Asbabun Nuzul Surah Al-Hujurat

SUDUT HUKUM | Al-Qur’an diturunkan ke muka bumi secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari, yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi saw.1 Suatu peristiwa yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status hukum pada saat terjadinya, baik itu berupa peristiwa ataupun pertanyaan, disebut asbabun nuzul.2


Asbabun nuzul adalah sebab langsung maupun tidak langsung yang berkaitan terhadap turunnya ayat, bukan apa yang dikandung oleh ayat tersebut. Ada kalanya suatu ayat memiliki sebab turun berupa peristiwa tertentu dan adakalanya tidak memiliki sebab khusus berupa peristiwa tertentu. Hal ini bukanlah hambatan untuk memahami Al-Qur’an, karena ibrah (pelajaran) itu berada pada keumuman lafadz bukan pada kekhususan sebab.3


Sebab turun QS al-Hujurat secara umum


Surat al-Hujurat diturunkan setelah surat al-Fath, yang menguraikan tentang sifat-sifat umat yang memegang teguh keyakinan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. Mereka bersikap keras terhadap orang-orang yang masih kafir dan tidak mau menerima kebenaran seruan Ilahi, dan bersikap lembut terhadap orang-orang yang seiman. Dan terkadang, meskipun saudara sekandung, jika keyakinan tentang Tuhan berbeda akan menimbulkan kerenggangan hubungan. Sebaliknya, meskipun seseorang itu berasal dari bangsa yang berbeda, akan tetapi memiliki keyakinan dan keimanan yang sama, akan saling berkasih-kasihan dan sayang-menyayangi. Tidak heran jika pada zaman Nabi, Bilal yang berkulit hitam, dengan Shuhaib yang berkulit putih dan Salman yang berkulit kuning, masing-masing dari bangsa yang berbeda, mereka tetap hidup bersama bagaikan saudara. Mereka berbaris menjadi satu di medan perang, dan bersaf menjadi satu barisan di belakang Nabi saw.4

Setelah ada perpaduan karena persatuan akidah, maka turunlah surat al-Hujurat yang mengatur adab sopan santun bagi seorang muslim di dalam kehidupannya. Ayat-ayat dalam surat al-Hujurat, diturunkan untuk menyikapi sikap moral bangsa Arab yang tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.


Sebab turun ayat-ayat dalam QS al-Hujurat


Firman Allah swt.,

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.” (al-Hujurat: 1)

Ayat pertama dari surat al-Hujurat tersebut, turun berkenaan dengan perdebatan antara sahabat Umar bin al-Khattab dengan sahabat Abu Bakar. Mereka memperdebatkan tentang pengangkatan al-Aqra’ ibnu Habis atau al-Qa’qa’ ibnu Ma’bad. Mereka berdebat di hadapan Nabi saw. hingga suara mereka semakin keras dan melebihi suara Nabi saw., dan turunlah ayat kedua dari surat al-Hujurat yang menegur perbuatan mereka tersebut. Firman Allah SWT.,


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari.” (al-Hujurat: 2).


Sesudah turun ayat tersebut, maka Abu Bakar tidak pernah berbicara dengan Rasulullah kecuali seperti orang yang berbisik saja. Sedang Umar tidak pernah berbicara dengan perkataan yang keras, sehingga Nabi perlu bertanya kepadanya tentang apa yang ia ucapkan karena suaranya yang sangat rendah.5 Imam al-Bukhari meriwayatkan:

Artinya: “Kami diberitahu oleh Busrah bin Shafwan al-Lakhami, dia diberitahu oleh Nafi’ bin Umar, Nafi’ mendapatkannya dari riwayat Ibnu Abi Mulaikhah yang telah berkata, “Hampir saja dua orang yang baik binasa, yaitu Abu Bakar dan Umar bin al-Khattab karena keduanya meninggikan suaranya di sisi Nabi saw. saat beliau kedatangan kafilah Bani Tamim. Kemudian salah satu dari keduanya memberikan isyarat kepada Aqra’ bin Habis saudara Bani Majasyi’, sedangkan yang lain memberikan isyarat kepada yang lain, kata Nafi’, “Saya tidak hafal namanya”. Selanjutnya kata Abu Bakar kepada Umar, “Tiada yang kamu inginkan selain menyelisihiku”, jawab Umar, “Saya tidak berkeinginan berselisih denganmu”, maka pada saat itulah suara mereka meninggi, kemudian turunlah QS al-Hujurat: 2.6

