Biografi Abu Panton ( Ulama Aceh )

Sudut Hukum | Tgk H Ibrahim Bardan yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Panton, seorang ulama kharismatik yang sangat dihormati di Aceh.


Ulama kelahiran Matang Jeulikat Kecamatan Seunuddon Kabupaten Aceh Utara pada 1945 Belum bisa mengecap dunia pendidikan umum berawal dari dibakarnya Sekolah Rakyat (SR) tempat di mana ia mengenyam pendidikan pertama pada 1953, oleh pihak yang sedang berkonflik kala itu.



Akibatnya tidak ada lagi pendidikan di kecamatan Seunuddon, Aceh Utara kala itu, namun anak-anak usia sekolah di daerah itu beruntung dapat belajar mengaji dari janda-janda tua dan imam meunasah (mushalla) setempat.


Ia sempat berkeinginan menuntut ilmu di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar Raniry pada 1963, meskipun tidak pernah merasakan pendidikan formal, namun keinginan itu hanya tinggal impian.


Meskipun tidak mengeyam pendidikan formal, Abu Panton menjadi sosok berpengaruh yang berkiprah luas dengan kegiatan padat mulai dari memberi ceramah keagamaan dan diskusi ilmiah bahkan diundang menjadi peserta dan pembicara seminar baik di tingkat nasional maupun internasional.


Mengaku ‘Jahil’


Masa hidupnya Abu Panton, sempat mengaku dirinya jahil (bermakna bodoh dalam bahasa Arab) ini karena akibat konflik yang berkepanjangan di Aceh.


“Saya jahil bukan karena malas tapi karena konflik yang membuat miskin sehingga tidak bisa mengenyam pendidikan fomal,” Ucap Abu. “Saya belum ada apa-apanya dibandingkan kawan-kawan semua,” kata Abu merendah.

Ia mengaku hidup dalam keadaan trauma akibat konflik bersenjata, setiap kali diantar untuk belajar mengaji ke dayah-dayah (pesantren) di Aceh selalu merasakan konflik.


“Saat itu saya tidak memiliki cita-cita karena kalau menjadi guru akan dibunuh sementara menjadi ulama juga dikejar-kejar,” kata Abu Panton.

“Sekarang saya juga belum merasa damai meskipun kesepakatan (MoU) damai sudah ditandatangani. Hati saya masih berdebar-debar, khawatir kapan akan terjadi lagi konflik karena damai hanya antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bukan dengan rakyat Aceh,” tambah Abu.

Meskipun konflik bersenjata telah berakhir tapi konflik politik maupun konflik lainnya kerap terjadi dalam kehidupan masyarakat Aceh.


“Contohnya seperti sekarang banyak terjadi perceraian, itu karena konflik dalam rumah tangga,” ujarnya.

Kepahitan peristiwa konflik hampir dirasakan oleh semua anak Aceh baik generasi tua maupun generasi muda. Sekarangpun sisa-sisa kepedihan itu masih dirasakan oleh sebagian masyarakat kita. Mungkin karena itu, masalah konflik ini telah menjadi perhatian para ulama, yang salah satu diantaranya adalah Abu Panton.


Wafat


Tepat sekitar pukul 18.30 WIB, Senin 29 April 2013. Ulama Kharismati Aceh Abu Panton, telah berpulang ke rahmatullah dan meninggalkan kita semua.


Abu panton, telah berjasa besar dalam menjaga watak Islam rahmatan lil ‘alamin di negeri ini. Karenanya kepergiannya Sang Khaliq, umat di Aceh kehilangan lagi satu sosok “Patok” yang mencegah limbung iman.


Sosok ulama santun yang istiqamah yang bicara lembut, tenang dan berwibawa. Kini, Saat satu demi satu Ulama sepuh Alimul ‘Alamah, Ulama’ul Amiliin, pergi diambil oleh yang pemiliknya, Allah SWT.


“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dengan (menghilangkan) akan ilmu itu dengan sekaligus dari (dada) hamba-hamba-Nya. Tetapi Allah Ta’ala menghilangkan ilmu itu dengan mewafatkan alim-ulama sehingga apabila tidak tertinggal satu orang alim pun, manusia akan menjadikan pemimpin-pemimpin dari orang-orang yang bodoh, maka tatkala mereka ditanya (tentang agama), lalu mereka akan berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”. (HR Al-Bukhari, At-Tirmidzi)

[*atjehcyber]