Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah

Ilmu Hadits terbagi kepada dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
1.Ilmu Hadits Riwayah
Para ulama hadits memberikan pengertian yang beragam terhadap hadits riwayah, tetapi mereka mempunyai maksud yang sama. Dari beberapa redaksi yang berbeda dapat ditarik pemahaman bahwa ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang membahas tentang periwayatan secara teliti dan hati-hati terhadap apa saja yang di sandarkan kepada nabi, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifatnya. Dengan kata lain, ilmu ini merupakan ilmu mengenai periwayatan hadits. Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri (w.124 h) pada masa kekalifahan ‘Umar ibnu ‘Abdul Aziz.[1]
Ilmu Hadits Riwayah dan DirayahObjek pembahasannya adalah diri Nabi SAW dari segi perkataannya, perbuatannya, persetujuannya, sifatnya, dengan tanpa membicarakan nilai shahih atau tidaknya. Fokus pembicaraan ilmu ini hanya menyangkut periwayatan empat aspek tersebut dari Nabi. Ilmu ini tidak menyinggung tentang kualitas perawi atau kejanggalan matan yang diriwayatkan. Adapun faedah ilmu mempelajarinya adalah memelihara hadits Nabi secara berhati-hati dari kesalahan dalam periwayatan, menjaga kemurnian syari’at, menyebar luaskan sunnah Nabi dan meneladani beliau dalam segala aspek.[2] Karena tidak membicarakan tentang kualitas dan kesahihan sebuah hadits yang diriwayatkan, maka hampir semua literatur ilmu hadits tidak membahas secara panjang lebar tentang hal-hal yang terkait dengan ilmu ini.
2.Ilmu Hadits Dirayah
Dari beberapa redaksi ulama dalam mendefenisikan, dapat ditarik pemahaman bahwa yang dimaksudkan dengan ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanat dan matan hadits serta menentukan keshahihannya.[3] Objek pembasannya adalah sanat dan matan dari segi apakah dapat diterima atau harus di tolak, dengan mengukur dan menimbang dengan kaedah-kaedah yang telah ditentukan. Oleh karenanya, secara lebih rinci, ilmu juga membahas tentang cara-cara yang dipakai dalam menerima dan memberikan hadits, sifat-sifat perawi, ketersambungan sanat, dan keteputusannya, kesesuaian matan dan kejanggalannya, dan lain-lain sampai hal-hal yang terkait dengan periwayatan secara makna.
Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Al-Qadhi Abu Muhammad Ibnu ‘Abdurrahman al-Khalad al-Rahurmuzi (w. 360 h) . Ia merupakan orang pertama yang menulis ilmu ini dal;am kitab yang diberi nama al-Muhaddits al-Fadhil. Adapun faedah mempelajarinya adalah dapat mengetahui kualitas sebuah hadits apakah dapat diterima ataupun ditolak setelah mengaplikasikan kaidah-kaidah yang ditetapkan.[4] Disamping namanya ilmu hadits dirayah, ilmu ini juga dinamakan dengan ilmu mushthalah al-hadits, ilmu ushul al-hadits, ilmu musthalhah al-atsar,ilmu ushul riwayat al-hadits , ulum al-hadits, dan qawa’it al-tahdits.[5]
Pembahasan ilmu ini adalah tentang kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengukur keshahihannya sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut sangat sangatlah banyak dengan melihat kepada berbagai aspek yang menyangkut dengan sanat dan matan. Oleh karenanya, dalam berbagai literatur ilmu hadits, hampir sembilan puluh persenpembicaraannya dipusatkan pada ilmu ini, dan hanya menyisakan sepuluh persen saja untuk ilmu hadits riwayah. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila membaca berbagai karya ilmu hadits, maka yang didapatkan hampir seluruhnya adalah kaidah-kaidah tersebut.
Secara teori, ilmu hadits dirayah dan ilmu hadits riwayah merupakan dua bagian yang berbeda. Tetapi pada hakikatnya dua bagian ini tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena setiap periwayatan hadits tentu memerlukan kepada kaidah yang mengukur shahih atau tidaknya, dan diterima atau ditolak hadits tersebut. Oleh karena itu, masing-masing ilmu tersebut tidak mungkin berdiri sendiri.
_________________________________
Abdul majid khon, ulumul hadits…,h. 69-71
Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif..,h 40 dan abdul majid khon, ulumul hadits.., h 70-71
Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif…,h 41
Hafizh Hasan al-mas’udi, minhat al-mughits.., h 3
Muhammad ibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif…, h 41

Sumber; Hadits dan Ilmu Hadits, Makalah Tgk. H. Helmi Imran pada acara PKU MPU Aceh angkatan ke XXII tahun 2014