Menurut Ibnu Abbas, ketika turun firman Allah (al-Hujurat: 2), Abu Bakar bersumpah kepada dirinya tidak akan berbicara dengan Rasulullah, melainkan seperti seorang saudara senasab yang utama. Kemudian Allah menurunkan kepada Abu Bakar,


Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah, mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa.” (al-Hujurat: 3).
Firman Allah swt.,

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar (mu) kebanyakan mereka tidak mengerti.”
(al-Hujurat: 4)


Ayat tersebut turun berkenaan dengan Bani Tamim yang mendatangi Nabi saw. lalu masuk masjid. Kemudian mereka memanggil Nabi dari luar bilik beliau (seraya berteriak), “Wahai Muhammad, keluarlah menemui kami, karena sesungguhnya puji sanjungan kami adalah keelokan, dan cacian kami adalah suatu noda.” Maka terganggulah Nabi karena panggilan itu, kemudian Nabi keluar menemui mereka. Lalu mereka berkata: “Sesungguhnya kami telah mendatangimu wahai Muhammad, maka berbanggalah kamu.” Maka diturunkan kepada mereka QS al-Hujurat: 4.7

Asbabun Nuzul  Surah Al-Hujurat



Menurut ath-Thabarani dan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan, bersumber dari Zaid bin Arqam mengatakan bahwa orang-orang Bani Tamim yang datang kepada Nabi dan berteriak-teriak memanggil Nabi ditegur dengan turunnya ayat 4 tersebut. Dan andaikan mereka bersabar, maka akan lebih baik, karena perbuatan tersebut menggambarkan tidak adanya akhlak dan sopan santun.8


Artinya: “Suatu riwayat dari Imam Ahmad, yang berasal dari riwayat pemimpin Bani Mushthaliq, yaitu al-Harits bin Dhirar bin Abi Dhirar. Imam Ahmad berkata, “Kami telah mendengar berita dari Muhammad bin Abi Sabiq, dia mendengarnya dari Isa bin Dinar, dari ayahnya yang telah memberitahukan bahwa ia pernah mendengar al-Harits bin Dhirar al-Khuza’i ra. berkata, “Saya pernah datang menemui Rasulullah saw., dan beliau mengajakku supaya masuk Islam. Kemudian aku pun masuk Islam dan berikrar dengannya, lalu beliau mengajakku supaya menunaikan zakat. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, saya akan kembali kepada kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa memenuhi ajakanku, aku akan menyampaikan zakatnya. Dan engkau, wahai Rasulullah harus mengirim utusan kepadaku pada masa seperti ini dan seperti ini, agar utusanmu dapat membawa zakat yang telah aku kumpulkan.” Ketika al-Harits telah mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi ajakannya dan telah habis masa yang ditentukannya, utusan Rasul tidak juga datang. Ia menduga bahwa Rasul telah murka kepadanya, sehingga ia mengumpulkan tokoh-tokoh dari kaumnya dan mengajak mereka untuk menghadap Rasul. Sementara itu di pihak lain, Rasulullah telah mengutus al-Walid bin Uqbah kepada al-Harits untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkannya pada masa yang telah ditentukan. Ketika al-Walid sampai di tengah perjalanan, tiba-tiba ia merasa ketakutan. Kemudian ia pulang dan mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya al-Harits telah melarangku mengambil zakat dan ingin membunuhku.” Rasulullah pun marah dan mengirim utusan kepada al-Harits dan kaumnya. Ketika para utusan sampai di perbatasan kota, mereka bertemu dengan al-Harits beserta rombongannya yang berniat mendatangi Rasulullah. Mereka berkata, “Inilah al-Harits.” Saat mereka telah dekat, al-Harits bertanya, “Kalian disuruh menemui siapa?”, Kata mereka, “Menemuimu”. Al-Harits bertanya lagi, “Mengapa?”. Mereka menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah telah mengutus al-Walid bin Uqbah untuk datang kepadamu, dan ia melaporkan bahwa kamu telah menghalanginya untuk mengambil zakat serta ingin membunuhnya.” Al-Harits menjawab, “Tidak, demi Yang telah mengutus Muhammad dengan kebenaran, saya tidak pernah sama sekali melihat dia dan dia tidak pernah mendatangiku.” Selanjutnya ketika al-Harits menjumpai


