JANGAN MEREMEHKAN SHALAT TARAWIH

SUDUT HUKUM | Ramadhan adalah bulan istimewa. Keistimewaan itu tidak hanya terletak pada kewajiban berpuasa bagi umat muslim, tetapi juga pada ragam ibadah yang hanya tersedia selama bulan Ramadhan dan juga lipatan pahala bagi yang mengerjakan. Diantara ibadah yang hanya ada di bulan ramadhan adalah shalat tarawih. Seringkali seorang muslim menganggap sepele terhadap tarawih, karena jumlah rakaat yang panjang dan hukumnya yang sunnah. Berbeda dengan puasa yang diwajibkan selama bulan Ramadhan serta pahala yang dijanjikannya.



Meskipun secara fiqih tarawih hukumnya sunnah (tidak ada ancaman siksa bila ditinggalkan), tidak serta merta dibenarkan jika lantas disepelekan. Hal ini persis seperti yang tergambar dalam hadits Rasulullah saw:


قال أنس رضي الله عنه كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب فى صلاة التراويح من غير أن يأمر فيها بعزيمة ويقوا ان الله تعالى فرض صيام رمضان وسننت قيامه فمن صامه وقامه ايمانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته امه

Anas ra. pernah berkata bahwa Rasulullah saw sangat gemar shalat tarawih walaupun tidak diperintahkan dengan keras (sunnah), beliau bersabda: Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan puasa Ramadhan dan Aku men-sunnahkan mendirikan sembahyang malam Ramadhan (tarawih), maka barang siapa berpuasa (di siang bulan Ramadhan) dan mendirikan shalat (pada malamnya) dengan penuh iman dan keikhlasan, maka terbebaslah dia dari dosanya seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya.


Jika Rasulullah saw yang telah dijamin oleh Allah sawt dengan surganya masih gemar shalat tarawih apakah umatnya boleh begitu saja meninggalkannya, hanya karena pertimbangan hukum sunnah? Tentu tidak. Karena meninggalkan apa yang digemari Rasulullah saw sama artinya dengan tidak menghormati dan tidak mencintainya. (NU)