Apa Kewenangan Kurator?

Apakah Kurator dapat menyelenggarakan RUPS, mengubah anggota Dewan Direksi dan Dewan komisaris?
Ini pertanyaan yang sangat menarik. Dalam pengamatan kami, tidak ada satupun ketentuan dalam UU Kepailitan” (Undang-undang Nomor 4 tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998 jo Staatsblad 1905 Nomor 217 jo Staatsblad 1906 Nomor 3481) yang secara spesifik mengatur hal ini. UU Kepailitan lebih banyak mengatur tentang prosedur dan juga tentang akibat kepailitan atas harta debitur pailit serta pengurusan atau pemberesannya. Sedikit sekali disinggung tentang akibat kepailitan atas subyek hukum debitur itu sendiri. Hal ini pula yang mengakibatkan banyak kesimpangsiuran, misalnya tentang apakah suatu perseroan terbatas yang telah dibubarkan (dan sedang dalam likuidasi) dapat dinyatakan pailit.
Kepailitan suatu perseroan terbatas berakibat hilangnya kekuasaan dan kewenangan seluruh organ-organ perseroan atas harta kekayaan perseroan tersebut. Organ-organ perseroan seperti RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris menjadi tidak berwenanang untuk melakukan tindakan-tindakan kepengurusan harta, dan kedudukannya digantikan oleh kurator. Sebagai contoh, Pasal 67(2) UU Kepailitan menegaskan bahwa dalam melakukan tugasnya kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut disyaratkan.
Pertanyaannya adalah apakah organ-organ perseroan kehilangan wewenangnya untuk melakukan tindakan selain pengurusan atas harta pailit? Seharusnya jawabannya adalah tidak. Organ-organ itu tetap berwenang selama tidak ada akibatnya atas harta pailit. Jika kita mengkaji kepailitan atas perseorangan dan bukan perseroan terbatas, maka debitur pailit dapat tetap hidup, bersosialisasi, bahkan dapat bekerja dan menghasilkan uang untuk harta pailit. Namun, untuk perseroan terbatas memang sulit sekali ditarik garis yang jelas, karena sebagai badan usaha yang bertujuan mencari keuntungan, maka seluruh atau (hampir seluruh) tindakan yang diambil organ-organ tersebut adalah untuk mendapatkan keuntungan. Namun baiklah untuk kepentingan diskusi ini kita anggap saja organ perseroan tetap berwenang. Akibatnya, kurator tidak dapat mengambilalih kewenangan tersebut, termasuk mengadakan RUPS, dan sebagainya.
Analisa di atas juga sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”). Walaupun mengatur tentang perubahan Anggaran Dasar suatu perseroan, Pasal 18 UU PT menegaskan bahwa perubahan tersebut harus dengan persetujuan kurator. Ini berarti bahwa organ RUPS masih berfungsi dan pemegang saham masih berwenang untuk mengadakan RUPS selama bukan untuk pengurusan harta pailit.
Selanjutnya kita perlu pertanyakan pula kepentingan kurator untuk mengadakan RUPS untuk mengganti susunan anggota Direksi atau Dewan Komisaris. Dalam kepailitan RUPS sebagai salah satu organ perseroan telah kehilangan kewenangannya dalam pengurusan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67(2) UU Kepailitan. Kurator dapat mengambil sendiri tindakan-tindakan pengurusan harta untuk dan atas nama perseroan pailit berdasarkan diskresinya. Tentunya ada beberapa batasan, yaitu keharusan ijin terlebih dahulu dari lembaga lain, seperti Hakim Pengawas atau rapat kreditur. Jika kurator perlu bantuan dalam mengurus harta debitur/perseroan pailit, maka kurator dapat menunjuk tenaga ahli. Bahkan perubahan susunan Direksi atau Dewan Komisaris dapat menyulitkan pertanggungjawaban organ-organ tersebut, jika kepailitan disebabkan kesalahan mereka.
Yang mungkin terjadi, perubahan susunan organ tersebut dilakukan dalam rangka rencana perdamaian. Tentunya dalam hal ini debitur (yaitu pemegang saham melalui RUPS) sendiri yang dapat melakukannya, karena rencana perdamaian juga hanya dapat diajukan oleh debitur pailit.(*hukumonline)