Definisi Sunnah

Definisi Sunnah
SUDUT HUKUM | Kata sanna berarti menciptakan sesuatu dan mewujudkannya menjadi suatu model. Kata tersebut juga diterapkan untuk memperagakan tingkah laku. Suatu tingkah laku yang patut dicontoh dapat di mulai dengan membuat model atau mengambil praktik nenek moyang suku atau suatu komunitas. Secara etimologi, kata Sunnah (bentuk pluralnya, sunan) berakar dari huruf sin dan nun yang berarti (berjalan). Sunnah dapat berarti perilaku yang telah mentradisi (habitual practice), Sunnah juga berarti „praktek yang diikuti, arah, model, perilaku atau tindakan, ketentuan dan peraturannya, serta dapat juga diartikan sebagai teladan baik atau buruk.
Walaupun demikian banyak arti dari sunnah, namun secara garis besarnya bahwa sunnah merupakan tata cara atau praktek aktual yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga mentradisi, maka dapat dinyatakan bahwa sunnah merupakan hukum tingkah laku.
Sunnah bisa juga diartikan sebagai jalan (al-tariqah), baik yang terpuji maupun yang tercela.24 Dengan kata lain, sunnah itu sendiri bersifat netral. Ia dapat menunjuk kepada jalan yang terpuji atau jalan yang tercela atau menunjukkan kepada teladan baik atau buruk berdasarkan periwayatan Imam Muslim terhadap hadist Nabi SAW, sebagai berikut :
Artinya: “Barangsiapa yang membuat Sunnah (teladan) yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala mereka. Barangsiapa yang membuat Sunnah (teladan) yang buruk dalam Islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya sesudahnya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa mereka”.
Sementara secara terminologi, definisi Sunnah menjadi beragam ketika dikaitkan dengan spesialisasi dan kajian keislaman tertentu. Menurut ulama hadis (muhadditsun), Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan sifat-sifat Nabi SAW. Adapun ulama ushul (ushuliyyun) mendefinisikan Sunnah sebagai apa saja yang keluar dari Nabi SAW selain al-Qur’an , baik itu berupa ucapan, perbuatan, taqrir yang tepat untuk dijadikan dalil syara‟. Sedangkan ulama fikih (fuqaha’ ) mengartikan Sunnah sebagai segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang tidak
termasuk kategori fardu} atau wajib.
Dalam konteks umat Islam, konsep tersebut dijelaskan oleh ulama lainnya sebagai berikut :
“Dikalangan para pengikut Muhammad yang taat dan dalam komunitas Muslim paling tua, sunnah berarti segala sesuatu yang dapat dibuktikan sebagai praktik Nabi dan pengikutnya yang paling awal. Sebagaimana halnya Arab Badui setia pada sunnah (kebiasaan) leluhurnya, demikian pula komunitas muslim diperintahkan untuk menegakkan dan mengikuti sunnah baru. Jadi konsep muslim tentang sunnah adalah suatu varian dari konsep Arab kuno”.
Menurut Ibn Qutaibah (w. 276 H) dalam tulisannya yang berjudul Ta’wil Muhtalif al-hadits beliau membedakan sunnah menjadi tiga macam;
a. Sunnah yang disampaikan oleh Jibril dari Allah SWT, misalnya sabda Nabi yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:
“Seorang wanita tidak boleh dinikahi oleh paman dari bapaknya dan paman dari ibunya.”.
b. Sunnah yang mana Nabi SAW diberi wewenang oleh Allah SWT untuk mentradisikannya. Perintah pelaksanaannya adalah berdasarkan rasio Nabi SAW dimana di dalamnya terdapat dispensasi bagi orang yang menginginkannya, misalnya: Nabi Muh}ammad SAW memberi keringanan kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan al-Zubair memakai pakaian sutra karena penyakit gatal yang diderita keduanya.

c. Sunnah yang diperuntukkan bagi kita dalam rangka edukasi (al-ta’dib) atau anjuran (al-irsyad) dalam terminologi para ahli ushul (ushuliyyun). Jika sunnah tersebut dilaksanakan, maka menjadi sebuah keutamaan. Sebaliknya, jika sunnah tersebut ditinggalkan, maka tidak mengapa, misalnya, larangan Nabi SAW memakan daging hewan pemakan kotoran.