Baiat Pada Masa Rasulullah

Baiat Pada Masa Rasulullah
Istilah baiat telah dikenal sebelum masa Islam di antara suku-suku Arab, pemakaiannya sebagai istilah politik yang mapan berkaitan dengan perkembangan kekhilafatan. Pada zaman awal pemerintahan Islam, pengertian baiat berkembang menjadi kesepakatan politik atau kontrak sosial antara seorang pemimpin dengan rakyat. Dengan demikian, pemberi baiat, dalam hal ini rakyat, berjanji untuk melakukan apa saja bagi kepentingan pemimpin yang dibaiatnya. Sebaliknya, pemimpin tersebut, dengan baiat yang diterimanya, berjanji akan melaksanakan semua hal demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, baiat terhadap sesorang khilafat biasanya dilakukan dengan menjabat tangannya sebagai pertanda kesetian kepadanya.
Baiat Pada Masa Rasulullah


Pada masa nabi Muhammad saw, baiat yang dilakukan kaum muslimin kepadanya lebih bersifat ikrar, janji biasa untuk tetap membela Islam, tanpa mempunyai ikatan yang bersifat politis tertentu. Baiat-baiat tersebut adalah:
1. Baiat Aqabat I (Bai’ah Aqbah al Ula)
Setelah nabi Muhammad saw kehilangan pelindungnya, yaitu pamannya, Abu Thalib dan istrinya, Siti Khadijah, beliau merasa putus asa akan usaha dakwahnya di suku Quraisy, dan akhirnya beliau, Rasulullah, memutuskan untuk mencoba di tempat lain melaksanakan tugasnya.
Sepuluh tahun berdakwah dikalangan penduduk Makkah dengan hasil jauh dari apa yang diharapkan, kemudian beliau pergi keThaif , kota yang terletak 70 mil dari Makkah.
Didampingi oleh budaknya, Zaid yang setia, Rasulullah beliau sampai di tengah-tengah orang Thakif.18 Beliau menyampaikan kepada mereka tentang amanat yang harus disampaikannya, beliau mengatakan kepada mereka tentang dosa-dosa yang mereka perbuat dan mengajak mereka menyembah Tuhan Yang Esa, Allah. Namun mereka justru marah dan menyebutnya gila. Kemudian Rasulullah diusir dan dilempari dengan batu hingga luka-luka dan berdarah.
Muhammad saw kembali ke Makkah, berduka di dalam hati. Di sana ia tinggal beberapa waktu, menjauhkan diri dari kaumnya, sekali-kali berkhotbah, tetapi membatasi usaha-usahnya terutama kepada orang asing yang berkumpul di Makkah dan sekitarnya selama musim haji setiap tahun, sambil berharap untuk mendapatkan mereka orang yang percaya kepadanya dan membawa kebenaran kepada kaumnya.
Telah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jama’ah dan membicarakan agama. Sebagian mereka tidak tertarik, sebagian lagi menolaknya dengan tegas. Tetapi ada juga dukungan dari kelompok yang tidak diduga sebelumnya.
Seperti di ceritakan oleh Ibn Hisyam, bahwa pada suatu hari Rasulullah berada di antara setengah pedagang peziarah, beliau bertemu dengan rombongan yang terdiri atas enam orang dari kota Yastrib, dan Rasulullah berbicara dengan mereka. Dimintanya mereka supaya duduk dan mendengarkan apa yang akan diucapkan oleh Rasulullah dan merekapun mendengarkannya dengan seksama. Tertarik akan kesunguhan dan kejujuran dari Muhammad saw, mereka pun masuk Islam. Dan, kejadian ini berlangsung di bawah bukit Aqbah, pada tahun kesebelas kenabiannya.
Rombongan yang masuk Islam ada enam orang, berasal dari golongan Khazraj yang masih menganut agama berhala. Mereka pernah mendengar, dari bangsa Yahudi, bahwa akan datang seorang rasul yang membawa kemenangan. Adapun keenam orang tersebut:
As’ad in Zurarah, dari Bani An-Najjar
Rafi’ bin Malik, dari Bani Zuraiq
‘Auf bin Harits, dari Bani An-Najjar
Quthbah bin ‘Amir, dari Bani Salamah
‘Uqbah bin ‘Aimr, dari Bani Hiram
Jabir bin ‘Abdillah, dari Bani ‘Ubaid
Pengajaran dan aqidah yang mereka terima dari Rasulullah itu dibawa mereka pulang dan disiarkan pula ditengah-tengah keluarga mereka msaing-masing.
Kemudian pada musim haji berikutnya, yaitu pada tahun kedua belas dari eknabiannya, sebagaimana telah mereka janjikan sebelumnya, lima orang dari enam orang awal yang telah menyatakan masuk Islam, kembali lagi ke Makkah bersama dengan tujuh orang lain, jadi jumlah mereka da dua belas orang. Dari dua belas orang itu, dua dari golongan Aus dan sepuluh dari golongan Khazraj. Mereka menemui nabi Muhammad saw di Aqabah, tempat mereka mengucapkan baiatnya, kesetiaan kepada nabi Muhammad saw. Sahabat-sahabt itu, adalah:
1. As’ad in Zurarah, dari Bani An-Najjar
2. Rafi’ bin Malik, dari Bani Zuraiq
3. ‘Auf bin Harits, dari Bani An-Najjar
4. Quthbah bin ‘Amir, dari Bani Salamah
5. ‘Uqbah bin ‘Aimr, dari Bani Hiram
6. Mu’adz bin Harits,dari Bani An-Najjar
7. Dzakwan bin Abdul Qais, dari Bani Zuraiq
8. Yazid bin Tsa’labah
9. ‘Ubbadah bin Ash-Shamit
10. ‘Abbas bin ‘Ubbadah, dari Bani Ijlan; dari golongan Khazraj
11. Abdul Haitam bin At-Taihan, Aus
12. ‘Uwaim bin Sa’idah, Aus
Setelah mereka di bawah bikit ‘Aqabah, kepada mereka di bacakan ayat-ayat daripada Al-Quran. Dan sesudah itu mereka semua melahirkan kepercayaan mereka kepada seruan nabi Muhammad saw, lalu mereka masing-masing di bai’at oleh beliau0. Dan inilah yang di sebut dengan baiat ‘Aqabah al-ula.
Adapun yang dibaiatkan oleh beliau pada waktu itu adalah:
1. Hendaklah kamu sekalian menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan janganlah kamu mengadakan persekutuan kepada –Nya dengan sesuatu apapun
2. Janganlah kamu mengambil hak orang lain dengan tidak ada ijin, jangan mencuri
3. Janganlah kamua mengerjakan perzinaan
4. Janganlah kamu mebunuh anak-anak
5. Janganlah kamu bedusta dan berbuat kedustaan
6. Jangnlah kamu menolak perkara yang baik
7. Hendaklah kamu menurut, mengikut, Pesuruh Allah, baik pada masa susah maupun pada masa senang
8. Hendaklah kamu mengikut pesuruh Allah, baik dengan paksa maupu tidak
9. Janganlah kamu merebut sesuatu perkara daripada ahlinya, yang mengerjakannya, kecuali jika kamu melihat dengan nyata-nyata akan kekafiran orang yang mengerjakan perkara itu. Dengan tanda-tadna bukti, keterangan, dari Allah yang enunjukkankekafirannya
10. Hendaklah kamu engatakan kebenaran, hak, dimana saja kamu ada, dan janganlah kamu takut atau kuatir dalam mengerjakan agama Allah al Islam terhadap celaan orang yang mencela
Kemudian sebagai penutupnya, nabi Muhammad saw bersabda: “Maka hendaklah kamu sekalian menepati janji itu. Jika kamu menepati janji ini, kelak kamu akan menreima pembalasan dari Allah di surga, dan barang siapa mneyalahinya, maka perkaranya adalah tersrah kepda Allah sematamata.”
