Hal-Hal Yang Meringankan Hukum dalam Islam

SUDUT HUKUM |
يريد الله بكم اليسر ولا يريد الله بكم العسر
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Q.S. al-Baqarah : 185)
sudut hukum
Al-Suyuthi dalam kitab beliau, al-Asybah wan-Nadhair[1] menjelaskan kepada kita beberapa hal yang berhubungan dengan qaidah di atas, yakni sebagai berikut :
A. Sebab-sebab keringanan hukum dalam ibadah dan lainnya ada tujuh perkara, yaitu :
1. Musafir
Imam al-Nawawi mengatakan, rukhsahnya delapan, yaitu :
a. Perkara yang khusus dengan musafir panjang secara qatha’, yaitu qashar shalat, berbuka puasa, menyapu sepatu dalam waktu lebih dari sehari dan semalan.
b. Perkara yang tidak khusus dengan musafir panjang secara qatha’, yaitu meninggalkan jum’at dan makan bangkai.
c. Perkara yang ada khilafiyah, sedangkan menurut pendapat yang kuat khusus dengan musafir panjang, yaitu jama’ shalat
d. Perkara yang ada khilafiyah, sedangkan menurut pendapat yang kuat tidak khusus dengan musafir panjang, yaitu shalat sunnat atas kenderaan dan terlepas kewajiban fardhu dengan sebab tayamum
e. Ibnu al-Wakil menyebutkan rukhsah yang kesembilan, yaitu seorang suami mempunyai isteri lebih dari satu. Apabila merencanakan musafir, maka mengundi siapa di antara isteri-isterinya yang harus berangkat bersamanya. Suami tidak wajib mengqadha bagian isterinya yang lain apabila sudah kembali dari musafir. Apakah ini khusus dengan musafir panjang ? Menurut pendapat yang kuat tidak khusus dengan musafir panjang
2. Sakit
Rukhsahnya banyak, misalnya tayamum ketika kesukaran menggunakan air, tidak makruh minta tolong menuangkan air atau membasuh anggota tubuhnya ketika mandi atau wudhu’, duduk pada shalat fardhu dan pada khutbah Jum’at, berbaring dan isyarat pada shalat, jamak antara dua shalat berdasarkan pendapat yang dipilih oleh Imam al-Nawawi dan telah dikutip oleh al-Subki, al-Asnawi dan al-Bulqaini. Dan beberapa contoh lainnya.
3. Paksaan
4. Lupa
5. Bodoh (tidak berilmu)
6. Sukar dan umum bala
Rukhsahnya antara lain shalat dengan bernajis yang dimaafkan seperti darah kudis, bisul, kutu, nanah, sedikit darah orang lain, bekasan najis yang sukar dihilangkan, taik burung apabila selalu ada dalam masjid dan tempat thawaf dan lain-lain. Tidak dimaafkan najis dari hewan yang tidak sering berkeliaran di lingkungan manusia.
7. Kekurangan
Rukhsahnya tidak dibebankan hukum kepada anak-anak dan orang gila, tidak membebankan hukum kepada perempuan sebanyak yang dibebankan kepada lak-laki seperti jama’ah, Jum’at, jihad, jiz-iyah (pajak atas zimmi) dan lain-lain.
B. Dalam mendhabith kesukaran, al-Suyuthi membagikan kesukaran atas dua pembagian, yaitu :
1. Kesukaran yang tidak dapat terlepas dari ibadah pada kebiasaan. Kesukaran model ini tidak ada pengaruh apapun terhadap hukum. Misalnya kesukaran dingin dengan sebab bersentuhan air pada berwudhu’, kesukaran puasa karena panas dan lama waktu siang, kesukaran musafir pada haji dan jihad, kesukaran sakit diberlakukan hudud dan rajam karena zina dan lain-lain.
2. Kesukaran yang dapat terlepas dari ibadah menurut kebiasaan. Kesukaran ini ada beberapa martabat, yaitu :
a. Kesukaran besar dan berat, misalnya kesukaran kuatir atas jiwa, anggota tubuh, mamfaat anggota tubuh. Martabat ini mewajibkan keringanan dan kemudahan secara qatha’, karena memelihara jiwa dan anggota tubuh untuk kemaslahatan agama lebih utama dari pada hilangnya demi ibadah
b. Kesukaran yang ringan yang tidak bahaya padanya, seperti sedikit sakit pada jari tangan, sedikit sakit kepala dan buruk tabi’at badan yang ringan. Martabat ini tidak ada pengaruh apapun terhadap hukum, karena menghasilkan kemaslahatan ibadah lebih utama dari pada menolak mafsadah yang tidak berpengaruh ini.
c. Pertengahan antara dua martabat di atas. Mana yang lebih dekat kepada martabat yang tinggi, maka mewajibkan keringanan dan mana yang mendekati martabat yang rendah, maka tidak mewajibkan keringanan.
C. Syeikh ‘Izzuddin membagikan keringanan syara’ kepada enam pembagian, yaitu :
1. Keringanan dengan menggugurkan taklif hukum, seperti gugur shalat Jum’at, haji, umrah dan jihad dengan sebab ‘uzur
2. Keringanan dengan mengurangi taklif hukum, seperti qashar shalat
3. Keringanan dengan menggantikan, seperti penggantian wudhu’ dan mandi dengan tayammum, berdiri pada shalat dengan duduk, berbaring dan isyarat, berpuasa dengan memberikan makanan pada fidyah puasa.
4. Keringanan dengan mendahulukan, seperti jama’ taqdim, mendahulukan menunai zakat atas haul (tahun), zakat fitrah pada bulan Ramadhan dan lain-lain
5. Keringanan dengan menundakan, seperti jama’ taakhir, menunda puasa Ramadhan karena sakit dan musafir dan lain-lain
6. Keringanan dengan memudahkan, seperti shalat orang yang beristinja’ dengan batu padahal masih melekat najis, minum khamar untuk melepaskan tersemat kerongkongan, makan najis untuk pengobatan dan lain-lain
7. Al-‘Ula-i menambah yang ketujuh, yaitu keringanan dengan mengubah, seperti mengubah bentuk shalat pada shalat khauf (shalat karena takut)
D. Dari aspek hukum melakukan rukhsah, maka rukhsah terbagi atas
1. Rukhsah yang wajib dilaksanakan, seperti makan bangkai bagi yang mudharat, berbuka puasa bagi orang yang kuatir celaka dengan sebab sangat lapar atau haus dan lain-lain
2. Rukhsah yang sunnat dilaksanakan, seperti qashar shalat pada musafir, berbuka puasa bagi orang yang sukar berpuasa pada musafir atau karena sakit dan lain-lain
3. Rukhsah yang makruh dilaksanakan seperti qashar shalat dalam musafir kurang dari tiga marhalah.


[1] Al-Suyuthi, al-Asybah wan-Nadhair, Cet. Al-Haramain, Singapura, Hal. 55-59

sumber: kitab-kuneng