentang hukum kesehatan tentunya harus ditelaah secara spesifik tentang apa yang disebut hukum dan juga tentang apa itu kesehatan. Pembahasan hukum sangat sering dipertanyakan tentang apa sebenarnya hukum itu, karena definisi yang ada belum memberikan pemahaman yang sama bagi para ilmuan hukum.

Tinjauan Hukum Kesehatan


Tentunya untuk mengetahui tentang hukum, harus dipahami juga objek dari ilmu hukum. Objek ilmu hukum adalah “hukum” yang memiliki sifat abstrak, (Achmad Ali, 2009 : 27). Bahkan dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa tidak mungkin untuk mendefinisikan tentang pengertian hukum yang sebenarnya dengan tepat, karena memiliki sifat yang abstrak sehingga sangat sulit untuk memberikan definisi dengan pengertian yang sederhana. Tidak ada definisi hukum yang bisa memberikan kepuasan pada semua orang, hal itu tergantung dari segi mana hukum dipandang dan tujuan apa yang dimaksudkan dari pendefinisian tentang hukum tersebut.

Menurut Lawrence M. Friedman sebagaimana dikutip Achmad Ali (2009 : 36), paling tidak hukum dilihat dari dua sudut pandang, yaitu “the inside view” dan “the outside view”. “The inside view” memandang hukum dari dalam hukum itu sendiri yaitu bagaimana menggunakan hukum dan bagaimana bekerja dengan hukum, sedangkan “ the outside view” memandang hukum dari luar hukum, yaitu lebih pada orang yang membuat, menerapkan, atau menggunakan hukum yang adalah manusia. Ini merupakan salah satu cara untuk memandang hukum sebab masih banyak cara lain untuk memandang hukum itu.

Di sisi lain masih banyak masyarakat awam yang mengidentikkan hukum dengan undang-undang, merupakan cara pandang yang sederhana, namun tentunya perlu dipahami bahwa undang-undang hanyalah salah satu bagian dari hukum yang tertulis, sebab ada juga hukum yang tidak tertulis yaitu “kebiasaan” yang lebih identik dengan nilai-nilai yang dipatuhi oleh masyarakat dan dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan (living law). Penjelasan ini dapat dipahami bahwa hukum merupakan suatu hal yang sulit untuk dipahami dan untuk memberikan definisi terhadap hukum tentunya harus mengerti apa arti hukum itu sendiri.

Hukum secara formal ada dua, yaitu:
  1. Hukum Tertulis (law in the text), dan
  2. Hukum tidak Tertulis (living law).

Pada tataran pemahamannya, kedua bentuk hukum ini dibuat bertujuan untuk kepentingan manusia, yang apabila dilanggar akan mengakibatkan sanksi hukum pada objek maupun subjek hukum itu sendiri. Hukum tertulis pengkajiannya lebih pada pembuatan yang dituangkan dalam kertas dan yang oleh konstitusi diberikan hak kepada pembentuknya untuk membentuk suatu peraturan. Hukum tidak tertulis, lebih melekat pada pemahaman akan hukum kebiasaan yang lebih sering disebut dengan hukum adat. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat, (R. Soepomo, 1986 : 3).

Hukum dari sudut pandang filsafat hukum, menimbulkan pertanyaan yang mendasar tentang arti sebenarnya hukum itu. Tidak salah apabila dikatakan kalau berfilsafat itu adalah hal yang mengkaji hakekat sebenarnya tentang suatu hal hingga mencapai titik terdekat akan pemahaman yang dikehendaki oleh seorang filsuf. Hukum dari sudut pandang filsafat belum bisa memberikan pemahaman yang absolute benar, sebab sampai saat ini setiap pendefinisian hukum itu dianggap benar. Permasalahan yang timbul adalah sudah banyak definisi hukum yang dikemukakan tetapi belum ada definisi yang tepat untuk digunakan secara universal.

Begitu juga dengan kesehatan yang tentunya sangatlah penting bagi setiap orang, karena setiap orang membutuhkan kesehatan untuk menunjang aktifitas sehari-hari. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat mudah dikatakan namun sangatmahal harganya. Selaras dengan pernyataan tersebut, tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita ungkapan yang mengatakan bahwa lebih baik mencegah daripada mengobati. Hal ini bertujuan agar setiap orang dapat menjaga kesehatansebaik-baiknya, sehingga dapat mengurangi resiko dari gangguan kesehatan yang dapat dialami.

Leenen sebagaimana dikutip S. Verboght dan V. Tengker (1989 : 12), mengemukakan bahwa hukum kesehatan merupakan keseluruhan peraturan yang berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan dan penerapan kaidah hukum perdata, hukum tata usaha Negara dan hukum pidana atasnya. Hukum kesehatan itu bertujuan untuk mengatur pelayanan kesehatan di dalam masyarakat yang baik dan manusiawi, dengan mengatur secara sah, dengan melindungi kebebasan dan keutuhan dari manusia terhadap kesewenangwenangan dari penguasa, dan dengan menciptakan keadaan dimana pemberian bantuan itu dapat dilaksanankan (H.J.J. Leenen dan P.A.F. Lamintang, 1991 : 20).

Peraturan berupa undang-undang yang merupakan dasar hukum, diperlukan untuk melindungi serta menjamin kesehatan bagi setiap rakyat Indonesia tanpa diskriminasi, termasuk tersangka/terdakwa. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan cerminan produk hukum yang menjadi payung hukum dan dasar hukum bagi tenaga pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal 1 ayat (1), Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memberikan pengertian kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Normatifnya tentu kesehatan harus mendapatkan perhatian juga dari pemerintah karena hal ini telah diamanatkan oleh konstitusi.

Diperhatikan secara seksama, maka dapat dimengerti bahwa kesehatan itu merupakan hak bagi setiap orang atau rakyat Indonesia karena itu penguasa tidak bisa secara sewenang-wenang bertindak atas kesehatan setiap warga negaranya. Kesehatan iu merupakan hak warga negara, berlaku juga bagi tersangka/terdakwadan sudah menjadi kewajiban negara untuk bertanggung jawab serta menjamin kesehatan warga negaranya. Undangundang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menimbulkan masalah karena terdapat pasal yang dianggap merugikan beberapa pihak. Misalnya saja pasal 113 ayat (2) yang telah memberikan konotasi negatif dan hanya bersifat merugikan bagi masyarakat. Pasal 113 ayat (2) Undang-undang tentang Kesehatan pernah diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi, dengan nomor perkara yang teregistrasi pada kepaniteraan Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 24/PUU-X/2012,(Majalah Konstitusi, 2012 : 12).

Hal ini menunjukkan bahwa secara hukum undang-undang tentang kesehatan belumlah memberikan perlindungan hukum, kepastian hukum serta kemanfaatan hukum secara merata bagi rakyat Indonesia. Permasalahan yang timbul ini tidak dapat dipungkiri bahwa undang-undang tentang kesehatan memang perlu diperbaiki sehingga dapat sesuai dengan hati rakyat, karena pada kenyataannya pemohon pada contoh kasus diatas dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi.