Cerdas Mensyukuri Nikmat

Oleh: KH Abdullah Gymnastiar
SUDUT HUKUM
Abdullah Gymnastiar

SUDUT HUKUM | ALHAMDULILLAH, segala puji seutuhnya hanya milik Allah yang Maha menguasai dan Maha Mendengar segala yang ada dalam hati kita. Shalawat dan salam tetap tercurah kepada Rasulullah Saw, suri tauladan kita.

Bagi mereka yang belum bersungguh-sungguh kepada Allah, sikap orang lain akan sangat mempengaruhi suasana hatinya. Ketika diberi sesuatu, ia merasa gembira karena pemberian itu. Tapi ketika ditolak, merasa kecewa karena harapannya tidak menjadi kenyataan.



Namun, bagi mereka yang mengetahui bahwa yang terbaik bagi dirinya adalah ketika Allah ridha, pemberian dan penolakan tidak akan membuat senang atau susah. Karena senang dan susahnya adalah ketika ia tidak bisa bersyukur dan tidak bisa bersabar. Bukan pada ada atau tidaknya sesuatu.



Misalnya seorang pedagang yang bergantung pada makhluk, dia akan senang kalau ada pembeli dan akan kecewa jika tidak ada pembeli. Tetapi pedagang yang yakin bahwa Allah pemberi rezeki, akan merasa senang walaupun tidak ada pembeli. Karena dia tahu, semua ikhtiarnya dicatat oleh Allah. Semua upayanya sudah ada pembalasan, walaupun tidak selalu datang dalam bentuk uang.



Jika kita masih merasa senang dengan sesuatu yang datang, dan kecewa dengan yang pergi, padahal segala sesuatu itu hanyalah lalu lintas takdir Allah, maka kita harus belajar untuk bersyukur. Bersyukur bukan hanya untuk nikmat yang datang kepada kita, tetapi juga nikmat yang datang kepada orang lain. Inilah yang membuat ada atau tiada sesuatu tidak akan membuat sengsaranya hati.

SUDUT HUKUM

Kita harus melatih bahwa perasaan senang itu bukan karena apa yang kita lakukan. Nikmat itu semuanya datang dari Allah. Jangan dikaitkan dengan hebatnya ibadah dan ikhtiar kita. Jika Allah belum memberikan apa yang kita inginkan, bersyukurlah. Karena apa yang Allah tidak berikan sekarang, bukan berarti selama-lamanya Allah tidak berikan.



Walaupun apa yang kita inginkan tidak terwujud, tetap saja Allah mewujudkan keinginan itu dalam bentuk yang lain. Banyak hal dalam hidup ini yang terkadang tidak cocok dengan keinginan kita, tapi kita masih bisa menghirup udara yang diberikan oleh-Nya. Menikmati apa yang kita makan sehari-hari. Masih berpakaian, masih ditutupi aib kita dan masih bisa beribadah. Inilah bukti bahwa Allah menyayangi kita. Lalu, apanya yang tidak cocok?



Hal yang kita anggap tidak cocok seringkali itulah yang baik menurut Allah dan dapat menaikkan derajat kita. Semua yang kita inginkan seringkali lebih dekat kepada nafsu, karena sangat pendeknya pengetahuan kita tentang yang baik. Sedangkan yang baik menurut Allah pastilah cocok dengan iman.



Sehat itu menurut kita bagus. Namun ada kalanya Allah yang Maha Tahu kalau sakitlah yang cocok untuk menguatkan iman kita. Mendapat gaji itu baik menurut nafsu. Tapi seringkali kedatangan rezeki yang terus menerus membuat kita lengah untuk beribadah. Menurut nafsu kesenangan itu baik untuk kita. Tapi menurut iman, dapat merusak sandaran kita. Inilah contoh penolakan yang baik.



Orang yang selalu dipuji cederung mabuk dan lupa diri, bahkan menipu diri. Tapi ketika mendapat cobaan berupa cacian dari orang, Allah tahu kalau inilah yang membuat jebolnya ‘penjara’ ia ingin dipuji orang. Nafsu tidak senang dengan hinaan. Tapi menurut iman, hinaan itu terkadang akan membuat kita menjadi lebih baik lagi.



Jadi, kalau kita masih senang dengan pujian yang datang, dan kecewa dengan apa yang tidak ada, berarti kita masih bersikap kekanak-kanakan. Karena kita masih memanjakan nafsu, dan tidak mensyukuri nikmat-nikmat lain yang telah diberikan Allah. Nikmat yang tanpa batas, tanpa pamrih.