[Pidana] Fungsi dan Tujuan Hukum Pidana

Sudut Hukum | Tirtaamidjaya menyatakan maksud diadakannya hukum pidana adalah untuk melindungi masyarakat. Secara umum hukum pidana berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupannya yang berbeda-beda terkadang mengalami pertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang dapat menimbulkan kerugian atau mengganggu kepentingan orang lain. Agar tidak menimbulkan kerugian dan mengganggu kepentingan orang lain dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut maka hukum memberikan aturan-aturan yang membatasi perbuatan manusia, sehingga ia tidak bisa berbuat sekehendak hatinya.


Berkenaan dengan tujuan hukum pidana (Strafrechtscholen) dikenal dua aliran tujuan dibentuknya peraturan hukum pidana, yaitu:

[Pidana] FUNGSI dan TUJUAN HUKUM PIDANA

1. Aliran klasik


Menurut aliran klasik (de klassieke school/de klassieke richting) tujuan susunan hukum pidana itu untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa (Negara). Peletak dasarnya adalah Markies van Beccaria yang menulis tentang “Dei delitte edelle pene” (1764). Di dalam tulisan itu menuntut agar hukum pidana harus diatur dengan undang-undang yang harus tertulis. Pada zaman sebelum pengaruh tulisan Beccaria itu, hukum pidana yang ada sebagian besar tidak tertulis dan di samping itu kekuasaan Raja Absolute dapat menyelenggarakan pengadilan yang sewenang-wenang dengan menetapkan hukum menurut perasaan dari hakim sendiri. Penduduk tidak tahu pasti perbuatan mana yang dilarang dan beratnya pidana yang diancamkan karena hukumnya tidak tertulis.


Proses pengadilan berjalan tidak baik, sampai terjadi peristiwa yang menggemparkan rakyat seperti di Perancis dengan kasus Jean Calas te Toulouse (1762) yang dituduh membunuh anaknya sendiri bernama Mauriac Antoine Calas, karena anaknya itu terdapat mati di rumah ayahnya. Di dalam pemeriksaan Calas tetap tidak mengaku dan oleh hakim tetap dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana mati dan pelaksanaannya dengan guillotine. Masyarakat tidak puas, yang menganggap Jean Calas tidak ber-salah membunuh anaknya, sehingga Voltaire mengecam putusan pengadilan itu, yang ternyata tuntutan untuk memeriksa kembali perkara Calas itu dikabulkan. Hasil pemeriksaan ulang menyata-kan Mauriac mati dengan bunuh diri. Masyarakat menjadi gempar karena putusan itu, dan selanjutnya pemuka-pemuka masyarakat seperti J.J. Rousseau dan Montesquieu turut menuntut agar kekuasaan Raja dan penguasa-penguasanya agar dibatasi oleh hukum tertulis atau undang-undang. Semua peristiwa yang diabadikan itu adalah usaha untuk melindungi individu guna kepentingan hukum perseorangan.



Oleh karenanya mereka menghendaki agar diadakan suatu pera-turan tertulis supaya setiap orang mengetahui tindakan-tindakan mana yang terlarang atau tidak, apa ancaman hukumannya dan lain sebagainya. Dengan demikian diharapkan akan terjamin hak-hak manusia dan kepentingan hukum perseorangan. Peraturan tertulis itu akan menjadi pedoman bagi rakyat, akan melahirkan kepas-tian hukum serta dapat menghindarkan masyarakat dari kese-wenang-wenangan.


Pengikut-pengikut ajaran ini menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menjamin kepentingan hukum individu. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh sese-orang (individu) yang oleh undang-undang hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana harus dijatuhkan pidana. Menu-rut aliran klasik, penjatuhan pidana dikenakan tanpa memper-hatikan keadaan pribadi pembuat pelanggaran hukum, mengenai sebab-sebab yang mendorong dilakukan kejahatan (etiologi kriminil) serta pidana yang bermanfaat, baik bagi orang yang me-lakukan kejahatan maupun bagi masyarakat sendiri (politik kriminil).


2. Aliran modern


Aliran modern (de moderne school/de moderne richting) menga-jarkan tujuan susunan hukum pidana itu untuk melindungi masya-rakat terhadap kejahatan. Sejalan dengan tujuan tersebut, perkem-bangan hukum pidana harus memperhatikan kejahatan serta kea-daan penjahat. Kriminologi yang objek penelitiannya antara lain adalah tingkah laku orang perseorangan dan atau masyarakat ada-lah salah satu ilmu yang memperkaya ilmu pengetahuan hukum pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari social science menimbulkan suatu aliran baru yang menganggap bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar ter-lindungi kepentingan hukum masyarakat.


