Sebab Dan Akibat Wanprestasi

SUDUT HUKUM | Wanprestasi terjadi disebabkan oleh sebab-sebab sebagai berikut:
  • Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.

Unsur kesengajaan ini, timbul dari pihak itu sendiri. Jika ditinjau dari wujud-wujud wanprestasi, maka faktornya adalah:
  1. Tidak memiliki itikad baik, sehingga prestasi itu tidak dilakukan sama sekali
  2. Faktor keadaan yang bersifat general
  3. Tidak disiplin sehingga melakukan prestasi tersebut ketika sudah kedaluwarsa
  4. Menyepelekan perjanjian.

  • Adanya keadaan memaksa (force majeur).

Biasanya, force majeur terjadi karena unsur ketidaksengajaan yang sifatnya tidak diduga. Contohnya seperti kecelakaan dan bencana alam.

Ada empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut:
  1. Perikatan tetap ada
  2. Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur (Pasal 1243 KUH Perdata)
  3. Beban resiko beralih untuk kerugian debitur, jika halangan itu timbul setelah debitur wanprestasi, kecuali bila ada kesenjangan atau kesalahan besar dari pihak kreditur. Oleh karena itu, debitur tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa
  4. Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditur dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan pasal 1266 KUH Perdata.

Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya atau tidak memenuhi kewajibannya swbagaimana mestinya dan tidak dipenuhinya kewajiban itiu karena ada unsure salah padanya, maka seperti telah dikatakan bahwa ada akibat-akibat hokum yang atas tuntutan dari kreditur bisa menimpa dirinya.

Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1236 dan 1243 dalam hal debitur lalai untuk memenuhi kewajiban perikatannya kreditur berhak untuk menuntut penggantian kerugian, yang berupa ongkos-ongkos, kerugian dan bunga. Selanjutnya pasal 1237 mengatakan, bahwa sejak debitur lalai, maka resiko atas objek perikatan menjadi tanggungan debitur. Yang ketiga adalah bahwa kalau perjanjian itu berupa perjanjian timbale balik, maka berdasarkan pasal 1266 sekarang kreditur berhak untuk menuntut pembatalan perjanjian, dengan atau tanpa disertai dengan tuntutan ganti rugi.