Rasulullah, Rasul pun bertanya, “Engkau telah menahan zakat dan ingin membunuh utusanku?”, jawab al-Harits, “Tidak, demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya (al-Harits) dan ia tidak pernah mendatangiku. Aku kemari karena aku khawatir kalau aku telah mendapat kemurkaan dari Allah dan Rasul-Nya.” Maka turunlah firman Allah surat al-Hujurat 6-8.9

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu. Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Hujurat: 6-8)

Selain Imam Ahmad ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Khalid bin Uqbah. Mereka adalah Ibnu Abi Laila, Yazid bin Ruman, adh-Dhahak, Muqatil bin Hayyan, dan yang lainnya.10


Artinya : “Bahwasanya Anas bin Malik, ia berkata, “Dikatakan kepada Rasulullah, sekiranya engkau mau mendatangi Abdullah bin Ubay.” Kemudian beliau pergi dengan naik seekor keledai daan diikuti oleh sejumlah kaum muslimin dengan berjalan kaki. Ketika Abdullah bin Ubay didatangi Rasulullah, ia berkata, “Menyingkirlah kamu dariku, demi Allah, sesungguhnya bau busuknya keledaimu telah menyakitiku.” Seorang laki-laki dari kaum Anshar berkata, “Demi Allah, sungguh keledai Rasulullah itu lebih wangi baunya daripada baumu.” Lalu seorang laki-laki dari kaum Abdullah marah karena membelanya, dan marahlah juga pendukung dari kaum Anshar karena sama-sama membela sahabatnya. Maka diantara mereka ada yang memukul dengan pelepah kurma, ada yang dengan tangan dan sandal. Kemudian turunlah ayat surat al-Hujurat: 9.11
Artinya: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perinta Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perinta Allah),maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (al-Hujurat: 9).

Kemudian firman Allah,


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolokkan kaaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka.” (al-Hujurat: 11).

Para ulama menyebutkan, bahwa turunnya ayat tersebut dikarenakan suatu sebab, yakni berkenaan dengan Tasbit bin Qais bin Syammas yang memiliki pendengaran yang agak kurang, dan jika ia datang kepada Rasulullah saw, maka ia diberi kelonggaran sehingga dapat duduk di samping Nabi saw., agar ia dapat mendengarkan apa yang dikatakan oleh Nabi. Pada suatu ketika, para sahabat berkumpul dalam suatu majlis yang agak penuh sesak. Tsabit berkata kepada seoarng laki-laki yang ada di hadapannya, “Geser sedikit, geser sedikit!” Maka laki-laki itu berkata, “Sesungguhnya engkau telah memperoleh tempat duduk.” Kemudian Tasbit duduk dengan sikap marah, selanjutnya berkata kepada laki-laki itu, “Siapakah kamu?” Jawabnya, “Saya Fulan.” Tsabit berkata, “Engkau adalah anak si Fulanah.” Lalu Tsabit menyebutkan nama ibu laki-laki itu yang di zaman Jahiliyah menjadi orang yang dijelek-jelekkan. Laki-laki itu memejamkan mata serta menundukkan kepalanya karena malu. Maka turunlah ayat 11 dari surat al-Hujurat.12


Ada sebagian mufasir yang mengemukakan pendapatnya berkaitan dengan akhir ayat ini :

Artinya: “Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”. (al-Hujurat: 11).

Pertama, bahwa istri-istri Nabi telah menjelek-jelekkan Ummu Salamah dengan sebutan pendek.

Kedua,

Artinya: “Bahwa Shafiyah binti Huyay bin Akhthab mendatangi Rasulullah seraya berkata, “Sesungguhnya para wanita telah menjelek-jelekkan saya dengan mengatakan: Hai Yahudiyah binti Yahudiyain.” Maka Rasulullah berkata, “Kenapa tidak kau katakan bahwa sesungguhnya ayahku adalah Harun, pamanku adalah Musa dan suamiku adalah Muhammad.”13
Dan masih banyak lagi riwayat lain yang kesemuanya adalah dha’if, sehingga tidak bisa dijadikan suatu ketetapan. Kemudian firman Allah swt.,