Kedua belas orang ini kemudian kembali ke Yastrib sebagai juru dakwah Islam, dan ditemani oleh Mus’ab bin Uamir yang sengaja diutus Nabi Atas peremintaan dari Yastrib, untuk mnrgajarkan Islam kepada penduduk kota. Di madina ia tinggal di ramah As’ad bn Zurarah, dan dialah yang selalu menjadi imam dalam shalat m. karena oranga-orang Aus ataus ebaliknyaaaa tidak suka diimanai oleh orang-orang Khazraj.
2. Baiat Aqabah II (Bai’ah Aqabah Kubra)
Setelah Mush’ab bin Umair kembali ke Makkah, pada musim haji berikutnya sejumlah Anshar bersama beberapa orang musyrikin Madinah berangkat ke Makkah, tepatnya Maret 622M. Dalam kesempatan berada di Makkah kaum Anshar secara diam-diam, tanpa sepengetahuan orang-orang musyrik yang turut dalam rombongan, bersepakat dengan Rasulullah untuk menyelenggarakan pertemuan di Aqabah pada pertengahan hari-hari Tasyriq, 12 Dzulhijjah.
Maka, apda malam yang telah ditetukan sesudah larut seprtiga malam berangkatlah semua kaum muslimin Yastrib, dengan diam-diam meninggalkan perekmahan mereka, menuju pada tempat di lereng Aqabah. Mereka yang datang berjumlah 75 orangaaa, 62 orang laki-laki dari golongan Khazraj dan 11 orang laki-laki dari golongan Aus, dan 2 orang perempuan dari golongan Khazraj. Mereka itu adalah:
Golongan Aus: Usaid bin Hudhair, Abul Haitsam Malik bin At- Tayyihan, Salamah bin Salamah, Dlahier bin Rafi’, Abu Burdah Hani bin Nijar, Nuhair bin Al-Haitsam, Sa’ad bin Chaitsamah, Rifa’ah bin ‘Abdil Mundzir, Absullah bin Jubair, Masyarakat’an bin Ady, ‘Uwaim bin Sa’idah.
Dari golongan Khazraj: Abu Umamah As’ad bin Zurarah, Al-Barra bin Ma’rur, Abdullah bin Rawahah, Sa’ad bin Ubadah, Sa’ad bin Ar-Rabie, Ubadah bin Ash-Shamit, Mundzir bin Amr, Raafi’ bin Malik bin Ajlan, Abdullah bin Amr bin Haram, Abu Ayyub Chalid bin Zaid, ‘Abbas bin Ubadah bin Fadhlah, Aus Barat Uabdah bin Ady, Mu‘adz bin Jabal, Muadz bin Amr, Jabir bin Abdullah, Am bin harits, Amer bin Ghaziyah, Muadz, bin Al-Harits, ‘Uqbah bin Wahb, Auf bin Al-Harits, Rafi’ah bin Amr, ‘Amarah bin Hazm, Abu ‘Abdurrahman sahal Barat Zaid, sahal Barat ‘Utaik, Abu Thalhah Zaid bin Sahal, Khudaij bin Salal, Qais bin Abi Sha’sha’ah, Kahrijah bin Zaid, ‘Umair bin Al-Harits, Basyir bin Sa’ad, Abdullah bin Zaid, ‘Uqbah bin Amer, Tsabit bin Al-Jadza’, Khalad bin Suwaid, Khalid bin Amr, Abdullah bin Annas, Farwah bin Amr, Khalid bin Qais, Zij Barat Labid, Amer bin Ghunmah, Tsa’labah bin Ghunmah, Shaify bin Sawadah, Abul-Yusr Ka’ab bin Abdi Qais, ‘Ubadah bin Qais, Yazid Barat Amir, Qutbah bin Amir, Sulaim bin Amr, Ka’ab bin Malik, Thufail bin Malik, Jabbar bin Sakharah, Yazid Barat Haram, Adh-Dhahhak bin Haritsah, Mas’ud bin Yazid, yazid bin Mundzir, Ma’qal bin Mundzir, Ath-Thufail bin An-Nu’man, Sinan bin Shaify, Basyir Barat Al-Barra, Al-‘Abbas bin ‘Ubadah bin Nadhlah, Aus bin Tsabit.
Dan yang perempuan: Nusaibah binti Ka’ab, dari Bani Najjar, Asma’ binti ‘Amr, dari Bani Salamah.
Jadi setelah mereka selesai mengerjakan wukuf di bukit ‘Arafah pada waktu matahari terbenam berangkatlah mereka, menuju Mina dan pada tengah malam samapailah mereka di Mina dan terus menuju bukit Aqabah.
Setelah mereka menunggu kedatangan Rasulullah tidak erpa lam kemudian beliau tiba bersama pamannya Abbas bin Abdul Muthalib. Setelah semuanya duduk, Abbas membuka pembicaraan. Ia berkata:

