Hukum Pidana Diantara Kita

Penulis : Maria Ulfah, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum UNPAR
Sudut Hukum | 2010 sampai pada penghujung tahun, selama 12 bulan yang telah berlalu terjadi perkara-perkara kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, serta kejahatan terhadap kekayaan Negara yang tingkat kriminalitasnya beragam di setiap daerah. Hal lain yang turut berlangsung sepanjang tahun adalah terjadinya mafia peradilan, tawar-menawar harga mengenai jangka waktu proses peradilan, konspirasi vonis perkara pidana yang didasarkan pada kesepakatan nominal, dan jual beli fasilitas Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani masa tahanan atau untuk menjalani vonis pidana penjara yang ternyata melibatkan para penegak hukum di negeri ini. Tidak hanya pejabat Polisi yang memulai proses suatu perkara, Jaksa yang bertindak sebagai Penuntut Umum, dan Penasihat Hukum yang merupakan pembela Terdakwa, bahkan Hakim yang mengemban tugas mulia sebagai pemberi putusan atas suatu perkara juga turut andil dalam ketidaktaatan atas hukum yang berlaku.
Sebagaimana diketahui hukum adalah satu kata yang memiliki cakupan luas dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Tidak semua orang dapat memahami bagaimana hukum bisa begini atau bisa begitu karena hukum sebagai suatu ilmu memerlukan pemikiran logis yang hasilnya tidak terumus secara baku seperti ilmu pasti yang ada dalam dunia ilmu pengetahuan dan penerapan dari hukum itu sendiri tergantung penemuan hukum apa yang digunakan, kepentingan yang tercakup di dalamnya, serta tujuan yang hendak dicapai.
Bagian dari masyarakat yang dianggap mengerti hukum (Hukum Pidana) adalah para penegak hukum. Melalui kewenangan yang dimiliki para penegak hukum, semua praktik permasalahan hukum yang terjadi “digantungkan” kepada mereka dan mereka adalah salah satu tumpuan utama untuk berjalannya hukum yang baik di masyarakat demi tercapainya keadilan yang sebenarnya.
Para penegak hukum di Indonesia memang tidak sempurna karena dengan melihat potret negatif praktik Hukum Pidana yang ada, telah memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan antara yang dikehendaki dalam Hukum Pidana dengan yang ada secara nyata di masyarakat. Namun perlu dipahami juga bahwa potret negatif tersebut tidak dilakukan oleh semua penegak hukum, tetapi jika beberapa pelaku tersebut terus dibiarkan hingga menjadi semakin melembaga maka nasib hukum Indonesia akan menjadi terpuruk, memunculkan ketidakpastian hukum, mengurangi kepercayaan masyarakat atas hukum, dan bagian terburuknya adalah anggota masyarakat melakukan ketidaktaatan hukum yang menimbulkan anarki. Sehingga untuk mencegah terjadinya keterpurukan itu maka :
1.
Kita semua perlu mengingat bahwa :

  1. Hukum dibuat untuk disalahgunakan;
  2. Hukum dibuat untuk menjadi instrumen kepentingan “tertentu” semata;
  3. Hukum dibuat untuk menjaga keamanan dan ketertiban bersama;
  4. Hukum dibuat berdasarkan kepentingan rakyat;
  5. Hukum dibuat oleh lembaga yang terbentuk dari pemilihan secara demokratis;
  6. Hukum dibuat sebagai pelengkap kehidupan kita agar menjadi lebih teratur; dan
  7. Hukum dibuat agar tercipta kesamaan kita di depan hukum (tanpa terkecuali)

Mari kita sebagai individu atau kelompok dalam masyarakat atau penegak hukum di Indonesia menerapkan hukum sebagaimana seharusnya karena sampai kapan negeri ini harus terjerumus dengan kondisi hukum yang kurang mengayomi??
2.
Jika kita menyadari kondisi-kondisi hukum tertentu yang terjadi di Indonesia adalah salah, maka kita tidak mencotohnya sebagai panutan dan tidak mengulanginya sebagai sebuah bentuk solidaritas.Diharapkan dengan perilaku satu pribadi, satu pribadi, satu pribadi yang memberlakukan hukum dengan baik, dapat mempengaruhi individu lainnya atau kelompok dalam masyarakat atau bahkan penegak hukum di Indonesia untuk ikut serta melakukan dan melanjutkannya, agar das Sollen das Sein Hukum Pidana di Indonesia tidak semakin jauh tercipta dan semoga pada tahun yang baru hukum di Indonesia menjadi lebih baik, lebih mengayomi, dan lebih menjamin ketertiban di masyarakat untuk mencapai tujuan hukum yang sebenarnya.