Berikut ini disebutkan pula beberapa pendapat yang dikemuka-kan tentang fungsi/tujuanhukum pidana:


Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut:

  1. Fungsi yang umum, Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat;
  2. Fungsi yang khusus, Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memper-kosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri‟ atau seba-gai „pedang bermata dua‟, yang bermakna bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan hukum (misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar.

Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum pidana adalah subsidair, artinya hukum pidanahendaknya baru diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.


Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai bagian dari hukum publik hukum pidana berfungsi:

  • Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan-perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut

Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam, yaitu:

  1. Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dan lain sebagainya;
  2. Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappe-lijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain sebagainya;
  3. Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya ke-pentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara saha-bat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya, dan sebagainya.
  • Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara men-jalankan fungsiperlindungan atas berbagai kepentingan hukum

Dalam mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi, dilakukan oleh negara dengan tindakan-tindakan yang sangat tidak menyenangkan, tindakan yang justru melanggar kepentingan hukum pribadi yang mendasar bagi pihak yang bersangkutan, misalnya dengan dilakukan penangkapan, penahanan, pemerik-saan sampai kepada penjatuhan sanksi pidana kepada pelakunya. Kekuasaan yang sangat besar ini, yaitu kekuasaan yang berupa hak untuk menjalankan pidana dengan menjatuhkan pidana yang menyerang kepentingan hukum manusia atau warganya ini hanya dimiliki oleh negara dan diatur di dalam hukum pidana itu sendiri terutama di dalam hukum acara pidana, agar negara dapat men-jalankan fungsi menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana dengan sebaik-baiknya.


  • Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.

Kekuasaan negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan melindungi kepentingan hukum itu dapat membahayakan dan menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak sewe-nang-wenang jika tidak diatur dan dibatasi sedemikian rupa, sehingga pengaturan hak dan kewajiban negara mutlak diper-lukan.


Menurut Jan Remmelink hukum pidana (seharusnya) ditujukan untuk menegakkan tertib hukum, melindungi masyarakat hukum. Manusia satu persatu di dalam masyarakat saling bergantung, kepen-tingan mereka dan relasi antar mereka ditentukan dan dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan tertib sosial ini untuk bagian terbesar sangat tergantung pada paksaan. Jika norma-norma tidak diataati, akan muncul sanksi, kadangkala yang berbentuk informal, misalnya perlakuan acuh tak acuh dan kehilangan status atau penghargaan sosial. Namun jika me-nyangkut hal yang lebih penting, sanksi (hukum), melalui tertib hukum negara yang melengkapi penataan sosial, dihaluskan, diperkuat dan dikenakan kepada pelanggar norma tersebut. Ini semua tidak dikatakan dengan melupakan bahwa penjatuhan pidana dalam prakteknya masih juga merupakan sarana kekuasaan negara yang tertajam yang dapat dike-nakan kepada pelanggar. Menjadi jelas bahwa dalam pemahaman di atas hukum pidana bukan merupakan tujuan dalam dirinya sendiri, namun memiliki fungsi pelayanan ataupun fungsi sosial


Menurut Van Bemmelen, hukum pidana itu membentuk norma-norma dan pengertian-pengertian yang diarahkan kepada tujuannya sendiri, yaitu menilai tingkah laku para pelaku yang dapat dipidana.40 Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu sama saja dengan bagian lain dari hukum, karena seluruh bagian hukum menentukan peraturan untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum. Akan tetapi dalam satu segi, hukum pidana menyimpang dari bagian hukum lainnya, yaitu dalam hukum pidana dibicarakan soal penambahan penderitaan dengan sengaja dalam bentuk pidana, walaupun juga pidana itu mempunyai fungsi yang lain dari pada menambah penderitaan. Tujuan utama semua bagian hukum adalah menjaga ketertiban, ketenangan, kesejahteraan dan kedamaian dalam masyarakat, tanpa dengan sengaja menimbulkan penderitaan.



Selanjutnya Van Bemmelen menyatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan ultimum remidium (obat terakhir). Sedapat mungkin diba-tasi, artinya kalau bagian lain dari hukum itu sudah tidak cukup untuk menegakkan norma-norma yang diakui oleh hukum, barulah hukum pidana diterapkan. Ia menunjuk pidato Menteri Kehakiman Belanda Modderman yang antara lain menyatakan bahwa ancaman pidana itu harus tetap merupakan suatu ultimum remidium. Setiap ancaman pidana ada keberatannya, namun ini tidak berarti bahwa ancaman pidana akan ditiadakan, tetapi selalu harus mempertimbangkan untung dan rugi ancaman pidana itu, dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat yang diberikan lebih jahat daripada penyakit.