“Hai orang-orang Khazraj, sebagaiman kalian ketahui Muhammad saw seorang dari kabilah kami. Ia kami lindungi dan kami bela. Sesungguhnya Muhammad saw seorang yang dihormati kaumnya dan beroleh perlindungan di kota kediamannya sendiri. Namun ia condong kepada kalian dan ingin bergabung dengan kalain. Bila kalian sanggup menepati apa yang kalian janjikan kepadanya dan sanggup membelanya dari setiap orang yang menentangnya maka laksanakanlah apa yang telah kalian janjikan kepadanya. Akan tetapi jika setelah ia bergabung dengan kalian, lalu kalian hendak menyerahkannya kepada musuh, atau tidak mau membelanya, maka tinggalkanlah ia sekarang juga. Ia akan tetap dihormati dan dilindungi oleh kaum kerabatnya di kotanya sendiri”.

Kemudian Barra bin Ma’rur dari Bani Khazraj menyatakan dengan tegas bahwa mereka akan setia pada tekad untuk melindungi Rasulullah, dan mengaharapkan agar nabi Muhammad saw membentangkan syarat-syarat yang dikehendakinya dari mereka.
Menurut Ibn Hisyam, Rasulullah lalu mulai membacakan beberapa ayat Al-Quran, kemudian beliau mengajak semua yang hadir supaya mengabdi kepada Tuhan dan lama beliau bicara mengenai rahmat yang dibawa agama baru. Selanjutnya beliau membai’at mereka dengan janji yang dahulu, pada bai’at Aqabah I, diucapka sekali lagi. Antara lain beliau bersabda: “ Aku bai’at kalian untuk menjaga diriku seperti kalian menjaga isteri dan anak-anak kalian”
Maka, satu persatu—kecuali wanita—berjabat tangan dengan nabi Muhammad saw sebaga tanda bai’ai.48 Dan sebelum bai’at tersebut diakhiri oleh Nabi Muhammad saw, Abbas berkata pula kepada mereka:

“Kamu sekalian hendaklah menepati segala apa yang telah kamu ucapkan itu tadi, karena semua yang telah kamu bai’atkan itu tadi adalah menjadi tanggungan Allah. Padahal tanggungan Allah itu tanggungan kamu; dan tangan Allah itu di atas tangan kamu semua. Sekarang ini bulan haram, mulia, dan dinegeri yang haram, mulia. Sungguh kamu semua akan mendapati menolong untuk, dan sunggguh kamu semua akan mengikat pakaiannya”.

Dengan serentak mereka menjawab: “Ya!”. Lalu Abbas berdo’a:”Ya, Tuhan!, Bahwa sesungguhnya Engkaulah yang mendengar lagi yang melihat. Bahwa anak laki-laki saudarku—Muhammad—telah minta penjagaan kepada mereka itu akan tanggungan mereka masing-masing, penjagaan untuk dirinya. Ya, Tuhan!, Tuhanlah yang menjadi saksinya.”
Bai’at ini kemudian diakhiri oleh nabi Muhammad saw dengan selamat. Kemudian beliau meminta kepada mereka untuk kembali kepenginapan. Dan bai’at ini yang kemudian dikenal dengan baiat : “Baiat Al- Aqabah Ats-Tsaniyah’ atau Bai’ah Al-‘Aqabah al Kubra”.
3. Baiat Ar-Ridwan
Bai’at Ar-Ridwan adalah baiat yang dilakukan kaum muslimin ketika terjadi Ghazwah, Hudaibiyah. Baiat ini berlangsung dalam bulan Dzulqa’idah tahun ke-6 Hijrah53. Baiat ini disebut Baiat Ar-Ridwan yang berarti baiat yang diridloi Allah awt.
Peristiwa ini diawali oleh keinginan dari Rasulullah bersama rombongan kaum muslimin kurang lebih 1.500 orang yang hendak melakukan Umrah di Makkah. Sesampainya di Ghadir Al Syathath, Rasulullah mendapat laporan dari Basyar bin Sofyan, seorang sahabat dari suku Khuza’ah yang diutus, sebelumnya, untuk mencari berita mengenai penduduk Makkah, mata- mata. Laporan ini menjelaskan bahwa orang-orang Makkah hendak mencegah masuknya kaum muslim ke kota Makkah dengan segenap kekuatan yang ada pada mereka.
Kemudian atas saran Umar bin Khatab, Rasulullah, mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kedatangan mereka kepada kaum Quraisy Makkah perundingan tersebut berlangsung lama dan kaum muslimin gelisah menunggu kedatangan Utsman. Kemudian tersiar kabar bahwa Utsman telah di bunuh.
Mendengar berita tersebut Rasulullah dan para sahabatnya telah bertekad tidak akan beranjak meninggalkan Hudaibiyah sebelum menghukum penghinaan orang-orang Makkah, jika mereka betul-betul membunuh Utsman. Sambil berdiri di bawah sebatang pohon beliau mengumpulkan semua sahabatnya untuk membulatkan tekad dan bersiap-siap menghadapi kaum musyrikin Quraisy, mereka semuanya menyatakan janji setia, baiat, kepada beliau dengan semangat berkobar-kobar dan kebukatan iman yang teguh. Mereka mengikrarkan sumpah setia akan tetap membela Allah dan Rasul-Nya dalam keadaan bagaimanapun juga dan tidak seorangpun yang akan lari meninggalkan gelanggang.
Dalam pembai’atan ini nabi Muhammad saw mengambil tangan para sahabatnya satu demi satu. Sementara itu Rasulullah menepukkan tangannya yang satu ketangan yang lain seraya berkata: “Pambaitan ini untuk Utsman”. Peristiwa tersebut dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan “Bai’atur-Ridwan”, yakni pernyataan janji setia yang dirdloi Allah yang kemudian diabadikan dalm Al-Quran dengan firman-Nya:


“Sesunguhnya Allah telah ridlo terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat, waktunya”