Artinya: “Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (al-Hujurat: 11).
Ayat ini turun ketika Nabi di Madinah, yang mana para sahabat Madinah memiliki beberapa nama panggilan. Suatu ketika Nabi memanggil seorang sahabat dengan salah satu nama gelarnya yang ternyata tidak disukainya. Salah seorang sahabat berkata, “Sesungguhnya nama yang engkau pakai untuk memanggilnya itu tidak disukainya.” Maka turunlah ayat “Wa la tanabazu bil alqab.14


Diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa Nabi meminta kepada Bani Bayadhoh untuk menikahkan salah seorang putrinya dengan Abu Hind, yang pekerjaan sehari-harinya adalah tukang bekam. Akan tetapi mereka enggan melakukannya, karena Abu Hind adalah bekas budak mereka. Sikap mereka ini keliru dan ditegur dengan turunnya ayat,

Artinya: “Hai manusia, sesunguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.” (al-Hujurat: 13).
Ada riwayat lain yang menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Usaid ibn Abi al-Ish yang berkomentar ketika mendengar Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan di Ka’bah. Menurutnya Bilal tidak pantas adzan di Ka’bah, karena ia adalah bekas budak dan memiliki warna kulit yang sangat hitam.15

Firman Allah swt.,

Artinya: “Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah kepada mereka, “Kamu belum beriman,” Tetapi katakanlah, “Kami telah tunduk.” (al-Hujurat: 14)

Para mufasirin berpendapat bahwa ayat 14 tersebut turun berkenaan dengan orang-orang Arab Bani Asad yang datang ke Madinah dan mengungkit-ungkit keislaman mereka. Sebagaiman diriwayatkan oleh Mujahid dan yang lainnya.16


Kemudian untuk ayat 17 yang berbunyi,


Artinya: “Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu.” (al-Hujurat: 17).

Imam ath-Thabrani telah mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad hasan melalui Abdullah Ibnu Aufa, bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan segolongan orang Arab Badui yang berkata kepada Rasulullah bahwa keimanan mereka adalah nikmat bagi Rasulullah karena tidak perlu berperang terlebih dahulu. Lalu turunlah ayat tersebut yang tidak membenarkan anggapan mereka.17



Menurut Ibnu Abi Hatim, peristiwa tersebut terjadi pada saat penaklukan kota Makkah, yakni tahun 9/10 Hijriyah (630-632 M).18 (*I’anah Mardliyah)

____________________


1 A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul; Studi Pendalaman Al-Qur’an, Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hlm. XI.

2 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, diterjemahkan dari Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS., Litera Antar Nusa, Bogor, 2001, hlm. 110.

3 Nashir bin Sulaiman al-Umar, Tafsir Surat al-Hujurat; Manhaj Pembentukan Masyarakat Berakhlak Islam, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 2001, hlm. 10.

4 Hamka, Tafsir Al-Azhar, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, XXV_XXVI, hlm. 180.

5 Ibid., hlm. 186.

6 Abu Abdillah Muhammmad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizabah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahihul Bukhari, Toha Putra, Semarang, t.th., juz 6, hlm. 46.

7 Abul Hasan Ali Ibnu Ahmad al-Wahidy an-Naisabury, Asbabun Nuzul, Darul Fikr, Beirut, Libanon, 1991, hlm. 220.

8 Jalaluddin as-Suyuthy, Riwayat Turunnya Ayat-ayat Suci Al-Qur’an, diterjemahkan dari Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul, terj. A. Mustofa, CV asy-Syifa’, Semarang, 1993, hlm. 489.

9 Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, Darul Fikr, Beirut, Libanon, t.th., IV, hlm. 279.

10 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wili Ayil Qur’an, Darul Fikr, Beirut, Libanon, 1988, Jld XIII, Juz 26, hlm. 124.

11 Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin Ibraahim Ibnul Mughirah bin Bardizabah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahihul Bukhari, Toha Putra, Semarang, t.th., Juz III, hlm. 166.

12 Al-Wahidy an-Naisabury, op.cit., hlm. 263.

13 Ibid., hlm.264.

14 Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthi, Terjemah Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, diterjemahkan dari Tafsir al-Jalalain, terj. Bahrun Abu Bakar, Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm. 2248.

15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Lentera Hati, Jakarta, 2002, Vol. 13, hlm. 261.

16 Ath-Thabari, op.cit., hlm. 141.

17 Jalaluddin al-Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthi, op.cit., hlm. 2249.

18 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 32.



Download Mp3 QS. Al-Hujurat DISINI